◆Part 22 : Don't touch my brother◆

26.1K 4K 547
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Maksudnya bagaimana?" Juna benar-benar dibuat kebingungan, memastikan pendengarannya tidak salah, satu ginjal? maksudnya adiknya hanya memiliki satu ginjal?

Pria berjas putih yang tadi menyerobot pintu masuk pun dibuat kebingungan, "kalian tidak tahu?" karena seharusnya disaat keadaan begini, keluarga lah yang paling tahu. Tapi wajahnya tidak terlalu terkejut mengingat ada ribut-ribut di depan ruangan pasien tadi. Tidak hanya Juna—Jovan dan Jerian yang tadinya duduk sambil menundukkan kepala karena tak berani melihat wajah sang kakak juga ikut syok.

"Jian kritis lagi?" Kevin mendekat panik dan dibalas anggukan oleh pria yang menyerobot tadi.

"Dia hanya memiliki satu ginjal yang juga sudah rusak. Kita membutuhkan darah tambahan untuk melanjutkan cuci darah."

Awalnya Juna berharap apa yang ia dengar tadi hanyalah kesalahan. Tapi kenyataannya sangatlah menyakitkan. Lututnya terasa lemas seketika, pertahanannya runtuh, hampir saja keseimbangannya hilang, untungnya Kevin dengan sigap menahannya. Pandangannya memanas, tak perlu ditanya sepertinya ia tahu siapa dalangnya, hatinya menjerit ingin mengeluarkan semua amarah yang sudah terkumpul dari awal.

"Apa yang sudah kalian lakukan!" amarah Juna pun meluap, tangannya mengepal kuat siap memberikan beberapa pelampiasan. Dan kali ini Jeff menjadi sasarannya, tak peduli sekarang siapa yang ia hadapi. Siapa lagi dalangnya kalau bukan mereka?

"Apa yang kalian lakukan pada adikku!"

"J-Juna kali ini papa t-tidak tahu apa-apa."

Dokter yang tadinya berdiri di depan pintu beserta Kevin pun ikut syok dengan pergerakan Juna yang masih berancang-ancang akan memukul lagi.

"Juna berhenti!"

"Kak, sudah!"

Juna masih dengan pertahanannya, menatap sang ayah dengan penuh amarah. Sungguh Juna bisa jadi seorang pembunuh sekarang juga, tapi Juna bukanlah mereka, mereka yang tak punya hati menelantarkan adiknya, mereka yang menjauhkan Juna dari adiknya. Pada akhirnya, kedua tangan Juna dipegang erat oleh kedua pria berjas putih. Namun tatapan Juna tetap sama, penuh amarah dan kebencian. Tatapan itu kemudian beralih pada adik kembarnya.

Seakan tahu apa yang dipikirkan sang kakak, Jerian mencoba mendekatkan diri, "Kak, kali ini Jerian juga gak tau.... "Lirih Jerian yang begitu syok melihat perubahan amarah sang kakak ditambah berita-berita yang cukup menyayat hatinya hari ini. Apa yang adiknya sembunyikan selama ini?

"Lepas dok! saya masih harus memberi dua orang ini pelajaran!" wajah Juna kian memerah, sudut matanya bahkan sudah basah. Perasaannya hancur.

"Lepas!" Kekuatan Juna memang tak main-main, bahkan untuk sekali sentak, kedua tangannya langsung terlepas dari genggaman erat kedua dokter tersebut. Jovan dan Jerian pun dibuat terkejut, untuk mundur menghindari amarah sang kakak pun percuma. Juna meraih kerah Jerian di depannya, "apa yang kau lakukan pada adikku! apa yang kalian lakukan!"

'Bugh! Bugh!'

Dua pukulan keras kembali melayang di kedua pelipis Jerian. Nafas Jovan pun ikut tercekat melihat kembarannya kini menjadi sasaran sang Kakak.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang