◆Part 6 : Study Tour◆

24.2K 3.9K 159
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Jian bolak-balik menahan resah di depan pintu. Sesekali berdiri sedikit lebih maju, masalahnya ini sudah jam 1 subuh tapi seorang wanita yang Ia sebut Mama tak kunjung pulang. Kakak kembarnya sedang ada turnamen basket di luar kota dan menjalani karantina selama 3 hari, jadi selama 3 hari juga Jian harus menjadi saksi mata sang Ibu yang pulang hingga subuh dalam keadaan tidak sadar mabuk.

Tak peduli bahwa Jian tetap harus sekolah keesokan harinya.

Ah panjang umur, Jian melihat sebuah mobil berhenti di depan pagar rumahnya. Segera Ia membuka lebar pagarnya dan benar saja seorang wanita tengah tertidur mengigau di belakang kursi penumpang. Mengeluarkan lembaran uang tanpa ragu Jian memberikannya kepada sang supir, "Terimakasih sudah mengantarkan Mama saya."

Terlihat anggukan ragu dari sang supir dengan sesekali melihat miris Jian yang berusaha membawa sang Ibu keluar dari mobil, sekarang wanita itu tidak terlihat seperti seorang Mama sama sekali kalau sang supir boleh jujur.

"Terimakasih pak." Sekali lagi Jian mengucapkan terimakasih setelah berusaha mengeluarkan Mamanya dari sana dan hanya dibalas anggukan pelan dari sang supir dan berlalu pelan meninggalkan Jian yang tengah kesulitan menahan beban sang Mama.

Tidak berat juga karena Jian laki-laki tentu saja kali ini tinggi Mama dan dirinya tidak beda jauh, namun tetap saja membawa seseorang dengan keadaan tidak sadarkan diri sangatlah sulit.

Untungnya pagar Jian adalah pagar otomatis menggunakan remote jadi dirinya bisa fokus membawa wanita dalam rangkulannya masuk.

"Ma—kenapa minum-minum terus sih....Jian khawatir." Lirih Jian sesaat sudah sampai tepat di depan pintu.

"Lepas!"

'Brukk!!'

"Masih tanya kenapa?!" Walaupun jatuh terduduk karena dorongan sang Mama, Jian tetap menjaga Mama nya yang oleng agar tak terjatuh, "Karena kau!!he ...he...." Sesekali dengan kekehan kecil sambil menunjuk tak tentu arah, Mamanya sedang dibawah kesadarannya.

"E-ehh...."

"Lepas! ku bilang lepas! kau bukan anakku!"

Dengan kasar wanita itu menepis tangan yang menjaganya supaya tak terjatuh, "Jauh-jauh! K-kau---"

Tepat di depan Jian , tatapan tajam dari wanita tersebut semakin menusuk, "Kau--menghancurkan semua kebahagiaan ku! jadi jangan sentuh aku lagi!"

'Brak'

Sekali lagi.

Dengan lebih keras.

Dibanding meringis karena punggungnya yang sakit, hati si bungsu lebih sakit dan tanpa sadar setitik bening dari matanya keluar tanpa permisi untuk yang kesekian kalinya.

"Ma...."

"Berhenti! Jangan panggil saya Mama! Saya bukan Mama mu!" Vivian, seseorang yang sering dianggap Mama oleh Jian berjalan gontai meninggalkan si bungsu yang tengah menatap miris, miris pada dirinya sendiri.

Melihat sang Mama sudah berlalu, Jian tak berniat untuk masuk terlebih dahulu. Ia bertumpu pada lututnya, harusnya kalimat yang barusan biasa kan bagi Jian ? tapi kenapa setiap mendengarnya rasanya masih menyakitkan?

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang