◆Part 11 : Which one is true?◆

23.8K 3.7K 201
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

Jovan merasa kerongkongannya butuh asupan. Tak terasa sudah 3 jam lamanya dirinya bertempur dengan buku-buku sekolah, Jerian bahkan sudah kalah duluan. Kembarannya itu sudah lebih dulu berlabuh di pulau kapuk.

Dengan pelan Jovan keluar dari kamarnya untuk mengambil segelas air yang dapat membuat kerongkongannya lega. Tidak ada yang aneh di sepanjang perjalanan menuju dapur. Hanya saja langkah Jovan terhenti melihat seseorang terduduk di kursi dan kepala yang bertumpu dengan tangan diatas meja makan.

Seingat Jovan memang orang yang di depannya ini belum menunjukan wajahnya dari pulang sekolah tadi, siapa lagi kalau bukan Jian. Setelah itu Jovan memang banyak menghabiskan waktu di dalam kamarnya. Tak ambil pusing, Jovan memilih membuka kulkas dan mengambil satu botol air mineral kemasan supaya bisa langsung ia bawa ke kamar.

Tapi siapa sangka, Jovan tetaplah Jovan—ia adalah seorang kakak. Jovan menggelengkan kepalanya melihat berbagai kertas diatas meja makan tak teratur. Ia juga merasa aneh dan bingung. Seharusnya ia tidak peduli, namun kakinya berjalan mendekati Jian yang masih diam tak bergeming.

Jovan mencoba menggoyangkan pelan lengan Jian. Tapi tiba-tiba satu botol kecil terjatuh sesaat setelah Jovan mencoba menggoyangkan lengan Jian. Rasa penasaran Jovan meningkat melihat Jian masih tak bergeming dari tidurnya. Ia mengambil benda berbentuk tabung kecil tersebut.

"Opioid?" gumamnya pelan, namun beberapa saat kemudian Jovan membulatkan matanya saat melihat Jian mulai menggeliat pelan, segera ia meletakkan benda berbentuk botol kecil tersebut di atas meja dan berpura-pura berdiri dengan acuh menunggu Jian benar-benar tersadar.

Sejenak melakukan peregangan, Jian masih belum sadar bahwa Jovan dari tadi berdiri di belakangnya. Ia merentangkan tangannya dan memegang lehernya, menggerakkannya ke kanan dan ke kiri karena terasa sakit tidur dengan posisi duduk.

"Ekhem." Malas menunggu terlalu lama, Jovan berusaha membuat suara supaya Jian tersadar akan kehadirannya. Jian sedikit tersentak dan membalikan badannya, "kak Jovan?"

Segera Jian membenarkan posisinya, Ia berdiri dengan cepat menghadap Jovan. Jovan sedikit meringis melihat tingkah Jian, Ia seperti sudah akan dihukum saja.

"Baru pulang?"

"Hah?" Celetuk Jian bingung. Jian memegang tengkuknya, jujur saja rasanya aneh bercampur dengan senang karena kakaknya di depan ini baru saja menanyakan hal yang hampir tidak pernah ditanyakan olehnya, "ah, Jian habis dari rumah Charles, ngerjain tugas project. Jadinya pulang telat."

Reaksi datar Jovan membuat Jian salah tingkah, bingung harus bagaimana. Bisa-bisanya dirinya ketiduran diatas meja makan, tadinya Jian berniat untuk makan apalagi ia pulang cukup malam.

Bukan tugasnya yang membuat Jian pulang larut, namun perjalanan dari rumah Charles ke rumahnya butuh waktu yang panjang apalagi Jian tak ingin menghabiskan uangnya— lagipula tidak banyak kendaraan di malam hari. Lapar nya bercampur dengan rasa lelahnya alhasil Jian ketiduran karena lelah.

"Aku ke kamar." Sela Jovan. Melihat punggung sang kakak berlalu, kedua sudut bibirnya terangkat pelan. Walaupun hanya satu pertanyaan singkat, dapat membuat perasaannya menghangat. Manusia memang seperti itu kan? kadang menjadi seseorang yang buruk tidak terkendali kadang menjadi orang yang lembut dan baik. Semua terjadi pada waktunya tergantung kesempatan yang diberikan setiap orang. Dan bagi Jian, kesempatan untuk setiap orang akan terbuka selalu.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang