Playing Now;
Fortnight - Taylor Swift»»————>❇❇❇<————««
Berakhir.Kisah tuk diceritakan oleh masing-masing kedua insan itu telah habis.
Kini, keduanya saling menatap satu sama lain.
Hazel yang selalu menemukan danau luka di kedua selia Chris, pun dengan Chris sendiri yang selalu mendapati gurat penyesalan di mata Hazel.
Mereka saling mengulas senyum, lalu tanpa patah kata keduanya tergerak tuk sebuah pelukan hangat guna saling menyemangati, menenangkan.
"Hazel,"
"Chris,"
Kedua insan itu menitihkan air mata bersamaan. Mengetahui bahwa jalan hidup mereka tidak lebih baik dari satu sama lain, mereka lantas berpelukan kembali.
"Aku beruntung bertemu denganmu di sini," Tutur Chris membenamkan kepalanya di ceruk leher Hazel.
"Aku yang lebih beruntung, Chris. Jika aku tidak bertemu denganmu dan mendengar kisahmu, aku akan menjadi orang yang paling tidak pernah bersyukur sepanjang hidup ini. Terimakasih untuk kisahmu yang telah memberi motivasi dan pelajaran untukku,"
"Aku juga berterimakasih. Tanpamu, aku tidak tahu harus apa dan bagaimana kedepannya hidup tanpa perbekalan di kereta ini. Juga, mengenai kisahmu---aku tidak akan pernah tahu bahwa hidupmu sebelum bencana itu terjadi adalah neraka itu sendiri. Aku yang mengeluh, tidak sepantasnya merasa menjadi paling korban dari segalanya ketika masih banyak orang lain salah satunya kau yang juga menderita,"
Hazel mengangguk sebelum akhirnya melepaskan pelukan mereka.
Menyeka air mata yang turun dari pelupuk si gadis, Chris berujar, "Besok kereta diperkirakan akan tiba di peron."
"Itu artinya kita akan berpisah?" Tanya Hazel cemas.
Chris mengangguk.
"Tidak bisakah kita bersama?" Pinta Hazel menuntut. "Maksudku seperti kebersamaan kita yanga sudah-sudah. Kita bisa mencari pekerjaan dan bekerja bersama agar aku dan kau tidak berpisah,"
"Kenapa?" Tanya Chris. "Kenapa kau tidak mau berpisah sedangkan kita sendiri tahu kemana akhir dari diri masing-masing jika sudah tiba di pemberhentian nanti,"
Tidak, Chris, kau tidak tahu seluruh kebenarannya.
Memang benar setibanya di pemberhentian nanti mereka akan dibedakan menjadi kaum perempuan dan laki-laki. Namun yang tidak Chris tahu adalah Pihak atas telah membuat kebijakan kepada kaum terbuang seperti mereka mau diapakan.
"Tidak bisakah kita melarikan diri saja? Aku tidak mau kita menjadi budak,"
Chris kaget, "Darimana kau tahu hal itu?"
"Tentu saja, sedari awal memasuki kereta ini aku telah mencuri dengar dari masinis kereta. Mereka yang lain---yang duduk tenang menikmati perjalanan hanya tidak tahu kemana nasib akhir membawa mereka. Tapi kita, kita tahu---kita bisa mengubahnya!"
"---kau pikir mereka membawa kita dengan kereta ini hanya untuk membuang dan mengasingkan kita? Tidak, bahkan lebih buruk dari itu! Kita akan dijual! Kita akan diperbudak dan aku tidak mau itu terjadi pada kau maupun aku, Chris!"
"Jika sedari awal kau sudah tahu... Kenapa kau memilih untuk naik?" Tanya Chris heran.
"Karena aku sudah kehilangan harapan," Jawab Hazel. "Mulanya begitu sampai akhirnya aku bertemu denganmu, lalu seiring waktu yang kita habiskan aku sadar bahwa hidup ini masih layak tuk diperjuangkan. Bukan hanya sendiri, melainkan bersamamu."
Chris menghembuskan nafas, antara kaget dengan pernyataan tidak langsung Hazel dan juga kenyataan bahwa pihak kereta telah menipu mereka.
Chris yang sejatinya dari awal menyukai Hazel lebih dulu, tersenyum menggenggam jemari gadis itu, "Jadi, kau mau memperjuangkan hidup ini bersamaku?"
Kembali dengan linangan air mata, Hazel mengangguk.
....
Kereta telah tiba di peron pemberhentian. Perjalanan panjang seminggu lebih yang mereka lakukan kini telah usai.
Semua penumpang buangan diminta untuk turun. Di sana, sudah ada beberapa perwakilan pihak atas yang menunggu dan bersiap melakukan perintah. Entahlah, orang-orang dengan perut buncit itu terlihat sangat angkuh bahkan dari caranya menatap para penumpang yang turun.
"Apa ini saatnya kita lari?" Bisik Hazel.
"Belum. Kita akan ditangkap jika melakukannya sekarang. Tunggu sebentar lagi untuk momen yang tepat,"
"Baiklah,"
Lalu, mereka semua diperintahkan tuk membentuk barisan rapi. Dibedakan menjadi perempuan dan laki-laki.
Hazel yang berada di barisan perempuan, melakuan isyarat mata dengan Chris yang ada di barisan laki-laki.
"Sekarang bagaimana?" Tanya Hazel melalui ekpresi mulut tanpa suara.
"Kita tunggu saja dulu, sepertinya pria gemuk itu akan berpidato."
Hazel tidak mengerti sama sekali dengan maksud Chris yang hanya menyuruhnya sabar dan menunggu. Jika tidak lari sekarang, lantas kapan? Pikir Rael.
Namun, gadis itu masih sabar. Ia penasaran dengan rencana Chris.
Lalu, tak lama, benar saja pria gemuk yang merupakan salah satu dari perwakilan pihak atas itu mulai berpidato, basa-basi seolah mereka adalah pahlawan yang menyelamatkan kaum buangan.
Di akhir kata dari si pria gemuk itu mengatakan bahwa mereka semua akan dikirim melalui kapal untuk menjadi buruh kerja.
Tentang pekerjaan apa itu jelas tidak dikatakan karena itu hanyalah alasan belaka, setelah masuk kapal nanti kenyatannya akan berbeda dan Hazel tidak mau itu terjadi padanya---pada mereka; dirinya dan Chris, tentunya.
"Sekarang, kalian harus jalan kaki menuju dermaga! Jangan manja! Setidaknya kaki kalian yang kotor menjadi berguna!" Begitu katanya, akhir dari narasi yang memuakkan.
"Chris, sekarang bagaimana?" Tanya Hazel lagi.
"Kita tetap menuju dermaga, setibanya di sana ketika para penumpang mulai berhamburan masuk menuju kapal, kita perlu membuat sedikit keributan agar perhatian mereka teralihkan dan saat itulah momentum yang tepat tuk kits berdua," Jelas Chris dari gerakan bibir yang selambat mungkin agar Hazel mengerti.
______________________
TO BE CONTINUE
______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
GERBONG KERETA, CERITA KITA {On Going}
Historical FictionDia kelaparan, kedinginan, tanpa seorangpun di sisinya. Dia Chris---pemuda 24 tahun yang kehilangan segalanya kecuali nyawa dan sehelai baju yang melekat di badan. Pengeboman itu, menghancurkan hidupnya, masa depannya yang terancang apik di depan ma...