11

1.4K 167 13
                                    

Ah, terima kasih untuk mantan bosnya. Karena, berkat inisiatif mantan bosnya yang memberikan selimut pada Seokjin, Seokjin jadi tidak kedinginan sekarang. Seokjin itu sebenarnya sangat tidak tahan dingin.

1 menit, 2 menit berlalu dengan keheningan. Seokjin terus mencuri pandang dari balik gumpalan selimut tebal yang membungkus tubuhnya pada Namjoon yang masih diam tak berani membuka suara. Sebenarnya dia ingin mengatakannya atau tidak?

"Ck.." Seokjin berdecak agak keras.

"Sabar. Aku sedang memikirkan kata-kata yang tepat untuk menjelaskannya padamu." Suara Namjoon tiba-tiba menggema membuat Seokjin sedikit terlonjak mendengarnya.

"Aku tidak mengatakan apa-apa." Balas Seokjin acuh, dia kembali menatap pada langit yang memunculkan bulan penuh dengan taburan bintang yang membuat pikiran Seokjin menjadi lebih tenang.

Suasana kembali hening, Seokjin hanya akan menunggu Namjoon.

"Kakek—

Namjoon kembali membuka suara, Seokjin kenal nada suara ini. Rindu. Nada suara dari seseorang yang sangat merindu.

Seokjin memberikan seluruh atensinya pada Namjoon.

Namjoon mencoba menghela nafas dalam dan melanjutkan kalimatnya "Alasanku adalah kakek ku."

"Benar, aku adalah orang yang dengan tega meninggalkan adik dan orang tuamu yang sedang sekarat di pinggir jalan." Seokjin masih menatap Namjoon dalam, dia akan mencoba mencari kebohongan dari gerak-gerik yang Namjoon perlihatkan.

"Kakek—kakek ku terkena serangan jantung saat itu." Namjoon memejamkan matanya mengingat kejadian dimana dia sedang meeting dan diinterupsi oleh panggilan telepon bertubi-tubi dari Ryu. "Namjoon, kakek terkena serangan jantung." Detik itu juga seluruh dunia Namjoon gelap, dia tidak mau kehilangan pegangan hidupnya. Namjoon langsung berlari menuju mobilnya dan segera ingin sampai ke rumah.

"Aku bingung Seokjin, pikiran ku saat itu hanya tentang kakek ku. Sejak umur 7 tahun aku hanya hidup dengan kakek ku." Suara Namjoon mulai bergetar, dia mencoba menahan air matanya.

"Awalnya aku hanya akan melewati anak remaja yang dengan susah payah melambaikan tangannya ke arah mobil ku, tapi aku malah menginjak rem ku. Dia ketakutan Seokjin, adikmu ketakutan. Matanya sarat akan rasa takut dan cemas."

Seokjin mengepal tangannya, dia tidak akan bisa membayangkan seberapa takut dan cemasnya Jungkook saat itu. Adik kecilnya harus mengalami semua hal itu membuat hati Seokjin teriris ngilu.

"Deringan telpon yang terus terdengar adalah alasan kuat yang membuatku memilih menekan gas mobil dibanding membukakan pintu untuk mengantar adik dan orang tua mu ke rumah sakit." Namjoon saling meremat kedua telapak tangannya seakan tak mau berhenti sebelum ada yang terluka.

Dengan keberanian penuh Namjoon mencoba menolehkan wajahnya hanya sekedar melihat raut wajah Seokjin. Kosong.

"Seokjin— aku turut berduka cita atas meninggalnya kedua orang tua mu dan ma—maaafkan aku." Ucap Namjoon yang sudah menenggelamkan kepalanya di dalam dua pergelangan tangannya dengan tumpuan pagar besi.

Seokjin masih terdiam, dia bingung harus memberikan reaksi seperti apa. Apa dia harus memukul Namjoon? Apa dia harus menangis?

"Seokjin katakan sesuatu! Kau hanya diam saja dari tadi. Apa yang harus ku lakukan agar kau mau memaafkanku."

Seokjin menghela nafasnya. Dia berpikir sejenak sambil menatap kosong ke arah langit hitam di atas sana.

"Itu sudah takdir. Mungkin usia orang tuaku memang sampai di hari itu— Seokjin mengalihkan pandangannya pada Namjoon yang menatap dirinya dengan wajah frustasi dan mata memerah, "Aku tidak akan menyalahkan mu, karena itu hak mu mau menolong atau tidak. Kau tidak perlu meminta maaf padaku dan aku tidak perlu memberi mu maaf."

Boss Kim Vs Secretary KimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang