31. Bazar

1K 148 27
                                    

Tuhan, apakah cintaku bisa di katakan salah, hanya karena iman yang berbeda? Lantas, untuk apa hati di ciptakan, jika sepotong hati itu tidak bisa di satukan?

Indira Allaya—


Acara bazar sudah di mulai. Banyak sekali antusias dari semua murid SMA 86 Jakarta. Berbagai stand sudah berdiri kokoh. Mulai dari stand makanan, stand distro, dan lain-lain. Acara bazar kali ini lebih ramai di bandingkan acara bazar sebelumnya. Apalagi, banyak sekali dari sekolahan lain untuk mencoba meramaikan bazar kali ini.

Stand kelas 11 IPA-4, sudah banyak di gerumuti oleh pembeli yang antusias untuk membeli macam-macam aneka makanan yang di jual oleh Indira, Vania, Dea, dan Satelit. Masing-masing kelas memiliki dua stand. Lihatlah, betapa sibuknya mereka melayani para pembeli yang mulai memenuhi stand mereka.

“Aduh ... lo yang bener dong, Ra!” Vania menggerutu kesal saat Indira tak sengaja menyenggol sikut lengannya. “Lo tahu, kan, lagi banyak yang beli di sini.”

“Ma-maaf, Van. Gue gak sengaja.”

“Ra, lo lebih baik goreng nuget lagi, dari pada lo ngeladenin ocehannya si Vania,” titah Satelit dan diangguki oleh Indira.

Vania menggerutu kesal, karena Satelit lebih membela Indira yang jelas-jelas salah. Awas saja, dirinya akan memberikan pelajaran pada Indira agar dia kapok, batinnya.

“Sa, cewek lo marah-marah tuh sama si Indira,” pungkas Alden yang sedari tadi tak memutuskan perhatiannya pada stand Indira.

Angkasa menoleh dengan satu alis yang dinaikkan. “Dia bukan cewek gue, belum sehari gue jadian sama dia.”

“Seriusan lo, Sa?!” Jupiter mengikis jarak agar lebih dekat dengan Angkasa. “Cinta setengah hari maksudnya? Edan pisan gelo ....”

Ujang ikut nimbrung. “Maklum, pelampiasan, cuy! Hahaha....”

Mereka semua meledakkan tawanya. Mereka membenarkan perkataan Ujang. Siapa juga yang mau dengan perempuan seperti Vania, jika bukan hanya untuk pelampiasan? Ya, gadis itu sangat tidak cocok bersanding dengan sosok Angkasa yang baiknya luar biasa. Mereka lebih setuju jika Angkasa bersama Indira, tapi sayangnya keduanya harus ditentang oleh sebuah keyakinan.

Mereka masih setia berjaga di tempat yang tak jauh dari Stand Indira, memusatkan perhatiannya pada stand gadis itu. Apalagi dari sini mereka masih bisa melihat aktivitas yang tengah gadis itu kerjakan. Sekarang, Indira dengan lihainya menggoreng beberapa nuget sesuai perintah Satelit. Karena beberapa nuget yang tersedia di nampan sudah terjual ludes. Ya, banyak yang membeli ke stand Indira karena kehadiran Satelit. Posisi Satelit sebagai pengurus Avanoska, membuahkan pengaruh yang baik untuk stand mereka.

Saat Indira akan mengangkat nuget-nuget itu, dengan sengaja Vania mencoba menyenggol bahu Indira. Hingga Indira harus melepaskan spatula di genggamannya, hingga minyak itu akhirnya terciprat ke tangan Indira.

“Aww ... panas-panas!” Indira langsung mengempaskan tangannya, lalu meniup tangannya yang sangat terasa panas.

“Ra, lo kenapa?” Dea mencoba menghampiri Indira yang tengah merasa kepanasan di bagian punggung tangannya. “Astaga, Ra, tangan lo.”

Vania berdiri di samping Indira dengan wajah yang memelas. “Maaf Ra, gue tadi bener-bener gak sengaja. Tadi gue buru-buru mau ambil saus di sana,” kilahnya sambil menunjuk tempat saus.

Thank You Aksa | AngkasarayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang