[24] Pulang

18 7 12
                                    

"Seharusnya rasa benci ini tetap seperti ini. Tapi kenapa, lambat laun benci ini memudar dan berganti dengan cinta. Bagimana bisa hati ini jatuh pada seorang yoga, yang terlihat seperti manusia yang mati rasa," Ela.

-----

"Yoga?" ujar Dinda terkejut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Yoga?" ujar Dinda terkejut.

Yoga duduk di sebelahnya. Menatap Dinda sendu, ia merasa kasihan padanya jika harus menanggung semuanya sendiri.

"Din, kamu harus jujur soal apa yang belakangan ini terjadi sama kamu! Terutama ke Asa!" pinta Yoga.

Dinda mengumpatkan tangisnya. "Dinda gak bisa. Selama ini, Dinda udah ngebebanin keluarganya. Dan Dinda gak mau mereka sedih dan pusing untuk membiayai perobatan Dinda,"

"Dinda udah merasa gak enak karena selama Dinda sama mereka, Dinda cuma bisa nyusahin mereka. Tolong, jangan kasih tau hal ini ke siapapun! Dinda mohon!" lirih Dinda.

Yoga menelan ludahnya, hati dan fikirannya yang tidak sinkron membuatnya merasa bingung. Ia memeluk Dinda agar bisa tenang, dan meng-iya kan permintaan Dinda.

"Gue bakal cari caranya, din. Tenang aja!" ujar Yoga.

Dinda mengangguk, "Dinda udah tulis naskah buat diterbitin. Hasilnya akan Dinda pakai buat berobat." memperlihatkan naskah buatannya.

Yoga mengangguk terharu, tapi Dinda justru menangis. "Kenapa, din?" tanya Yoga cemas.

"Dinda bingung harus pakai alasan apa waktu mau berobat nanti, tante Denira gak bakal ijinin Dinda pergi sendiri. Kalau Asa ikut, otomatis Asa pengen tau kenapa Dinda ke dokter,"

Yoga memeluk Dinda, mengelus lembut punggung Dinda. Dari jauh, Ela melihat mereka dengan wajah yang ditekuk. Sambil menghentakkan kaki kasar, Yoga seperti tidak tahu diri memintanya mengambilkan handphone nya yang tertinggal. Dan justru ia malah melakukan tebar pesona yang biasa dilakukan buaya untuk melahap mangsanya.

"Tuh! Buaya!" ucapnya sambil melempar handphone milik Yoga.

"Eh anjir, yang ikhlas napa! Untung jatohnya ke baju gue, kalo kena bawah pecah, lo bisa ganti?" ujar Yoga menantang.

"Gue bisa beliin lo apapun, tapi lo gak akan pernah bisa bayar apapun ke gue!"

Yoga mengernyitkan dahi, "maksud lo?"

Ela memutar badannya, sambil menghempas kasar rambutnya, "sama-sama, buaya!" lontarnya sambil berjalan.

Yoga baru faham apa yang dimaksud Ela. "Makasih babu!" balas Yoga.

Patahnya Sayap Angkasa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang