◆Part 24 : Struggle◆

24.3K 4K 374
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Bibi, kenapa mama memukul Jian saat di dalam perut? kenapa mama dan papa bertengkar? kenapa mama bilang Jian bukan adik Juna?" Juna, bocah 8 tahun itu mengelus puncak kepala Jian kecil yang tengah tertidur lelap, tubuh mungilnya didekap hangat oleh seorang wanita.

"Juna mau berjanji pada Bibi?"

"Um!"

"Jian terlalu spesial, mama dan papa tidak siap dengan kehadiran Jian. Jadi Juna harus berjanji harus menyayangi Jian, menjaga Jian, jangan membencinya, oke?" Ia memberikan elusan kecil pada puncak kepala Juna.

"Um!"

—ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ"Bibi, benar-benar akan pergi?" wanita itu tersenyum menatap Juna yang hampir menangis menatap dirinya dengan koper besar. Diusapnya puncak kepala Juna, "Junanya bibi sudah besar, sebentar lagi akan masuk SMA. Masih ingat kan janjinya untuk menjaga Jian? bibi yakin, Juna akan menjaga Jian dengan baik. Bibi tidak bisa selamanya disini, Juna punya keluarga, Bibi juga punya. Jadi jangan sedih eum?"

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

"Kak, Jian ini anak haram ya?"

"Heh! Siapa bilang begitu?"

"Mama...."

"Gak ada namanya anak haram Jian, yang ada itu perbuatan haram."

"Kak, kalau kakak pergi, Jian tidak ada teman tidur, tidak ada teman cerita, tidak—tidak punya siapa-siapa....."

"Jian, kakak janji pulang cepat untuk Jian, oke? kakak janji, kita nanti akan hidup lebih bahagia, hanya Jian dan kakak. Jadi tunggu kakak ya?"

"Janji pulang cepat?"

"Janji!"

—ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

"Jian, kakak pulang!"

"Jian, kakak terlambat ya?"

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

"Jian!!" Juna tersentak, Ia terbangun dengan nafasnya yang menggebu-gebu, dadanya naik turun tak beraturan, keringatnya menjelajahi kulit, bahkan pekikannya tadi hinggap ke telinga Yoga, mengagetkan sang sahabat yang masih tertidur pulas diatas sofa.

"Juna! ada apa?!" pekik Yoga panik, tanpa pikir panjang dan memikirkan tubuhnya yang juga masih lelah, ia menghampiri Juna yang tampak masih dalam keadaan setengah sadar. Juna memegang keningnya yang masih terasa berat. Ia baru sadar dengan keadaan sekelilingnya ketika melirik tangannya yang sedang di infus dan Yoga di sampingnya.

"Jian?!" manik Juna melebar mengingat sang adik. Dengan cepat ia mengibaskan selimut yang menutupi tubuhnya. Juna panik, bisa-bisanya dirinya pingsan disaat sang adik membutuhkan dirinya. Pergerakan Juna terhenti karena merasa bahunya ditahan.

"Beristirahatlah.... "

"Tapi Jia–"

"Dia sudah ditangani." Juna memalingkan pandangannya bingung pada Yoga.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang