***
Tim forensik bilang, Ten membunuh dirinya sendiri, meski tidak ada satupun pesan bunuh diri di sana. Ada sejumlah besar alkohol yang bercampur dengan nitrazepam- kandungan narkoba dalam anti-depresan yang akhir-akhir ini Ten konsumsi. Mereka yang mengautopsi tubuh Ten, berasumsi kalau pria itu telah menelan tiga botol anti-depresannya.
Botol-botol itu di temukan, satu di atas nakasnya dan dua terguling ke bagian bawah ranjangnya. Pria itu sempat muntah, ke sisi lain ranjang, namun tubuhnya yang lemah karena obat itu membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa sampai akhirnya ia tewas dalam tidurnya. Kalau pagi ini seseorang menemuinya, mungkin pria itu bisa tetap hidup, meski ia harus di rawat di rumah sakit. Tapi sayangnya, tidak ada seorang pun yang menduga Ten akan menenggak semua obat itu di dalam kamarnya yang memang selalu tenang.
Dugaan bunuh diri, jadi semakin jelas karena banyaknya luka sayat di lengan pria itu. Di tambah kesaksian dari seluruh anggota tim yang melihat sendiri bagaimana kesakitannya Ten akhir-akhir ini. Sayangnya, keberadaan Lisa di sana justru jadi sebuah masalah yang lain.
"Jadi, karena kasus malpraktikku enam tahun lalu, kalian pikir aku membunuh Ten?" tanya Lisa, di dalam ruang interogasi. "Jennie bilang kalau aku berharap Ten meninggal? Tidak. Aku tidak berharap dia meninggal, aku hanya berharap dia tersiksa sampai meninggal. Apa aku bersalah karena berharap begitu? Dengar, Ten pernah jadi calon suamiku. Kami hampir menikah- aku harusnya menikah dihari aku ditangkap, dan Ten sendiri yang menangkapku. Bagaimana perasaanmu kalau ada di posisiku? Aku di labeli pembunuh dihari pernikahanku, oleh calon suamiku sendiri, dia bahkan mencampakkanku setelah itu, apa aneh kalau aku berharap dia tersiksa? Ten bisa jadi superhero untuk kalian, dia bisa jadi pahlawan karena telah menangkap banyak penjahat sepanjang hidupnya. Tapi untukku, hanya untukku, dia pria yang kejam."
"Jadi itu alasanmu membunuhnya?" desak petugas yang mengintrogasinya.
"Bagaimana aku membunuhnya? Dengan bom di belakang leherku? Bagaimana caranya aku masuk ke kamarnya yang terkunci, memaksanya menelan tiga botol anti-depresan tanpa meledakkan bom di belakang leherku? Satu pukulan tepat di belakang leherku, aku bisa shock, kejang lalu mati. Ten tahu itu, semua anggota tim tahu itu. Ten bisa dengan mudah menyelamatkan dirinya sendiri, kalau memang aku penyerangnya."
Awalnya tidak ada yang mempercayai ucapan Lisa, namun kesaksian Jiyong membuat gadis itu bebas dari tuduhan. Dengan tenang di ruang interogasi lain, Jiyong mengatakan kalau ia berkali-kali keluar masuk kamar Lisa.
"Aku tidur di kamar Lisa semalam. Kami masuk ke kamar sekitar pukul delapan, setelah makan malam. Bertengkar sedikit kemudian berbaikan dan tidur. Karena aku mudah terbangun, aku yakin kalau aku akan bangun semisal Lisa pergi. Tapi Lisa tidak pergi sampai pagi. Begitu pagi, aku harus bersiap kembali ke penjara, jadi aku sarapan kemudian mengemasi beberapa pakaianku di kamar. Sementara Lisa menelepon ketua tim sepanjang pagi. Mereka berdebat tantang kasus yang sedang kami kerjakan," cerita Jiyong, dengan sangat tenang seolah semua telah di rencanakan.
Malam harinya, Jennie sibuk dengan kesedihannya. Wanita itu pulang ke rumah dan mengurung dirinya di sana, sementara Seunghyun mengantar Lisa kembali ke penjara dan Jisoo mengantar Jiyong ke rumah tahanannya.
"Kerja bagus," puji Jiyong begitu mereka tiba di pintu belakang rumah tahanan, di luar mobil saat Jisoo melepaskan borgol di tangan Jiyong. "Kemana perginya tiga botol obat itu? Kau tidak dengan sengaja meninggalkan barang bukti, kan?"
"Closet. Kecuali mereka mau membongkar septic tank, mereka tidak akan menemukan barang bukti apapun. Untungnya luka-luka gores di lengannya itu menyamarkan bekas suntikannya," jawab Jisoo. "Tapi, kenapa membunuhnya sekarang? Kita belum mendapatkan laboratoriumnya."
"Hm... apa harus ada alasannya? Tentu saja, kau tidak boleh membunuh tanpa alasan. Aku hanya tidak menyukainya... Dia terus melewati batasnya. Siapa yang memberinya izin untuk berpendapat? Dia terlalu usil. Suruh dokter itu menemui Lisa besok, katakan padanya kalau Lisa akan mengaborsi bayinya," perintah Jiyong, dengan tangannya yang sibuk menyentuh bagian belakang lehernya sendiri.
"Lisa hamil?" tanya Jisoo dan Jiyong menaikan bahunya.
"Itu bukan urusanmu," susul Jiyong bersamaan dengan keluarnya dua orang sipir dari dalam penjara.
Sipir-sipir itu membawa masing-masing dua kardus mie instan, kemudian meletakan kardus-kardusnya di bagasi mobil Jisoo. Jiyong bilang, Jisoo berhak mendapat bonus karena pekerjaannya yang sempurna. "Terus lah berguna untukku, aku masih punya banyak mie instan yang bisa aku bagikan," susul Jiyong sembari menepuk-nepuk bahu Jisoo kemudian melangkah pergi meninggalkan mobil wanita itu.
Setelah berganti pakaian, Jiyong melangkah masuk ke dalam penjara tempat ia tinggal. Rasanya tidak ada yang berbeda bahkan setelah ia pergi beberapa minggu dari sana. Ada beberapa tahanan baru, namun belum ada satupun yang menarik perhatian Jiyong.
Di tengah langkahnya, kepala sipir dalam penjara itu menyapa Jiyong. Setelah beberapa lama tidak bertemu, pria itu menjamu Jiyong di ruang kerjanya kemudian mengulurkan dua lembar kertas pada Jiyong, selembar kertas berisi rekam medis dari seorang dokter dan satu lembar lagi adalah formulir pembebasan bersyarat.
"Bisa kau berikan ini untuk orang lain?" tanya Jiyong setelah melihat kertas-kertas yang di tunjukkan padanya. "Aku tidak keberatan tinggal di sini beberapa bulan bahkan satu tahun lagi. Aku menghamili seorang tahanan, kalau melihat kepribadiannya, dia mungkin akan melahirkan anak itu."
"Astaga... Anakmu tidak boleh lahir di penjara," komentar si kepala sipir.
"Karena itu aku harus merubah sedikit rencanaku. Dia harus bebas, kurang dari lima bulan, atau setidaknya sebelum melahirkan. Jadi berikan ini padanya, lalu urus yang baru untukku. Aku bisa menunggu, jadi selesaikan satu yang lebih mendesak. Hubungi pengacaraku dan selesaikan masalah ini dengannya," suruh Jiyong dan pria yang ia ajak bicara bersedia melakukannya. "Ah! Ku dengar putri bungsumu akan menikah dengan seorang guru sekolah dasar? Sebuah apartemen dengan tiga kamar di dekat tempat kerja menantumu, bagaimana?"
"Terimakasih banyak, aku akan segera menyelesaikan semuanya, tuan Kwon," jawab si kepala sipir yang setelahnya Jiyong tinggalkan sendirian di ruang kerjanya. Kini Jiyong harus kembali ke kamar tidurnya- alias sel tahanannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.