16. Di Amin Yang Sama

1.1K 172 70
                                    

Aku selalu berdoa dalam salatku, dan kamu berdoa di tempat ibadahmu. Kita sama-sama berdoa diamin yang sama. Namun, tasbihku tidak akan bisa melepaskan kalung salib di lehermu.

-Indira Allaya-

Kuy, absen dulu siapa aja yang mampir!!!

Spam Angkasaraya untuk tim Diraksa❤️

Tim S2 jangan mau kalah dong ... Satria dan Starla jangan lupa antusiasnya!!!!

Gimana, siap kembali berlayar????

Jangan lupa vote and komentar di setiap paragraf❤️

Happy Reading 🤗

Saat semua orang terlelap dari tidurnya, Indira mencoba bersujud di sepertiga malamnya. Ia mengangkatkan tangannya ke atas, memohon pada sang Ilahi atas satu keputusan. Air matanya berlinang, menetes di setiap rangkaian doa yang ia sebutkan. Satu permintaannya hanya satu, berikan ia kelapangan hati dalam sebuah keikhlasan.

“Tuhan, aku hanya bisa menyebut nama dia dalam doaku. Aku dan dia berdoa di tempat yang berbeda, tapi diamin yang sama. Jika engkau tak memperkenan kami, berikan aku secercah kekuatan untuk aku genggam.”

Sebuah rasa sakit tak luput ia curahkan pada sang Tuhan. Meminta satu petunjuk agar ia bisa melewati jalan yang berliku dalam kehidupannya. Indira mencoba menggenggam erat tasbih di tangannya dengan asma Allah yang ia ucapkan. Namun sayang, genggaman tasbihnya tidak akan bisa melepaskan kalung salib di lehernya.

“Maafkan aku Tuhan,” gumam Indira setelah selesai melakukan ibadahnya.

Ia beranjak melipat sajadah dan mukena. Mencoba menaiki ranjang yang empuk, dan meraih sebuah boneka beruang yang pernah Angkasa berikan. Tangannya memeluk erat, membayangkan sebuah kisah bahagia yang pernah ia lalui bersama laki-laki itu.

“Aku benci diriku sendiri, kak. Aku benci hatiku yang terlalu mencintaimu,” monolog Indira. Air matanya yang terus mengalir mengantarkan Indira pada tidurnya.

Tanpa Indira tahu, di tempat yang jauh di mata, Angkasa tengah menggenggam kedua tangannya yang ditaruh di dadanya. Menghadap pada sang Tuhan, lalu memejamkan matanya yang tengah berdoa di dalam hati.

Dia tidak salah, Tuhan, tapi aku yang salah sudah mencintai dia yang bukan umatmu. Aku mohon, Tuhan, tolong jangan hukum dia atas kesalahanku. Berikan dia kebahagiaan dengan jalannya sendiri, batin Angkasa lalu membuka matanya perlahan.

Bayang-bayang kebahagiaan terlintas dalam memori kecilnya. Sakit yang selama ini ia pendam, kini harus terurai di malam ini. Tak bisa membayangkan, senyuman yang selalu Indira sunggingkan akan luntur diterpa sebuah badai perpisahan.

“Maafkan aku, Ra,” gumam Angkasa pelan.

—————————

Pagi ini Indira harus menerima sebuah kerelaan hati. Kerelaan di mana ia harus benar-benar melepaskan Angkasa. Angkasa berhak bahagia dan menemukan wanita yang pantas, pikirnya. Langkahnya yang menyusuri lorong sekolah, tak sengaja berpapasan dengan laki-laki yang baru saja menyelinap masuk dalam pikiran. Keduanya sama-sama memandang ke depan tanpa menoleh maupun saling sapa.

Thank You Aksa | AngkasarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang