2

2.3K 222 5
                                    

Sepanjang perjalanan menuju apartemen, perasaan Seokjin sangat tidak karuan. Ia terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi di dalam kehidupannya.

Seokjin yang melamun sedari tadi, tidak menyadari halte pemberhentiannya sudah tidak jauh lagi jika ia tidak sengaja melihat cafe dengan perpaduan warna coklat kopi dan putih, salah satu cafe favoritnya di seberang sana.

"Segelas caramel macchiato dan sepotong kue tiramisu sepertinya akan membawa kesadaranku kembali." Seokjin bersiap untuk turun dari bus dan setelah turun ia lanjut berjalan untuk memasuki cafe itu, aroma kue dan kopi dapat membuat pikiran seokjin terangkat sejenak.

"Hai Jimin." sapa Seokjin kepada pria berwajah manis yang sedang memakai affron bewarna cokelat kopi, pria itu tersenyum menatap Seokjin. 

"Hai Seokjin-hyung, seperti biasa?" Balas Jimin masih memasang senyum diwajahnya yang dibalas anggukan oleh Seokjin. Seokjin mengeluarkan beberapa lembar uang won dan menyerahkannya pada Jimin yang diterima oleh Jimin dan Seokjin diberi nomor meja untuk pesanannya.

Seokjin memilih tempat duduk didekat jendela dengan sofa bewarna senada cat dari cafe ini, kopi susu. Seokjin memilih duduk disini supaya dia bisa melihat kendaraan yang berlalu-lalang dengan sibuk di jalan besar sana. 10 menit kemudian Jimin datang membawa pesanan Seokjin yang mengambil alih perhatian Seokjin dari acaranya memandangi jalan.

"Lihatlah wajahmu itu Jin, kau seperti habis bertemu iblis di tengah jalan tadi, kusut sekali?" Jimin mendesis seraya mendudukan tubuh mungilnya di sofa seberang tempat duduk Seokjin.

Seokjin mendecih sebal, mulutnya langsung terarah pada sedotan hitam untuk menenggak caramel macchiato-nya.

"Aku bertemu yang lebih seram dari iblis, sampai aku tidak dapat mengumpamakan seperti apa sosoknya itu," adu Seokjin.

"Pasti ulah bos mu itu lagi kan?" Tebak Jimin yang langsung mengetahui tabiat sahabatnya ini, apalagi yang membuat Seokjin sangat sebal seperti ini. Semenjak sahabatnya ini bekerja di perusahaan Kim Corp, aura positifnya semakin lama semakin memudar. "Apalagi sekarang huh?" Lanjut Jimin sambil menatap Seokjin yang sedang memasukkan potongan tiramisu ke dalam mulutnya.

"Dia tidak mengizinkanku keluar dari perusahaanya Jim," Adu Seokjin sambil terus memfokuskan potongan-potongan tiramisu itu agar berakhir baik dalam mulutnya. "Dia berkata jika aku ingin keluar dari perusahaannya, hanya dia yang dapat mengeluarkanku."

"Loh? Kenapa seperti itu? Memangnya kontrak kerjamu di perusahaan itu seperti apa hyung? Apa kau tidak boleh mengundurkan diri secara sepihak atau semacam itu?" Tanya Jimin. Ah iya kontrak kerja, Seokjin hampir saja melupakannya. Ia harus cepat sampai ke apartemennya jika ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan Jimin dan tentu pertanyaannya juga.

"Aku harus segera pulang Jim, agar dapat menjawab pertanyaan mu itu," ucap Seokjin cepat sambil menyeruput habis minumannya yang mengundang keheranan dari Jimin. "Bye, Jim." Lanjut Seokjin seraya berdiri dari tempat duduknya dan berlalu tanpa mengizinkan Jimin membalas ucapannya satu katapun.

"Yaa! Yaa! Jin-hyung! Kim Seokjin!" Teriak Jimin dan tentu sudah tidak dihiraukan Seokjin lagi. "Aisshhh, dia itu benar-benar!" Decih Jimin memandangi punggung Seokjin yang sudah berlari sekuat tenaga tak karuan di seberang jalan sana.
———————

Dengan langkah lebar Seokjin keluar dari lift apartemennya menuju unit apartemennya yang terletak di paling ujung, ia memasukkan kode sandi dengan tidak sabar dan langsung menghambur masuk ke dalam kamarnya. Seokjin mencari kotak bewarna biru, kotak yang digunakan Seokjin untuk menyimpan dokumen-dokumen penting di dalamnya.

Netra Seokjin langsung tertuju pada map bewarna hitam dengan sampul bertuliskan Kim Corp di depannya. Seokjin ragu-ragu membukanya, dia takut kemungkinan yang ia pikirkan akan terjadi.

Kenapa aku bisa seceroboh ini.

Seokjin membaca poin demi poin yang terdapat dalam kertas putih, kontrak kerjanya itu. Semua normal sampai mata Seokjin bertemu pada poin 7–9, nafasnya tercekat dan Ia sedikit menegang.

"7. Pihak kedua tidak dapat mengundurkan diri dari perusahaan secara sepihak tanpa persetujuan dan izin dari pihak pertama."

"8. Pihak pertama berhak memerhentikan pihak kedua secara sepihak jika yang bersangkutan tidak memenuhi dan menuruti perintah pihak pertama."

"9. Kim Namjoon selaku pihak pertama memiliki hak penuh terhadap Kim Seokjin selaku pihak kedua, sekretarisnya."

Kepala Seokjin seperti berputar dan Ia tidak sanggup mencerna apa yang sudah dibacanya. Tidak-tidak dia pasti sudah salah membacanya kan? Tidak mungkin. Pikiran Seokjin terus berputar-putar sampai bunyi pintu kamarnya terbuka pun ia tidak menyadarinya.

"Yaa! Seokjin-hyung," panggil sosok ini membuat Seokjin telonjak kaget. "Kau sudah pulang ternyata, kenapa sepi sekali? Kau—Kau sakit? Kenapa mukamu itu pucat sekali?" Tanya sosok ini sambil mendekatkan diri pada Seokjin yang masih tidak bergeming dari tempat duduknya.

"Jungkook-ah," panggil Seokjin sedikit lirih. "Kau sudah besar kan? Kau bisa mengurus diri dan hidupmu sendiri kan?" Tanya Seokjin membuat sosok yang sedang berdiri dihadapannya ini terheran-heran, apa yang sudah membentur kepala hyung kesayangannya ini? ucapannya sangat meracau bagi Jungkook. "Sepertinya— aku ingin mendaftar program pengabdian hidup ke Afrika saja— Aku tidak sanggup menghadapi hari esok dan hari-hariku selanjutnya disini Jungkook-ah" rengek Seokjin kepada Jungkook, Jungkook tidak mengerti apa yang sedang dipikirkan hyung-nya ini tapi ikut program pengabdian hidup? Jungkook rasa hyung-nya sudah mulai tidak waras.

Bugh....

Suara pukulan itu terdengar sangat nyaring dan empuk. Ya, Jungkook dengan tanpa rasa kasih sayang memukul kepala hyung-nya dengan telapak tangannya, membuat Seokjin terkejut dan merasakan sakit disekitar bagian kepala belakang dan lehernya.

"Aw!" Ucap Seokjin marah. "Kurang ajar! Aku ini hyungmu berani sekali kau memukulku!" Protes Seokjin menunjukan delikan tajam pada Jungkook dan membalas Jungkook dengan menendang tulang keringnya.

"Hehehe, maafkan aku hyung," balas Jungkook sambil memegangi tulang kering kakinya, ia sedikit meringis merasa bersalah. "Aku pikir sudah terjadi sesuatu pada kepalamu itu makanya ku pukul biar dia betul kembali" Alasan yang tidak masuk akal Jungkook.

"Huwaaaaaa Jungkook-ah,"  Teriak Seokjin tiba-tiba, "Bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan?" Teriak Seokjin lagi histeris, ia bergelung-gelung di atas kasurnya.

Jungkook yang sedari tadi memerhatikan tingkah aneh hyung-nya ini, sedikit khawatir kalau-kalau hyung-nya ini memang sudah mulai kehilangan kewarasannya.

"Yaa, Seokjin-hyung," Panggil Jungkook membuat acara bergelung-gelung Seokjin terhenti. "Kapan kau mau ku daftarkan ikut program pengabdian hidup itu?" Balas Jungkook yang langsung mendapat hantaman bantal dari hyung-nya itu.

—————

Boss Kim Vs Secretary KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang