◆Part 14 : being strong◆

21.6K 3.9K 139
                                    

"𝑬𝒏𝒋𝒐𝒚 𝒕𝒉𝒆 𝒑𝒓𝒐𝒄𝒆𝒔𝒔, 𝒇𝒆𝒆𝒍 𝒅𝒆𝒍𝒊𝒈𝒉𝒕 𝒊𝒏 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒄𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 𝒂𝒏𝒅 𝒍𝒐𝒗𝒆 𝒕𝒉𝒆 𝒆𝒗𝒆𝒓𝒚 𝒘𝒐𝒓𝒅𝒔"

Happy reading

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Gak bisa dihubungi lagi?" Yoga pindah duduk disebelah Juna yang tengah mengacak rambutnya frustasi, pasalnya ini sudah percobaan kesekian kalinya Ia menghubungi sang adik, tapi tak ada satupun yang menjawab.

"Mungkin, mereka sedang sibuk? kau sendiri yang bilang mereka itu hobinya bermain basket bahkan latihan sampai larut malam dan sering ikut turnamen kan?"

Juna mengangguk, "tapi, mereka tidak menghubungiku jika memang ada turnamen?"

"Karena terlalu fokus latihan mungkin."

Kemarin, Juna sudah mencoba menghubungi orang rumah, termasuk Vivian, tidak ada yang mengangkat juga. Hari ini juga sama. Perasaannya yang sudah campur aduk karena sikap Jeff semakin terasa tidak karuan.

"Perasaanku, tidak enak."

"Ku pikir, kau selalu memiliki perasaan yang tidak enak." kekeh Yoga pelan, rencananya Ia ingin sedikit mengubah raut wajah sahabatnya yang sedang mengkerut tak karuan itu, tapi sepertinya Ia salah, karena wajahnya tidak berubah sedikit pun.

"Aku serius."

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

'Byur!'

"Ah!!" Air di dalam bak dijadikan alat untuk membangunkan remaja laki-laki yang tengah tertidur menyandar pada dinding kamar mandi yang dingin

"Bangun! sudah pagi." Rasa dingin yang tak kunjung selesai dari semalam kini bertambah karena guyuran air dingin.

"Maa, badan Jian sakit." Jian mendapat hukumannya semalam. Bersyukur, bukan pukulan seperti biasanya setidaknya Jian tidak perlu menambah stok perban di kamarnya, namun hukuman kali ini menguji daya tahan tubuhnya. Badannya terasa pegal dan tubuhnya menggigil. Dingin, semalaman di kamar mandi membuat Jian harus menahan kantuknya. Tak ada tempat nyaman untuk sekedar bersandar melepas lelah, namun semua pertahanannya goyah. Rasa lelahnya yang tak tertahan membuatnya tertidur disaat matahari sudah akan muncul.

"Sakit? tapi kau tertidur pulas. Bangun dan banyak yang harus kau selesaikan, termasuk pecahan di kamarku juga harus kau bereskan."

Melihat kepergian Vivian setelah ucapan terakhirnya, mau tak mau Jian berusaha bangun. Rasa sakit di perutnya tidak membaik ditambah hawa dingin yang menusuk membuat setiap inci tulangnya terasa ngilu.

"Jam 8 pagi...." Gumam Jian pelan, artinya kedua kakaknya sudah pergi sekolah. Dan sesaat Jian juga dapat melihat Vivian keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil meninggalkan pekarangan rumah. Semuanya, meninggalkan Jian. Sejenak, Jian mencoba merenggangkan setiap sendi nya. Menarik nafasnya dalam-dalam. Rasa sakitnya di badannya tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya.

"Tidak ada gunanya bersedih."

━━━━━━━ ♡ ━━━━━━━

"Ada apa Jovan?" Jerian menghampiri kembarannya yang tengah beristirahat dari latihan. Meneguk sebotol minumannya dengan nafas yang terengah-engah. Ujian yang semakin dekat membuat siapapun akan stress. Namun bagi Jovan dan Jerian, bermain basket akan menghilangkan stress mereka.

Pelukan Untuk JianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang