***
Lisa mengabaikan Jiyong begitu meeting berakhir. Namun seolah tahu alasan gadis itu menghindar, Jiyong tidak berusaha mendekatinya. Pria itu justru mendekati Jennie, meminta Jennie untuk segera mengurus kepulangannya- Jiyong akan kembali ke penjara, untuk memancing Park Jinyoung datang langsung menemuinya. Meski awalnya ditentang, sebab mereka khawatir Jiyong akan berkhianat dan memilih bekerja untuk Park Jinyoung, namun mereka akhirnya memutuskan untuk bertaruh- dengan nyawa Jiyong.
"Akan ku urus sendiri pekerjaanku," ketus Jennie. "Kenapa kau tidak mengurus kekasihmu yang sedang luar biasa cemburu itu? Pergi!" usir Jennie namun Jiyong tidak berencana untuk menurutinya. Jiyong punya maksud lain.
"Akan ku urus sendiri kekasihku," balas Jiyong. "Beritahu aku bagaimana caranya mematikan bom di leherku," bisik Jiyong, yang sengaja berdiri di belakang Jennie, sengaja mencondongkan tubuhnya untuk menghimpit gadis yang duduk di kursi kerjanya, di depan seperangkat laptopnya.
Jennie menoleh, ingin menatap tajam pria yang mendesaknya ke sudut itu, namun langsung memalingkan mukanya saat wajah mereka bertatapan terlalu dekat. "Cara mematikan bom di lehermu? Mudah. Mati saja," balas Jennie, dengan jemari yang terkepal, menahan diri dari iblis yang menghimpit tubuhnya di kursi kerjanya sendiri.
"Ah... Begitu? Lantas, haruskah aku mati bersama sahabatmu yang sangat manis itu?" bisik Jiyong, tepat di telinga Jennie, membuat wanita itu memukul meja di depannya, hendak melawan Jiyong dan ancamannya, tapi posisinya tidak seberapa menguntungkan.
Dengan kakinya, Jiyong mendorong kursi Jennie semakin masuk ke dalam ceruk mejanya. Ia mengunci tubuh kurus Jennie di sana. Tangannya bahkan meraih kepalan tangan Jennie, meremasnya dengan cukup kuat meski mereka kelihatannya tengah saling menggoda.
"Jangan marah. Kematian Lisa akan membebaskanmu dari bayang-bayang si nomor satu, benar kan? Nomor dua?" bisik Jiyong masih di telinga Jennie. "Kau juga bisa mendapatkan Ten bahkan ketua tim dengan kematiannya. Jujur saja, kau juga membencinya, si nomor satu. Si nomor dua selalu membenci si nomor satu. Si nomor dua selalu merasa rendah diri, menyedihkan. Tapi kalau kau tidak ingin jadi si nomor dua yang menyedihkan, ikuti kata-kataku. Beritahu semua orang kalau aku mengancammu, lalu si nomor satu akan langsung mati di hadapanmu," ancam Jiyong yang kemudian melepaskan Jennie dan berjalan menjauhi meja gadis itu bekerja.
Dengan senyum di wajahnya, Jiyong menghampiri Jisoo. Ia melakukan hal yang sama pada Jisoo- menghimpitnya di meja namun mengatakan hal yang berbeda. "Aku ingin tidur denganmu, malam ini. Aku bosan menghabiskan malam dengan kekasih ketua tim," ucap Jiyong, membuat kesan yang ambigu dalam kepribadiannya- hal yang selalu ia lakukan selama berada di markas itu. Membangun kepercayaan, untuk menghancurkan mereka di puncak rencananya nanti- sebentar lagi.
Sementara Jiyong sibuk membuat kesan pria berengsek dalam timnya, Choi Seunghyun justru mengurung Lisa di kamar gadis itu. Seunghyun mengunci pintunya dari dalam, dan tidak akan membukakan pintu itu sampai Lisa memberitahunya dimana rekam medis Roseanne Park. Seunghyun kesal, sebab Lisa tidak segera memberitahunya tentang rekam medis itu.
"Temukan Lee-"
"Dendammu tidak penting sekarang!" marah Seunghyun, untuk pertama kalinya sejak mereka saling kenal beberapa tahun lalu- enam tahun lalu. "Dimana rekam medisnya?! Kita tidak perlu bergerak sejauh ini kalau kau langsung memberikan rekam medisnya! Aku tidak perlu membawa bajingan Kwon Jiyong itu kesini kalau kau memberitahuku semuanya sejak awal!" bentak pria itu, kesal karena mereka telah melewati banyak hal termasuk merekrut Ten, Jennie juga Jiyong dalam tim itu.
"Kenapa aku harus melakukannya?" sinis Lisa kemudian. "Kenapa aku harus membiarkan semua kesenangan ini berakhir begitu saja? Take and give, kau tidak lupa, kan? Bawa Ten dan Jennie kesini, maka akan aku antar kau ke laboratorium itu-"
"Aku sudah membawa Ten dan Jennie kesini! Sekarang berikan rekam medisnya!" potong Seunghyun, yang sebagian dari dirinya merasa tertipu oleh trik murahan psikiater di hadapannya. "Apa kau tahu? Dua orang yang sangat ingin kau hancurkan itu, mereka tetap berada di sini supaya kau bisa hidup. Sekarang Ten menghancurkan dirinya sendiri dan Jennie bekerja seperti orang gila- mereka bisa mati karena kesakitan dan kelelahan, karenamu."
"Memang itu yang aku inginkan. Pembunuhan pertamaku- aku ingin mereka jadi korban pembunuhan pertamaku! Akan ku buat mereka tersiksa sampai mati dan kau tidak bisa menghentikannya!" balas Lisa, melampiaskan emosinya pada Seunghyun meski Jiyong lah yang sebenarnya membuatnya marah.
Melihat kilat marah gadis itu- atas kejadian dimasa lalu yang tidak Seunghyun ketahui- Seunghyun menutup mulutnya. Tanpa mengatakan apapun, pria itu membuka handphonenya, menunjukan tombol kontrol akan bom di belakang leher Lisa. Seunghyun tidak benar-benar ingin membunuh Lisa, Seunghyun tidak yakin ia mampu melakukannya, namun ia tidak punya alasan lain sebab hanya kematian yang bisa mengendalikan Lisa. Sama seperti semua manusia yang hidup di muka bumi- Lisa takut akan kematian.
Sialnya, Seunghyun keliru malam ini. Lisa yang takut akan kematian tidak bergeming dengan ancamannya. Alasannya sederhana, sebab Seunghyun akan kehilangan Rose begitu ia kehilangan Lisa. Sembari tersenyum sinis, gadis itu menghampiri Seunghyun, bukan untuk memprovokasinya, namun untuk menyadarkannya.
"Sayangku, apa kau lupa akan rasa bersalahmu? Roseanne Park, kekasih yang ingin kau tinggalkan itu, jadi bisu setelah ia melihatmu jatuh cinta padaku... Kau, mengingatnya, bukan? Lisa, kurasa aku tidak bisa menahannya lagi, aku tidak bisa melihat Rose lagi. Dia jadi sangat berbeda sekarang. Dia terus melakukan hal-hal yang ku benci, dia terus memintaku untuk memberinya cinta, tapi aku tidak memilikinya lagi. Setiap kali dia bicara, setiap kali dia gugup, setiap kali dia ketakutan, setiap kali dia jadi gila karena ketakutannya, aku membencinya. Lisa, aku hanya ingin bicara denganmu... aku ingin bertemu denganmu, tapi aku tidak bisa terus memakai Rose sebagai alasanku. Ini melelahkan. Bukan Rose, tapi aku yang ingin terus bertemu denganmu, bicara denganmu. Semua kata-kata itu, lalu ciumannya, kau mengingatnya, bukan? Kau juga harus ingat kalau Rose jadi benar-benar gila setelah mendengarnya, aku harus membuatnya berhenti bicara karena kegilaan itu, iya kan? Jangan melupakannya, kita ada di sini karena rasa bersalah itu," ucap Lisa, sembari menatap Seunghyun dan mengancamnya dengan ingatan, mengikat pria tinggi itu dengan rasa bersalah yang ia sugestikan.
"Kau masih ingin membunuhku? Kalau begitu bunuh aku," susul Lisa, kali ini sembari mengusapkan tangannya ke dada bidang pria itu. "Tapi... Siapa yang akan menyembuhkan Rose kalau aku mati? Dia tidak mungkin hidup bisu selamanya... Kasihan sekali Roseanne... Satu-satunya orang yang ia harapkan, mengkhianatinya, membencinya, ingin membuangnya, ingin meninggalkannya disaat-saat terburuk dalam hidupnya. Dan sekarang orang itu ingin membuatnya bisu selamanya? Seharusnya dia mati saja... Dunia terlalu kejam untuknya," tutur Lisa, yang perlahan-lahan membuat Seunghyun kembali tunduk pada kuasanya, ia kembali di manfaatkan, kembali di jadikan boneka oleh parasit yang pelan-pelan menelan otaknya. Seunghyun seperti seekor siput gila tidak berdaya yang dipermainkan cacing keji dalam otaknya.
"Bunuh aku," terus Lisa, yang dengan lembut membelai tangan Seunghyun. Tangan penuh otot itu ia usap, ia sentuh kemudian mengarahkan handphone yang ada di sana ke hadapan wajah Seunghyun. Lisa membuat Seunghyun yang gemetar karena gejolak rasa bersalahnya, menatap layar handphonenya sendiri. "Aku tidak keberatan, bunuh aku," susul Lisa, terus memprovokasi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.