***
Lift membawa keduanya masuk ke ruang bawah tanah. Ruang besar yang sebenarnya gelap, namun punya banyak cahaya dari delapan layar komputer di salah satu sisi ruangannya, juga sedikit cahaya dari lampu-lampu kecil yang dipasang di langit-langit ruangan. Biaya listrik di sana pasti tinggi, sebab mereka harus menyalakan lampu sepanjang hari.
Di ruang bawah tanah itu, Jiyong dan Lisa baru bisa menemukan orang lain selain mereka. Ada seorang wanita berambut biru yang duduk di depan delapan layar komputer– empat di bawah dan empat di atas, semuanya dipasang di dinding. Seorang wanita lainnya– yang berambut hitam– berdiri di sebelah wanita biru tadi. Di tengah ruangan, tepatnya di sekitar meja besi berwarna hitam yang terlihat berat, dua pria berdiri, membaca beberapa berkas melalui layar tablet dan laptop mereka.
"Wahh... Kim Jennie... Lama tidak-" ucap Lisa, juga Jiyong, hampir bersamaan.
"Kau mengenalnya?" tanya Lisa, kepada Jiyong, mewakili rasa penasaran tiga orang lainnya.
"Kekasih-"
"Hentikan omong kosong yang akan kau bicarakan, tuan Kwon," potong Jennie yang terlihat gemetar– mungkin menahan marah.
"Wah... Apa ini di sengaja? Dia ada di sini untuk mengendalikan kita?" celetuk Lisa, tentu membuat Jiyong ikut bertanya, siapa Lisa– bagi Jennie.
"Dia juga kekasihku, iya kan sayang?"
"Ya! Kau! Augh! Menyebalkan! Ketua tim! Aku benar-benar tidak bisa bekerja dengan mereka!" marah Jennie yang setelahnya membanting berkas di tangannya ke meja Jisoo– si rambut biru.
"Sayangku! Mau kemana?!" celetuk Lisa, menanggapi penolakan Jennie.
Jennie melangkah dengan langkah kasar, masuk ke sebuah ruangan yang entah mengarah kemana. Seunghyun sebagai ketua tim menoleh pada Jisoo, memberi tanda agar Jisoo mengejar Jennie dan wanita itu pun pergi. Sedang Seunghyun kemudian menyambut rekan-rekan timnya yang baru saja datang.
Di sudut ruangan lainnya, ada tiga sofa panjang dengan sebuah meja kaca di tengah-tengahnya. Seunghyun mempersilahkan Jiyong juga Lisa untuk duduk di sana, sementara ia meminta Ten untuk pergi ke pantry, mengambilkan minuman untuk rekan yang baru datang tadi.
"Jadi apa hubunganmu dengan Jennie?" ulang Jiyong, mengabaikan Seunghyun yang berencana menjelaskan tugas dua narapidana itu. "Tidak bisa ku percaya dia... Uhm... Bisa ku sebut bisexual? Atau dia hanya menyukai wanita?"
"Tidak," jawab Lisa sembari tertawa. "Aku hanya menggodanya. Ketua tim pasti tahu kalau aku dan Jennie sangat dekat," susul Lisa, yang kemudian mengakui kalau ia dan Jennie sekolah di tempat yang sama mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Mereka bahkan mengambil jurusan yang sama saat kuliah. Jennie punya alasan kenapa ia membenci Lisa dan Seunghyun menggunakan alasan itu untuk meningkatkan performa Jennie. "Tapi aku tidak tahu kalau kalian pernah berkencan," komentar Lisa sembari memperhatikan Jiyong yang duduk di sebelahnya dari atas sampai bawah. "Uhm... Kau memang seleranya," susulnya kemudian.
"Aku juga bercanda," susul Jiyong yang kemudian terkekeh. "Dia juga seleraku, tapi aku langsung ditolak karena kami bertemu tujuh tahun lalu, di ruang interogasi. Menggodanya, sangat menyenangkan."
Kini Lisa terbahak-bahak. Tentu saja Jennie menolak Jiyong, karena mereka bertemu sebagai seorang profiler dan pelaku kejahatan, bukan sebagai wanita dan pria. Lisa sangat mengenal Jennie, meski Jennie benar-benar merasa dikhianati saat tahu apa yang Lisa lakukan. Rasanya ada sebuah pistol yang sengaja ditembakan ke punggung Jennie saat mendengar berita kejahatan yang Lisa lakukan.
Ten yang datang dengan dua botol air mineral kemudian melempar botol itu pada pangkuan Jiyong juga Lisa. Dengan ketus pria itu kemudian meminta para narapidana untuk berhenti bernostalgia dan mulai serius pada pekerjaan mereka. Dengan metode dan alat yang sama, Seunghyun juga ingin meningkatkan performa Ten dalam timnya.
"Kenapa? Kau juga ingin ikut bernostalgia, sayangku?" komentar Lisa, membuat Ten langsung memelototinya. Tatapan tajam pria itu membuat Lisa tidak bisa menahan tawanya, namun tawa itu tidak bertahan lama. "Baiklah, baiklah, jadi apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan?" tanya Lisa kemudian, menyelesaikan candanya untuk mulai bekerja.
Pertama, Lisa dan Jiyong akan tinggal di toko roti itu. Mereka tidak di bebaskan, mereka hanya mendapatkan sel tahanan yang baru– basement toko roti. Tanpa seizin Seunghyun, benda kecil di leher mereka akan meledak kalau mereka berani melarikan diri.
Sama seperti Jennie, Lisa ada di sana untuk jadi profiler kasusnya. Sedang Jiyong di rekrut untuk menemukan Mushroom Killer itu– ia dianggap sebagai seorang yang paling berpengalaman di gunung, tempat para korban ditemukan. Sebagai seorang yang pernah terlibat dalam kartel narkoba, Jiyong pun dianggap mampu mengenali jamur yang jadi ciri khas pembunuhan itu. Terlebih kalau kasus ini lebih dari kasus pembunuhan berantai biasa– Jiyong pasti akan sangat berguna.
"Aku sudah memahami segalanya, jadi kapan aku bisa pulang?" tanya Lisa, pada Seunghyun. "Aku harus mengambil peralatan kerjaku di rumah," susulnya.
"Semua peralatan sudah tersedia di sini," komentar Ten namun tidak cukup memuaskan Lisa.
"Pakaian. Peralatan kerjaku adalah pakaianku. Aku harus pulang, mandi dan mengganti pakaian, iya kan?" protes Lisa dan Jiyong pun menyetujuinya. Mereka perlu pulang dan bersiap untuk bekerja.
Seunghyun dan Ten mengantar keduanya untuk pulang. Pertama-tama mereka pergi ke rumah Lisa, di sebuah unit apartemen mewah. Seunghyun, Ten sampai Jiyong ikut turun dari mobil untuk masuk ke dalam rumah mewah itu. Namun Seunghyun hanya memberi Lisa tiga puluh menit untuk berkemas. Karenanya, dengan tegas dan sedikit tidak tahu malu, Lisa mendorong tiga koper pada tiga pria di dalam rumahnya itu. Ia ajak mereka ke dalam walk in closet-nya kemudian menyuruh mereka untuk bantu berkemas.
"Tolong masukan barang-barangku ke koper," suruh Lisa, yang membuat Seunghyun mengemasi beberapa tas dan sepatunya, membuat Jiyong mengemasi beberapa pakaiannya dan membuat Ten mengemasi beberapa buku juga perhiasannya.
Ditengah kesibukan– yang tentu saja penuh keluhan– Lisa bertanya, "apa aku harus berbagi kamar dengan seseorang atau punya kamarku sendiri?"
Wanita itu tidak keberatan dengan keduanya. Ia bertanya sebab harus menyesuaikan beberapa barangnya dengan keadaan itu. Untungnya Seunghyun akan memberi Lisa sebuah kamar untuk dirinya sendiri– sedang Jiyong harus berbagi kamar dengan dirinya atau Ten kalau-kalau mereka perlu menginap. Jisoo dan Jennie tinggal tidak jauh dari tempat itu, jadi mereka pulang setiap malam. Meski begitu, dua kamar tidur yang ada di toko roti itu adalah ruang istirahat untuk seluruh anggota tim, jadi Lisa dan Jiyong tidak punya hak khusus di tiap kamarnya.
"Kalau begitu ini saja," ucap Lisa sembari mengambil beberapa bingkai foto lalu berlari kecil ke kamar mandi, ia ingin mengemasi peralatan mandinya juga mengambil beberapa uang tunai yang disimpannya dalam lemari bersama pembalut.
Berbeda dengan Lisa yang membawa empat koper besar dari rumahnya– semuanya telah lolos dari pengecekan Seunghyun– Jiyong hanya pulang untuk mengambil sekoper pakaian. Meski begitu, Seunghyun pun ragu kenapa Lisa membutuhkan semua barang tidak berguna itu. Mereka akan bekerja, bukan berlibur. Di rumahnya, Jiyong tidak butuh banyak waktu. Ia hanya mengemasi pakaiannya, juga beberapa uang tunai yang di simpan di sana. Meski begitu, Lisa tersenyum sinis saat masuk ke dalam rumah Jiyong yang ada di pinggiran kota. Sebuah apartemen di daerah yang sudah lama ditinggalkan, daerah yang katanya akan di lakukan pembangunan ulang.
"Berapa banyak aset yang kau miliki?" tanya Lisa, sedikit berbisik saat ia sengaja mendekati Jiyong yang tengah berkemas.
"Jangan membuat rencana yang-"
"Kau benar-benar penakut, Ten. Rencana apa yang bisa ku buat dengan pengkhianat? Aku hanya bertanya berapa kondom yang dia punya dan menyuruhnya membawa beberapa," potong Lisa, membuat Jiyong langsung mengingat persediaan kondomnya di laci kamar– satu.
"Hanya satu," jawab Jiyong. "Hanya satu, tapi besar," susul pria itu, menjawab dua pertanyaan Lisa sekaligus.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.