***
Dalam sebuah ruang tengah di villa yang tidak diketahui lokasinya, Roseanne Park berdiri menatap keluar jendela. Ia terlihat begitu resah. Tangannya yang berkeringat ia tautkan, meremas satu sama lain dengan perasaan was-was yang sangat menganggu. Nafasnya memburu, seolah ia dikejar-kejar oleh sesuatu. Ia berkeringat, anak-anak rambutnya terlihat menempel di dahinya, basah karena keringat.
Di tengah kegelisahan wanita itu, TOP memperhatikannya. Dari sofa pria itu duduk, tenang memperhatikan Rose yang luar biasa gugup. "Tidak bisa kah kau duduk? Kita perlu bicara," ucap Seunghyun, menegur wanita yang gugup dengan kemeja juga celana panjangnya.
"Duduklah, sayang... apa yang kau cari? Aku harus pergi bekerja dua jam lagi. Kau tidak ingin melihatku?" ulang Seunghyun, setengah membujuk dan setengah lainnya kesal. Sebab, sudah satu jam Rose seperti itu, gugup dan tidak mengatakan apa alasannya. Padahal waktu mereka untuk bertemu, untuk bercengkerama, untuk berkencan sangatlah terbatas.
"Pergi lah kalau kau hanya mau mengomel," balas Rose, membuat Seunghyun langsung menaikan alisnya, rasa kesal kini memenuhi dadanya. Meski sebelumnya ia sangat merindukan wanitanya.
Kesal karena ucapan Rose, Seunghyun melangkah meninggalkan tempat itu. Ia tinggalkan bangunannya, memacu mobilnya untuk pergi menjauhi kekasihnya. Setelah mengemudi beberapa jam, Seunghyun turun di depan sebuah klinik kesehatan jiwa. Tempatnya berada di tengah kota, di kawasan pertokoan yang cukup ramai. Melihat bangunannya, Seunghyun bisa menebak sekaya apa pemilik gedungnya– si psikiater yang membuka praktiknya di sana.
Sayangnya, saat Seunghyun tiba di sana, tempat itu tengah ramai oleh pengunjung. Bukan pasien yang berkunjung ke sana, tapi polisi juga reporter. Psikiater sekaligus pemilik gedung beserta klinik itu baru saja di tangkap, pagi tadi, di kantor polisi– mungkin bisa juga di sebut menyerahkan diri. Dan kini semua orang berada di kliniknya, merekam juga menyita semua barang yang mungkin bisa menjadi bukti kejahatan si psikiater.
Seunghyun berdiri di sana, memperhatikan semua yang terjadi, menjadi pengamat seperti bagaimana pekerjaannya. Lantas, matanya menangkap seorang pria. Pria itu berambut hitam, potongan rambutnya rapi seperti seorang mempelai pria namun acak-acakan karena di jambak. Si pria berambut hitam itu berdiri di atas trotoar, memperhatikan klinik yang ramai dari jauh. Perlahan, ia membungkuk, mungkin kakinya lemas. Perlahan, ia berlutut, mungkin ia tidak bisa lagi menahan diri. Perlahan, ia jatuh di atas trotoar dan menjambak rambutnya sendiri, mungkin ia menyesal.
Ingatan itu memenuhi kepala Seunghyun setiap kali ia melihat Ten. Mungkin kah ia akan jadi seperti Ten kalau menyerah pada Rose sekarang? Seunghyun ingin belajar dari pengalaman Ten, ia tidak ingin melakukan kesalahan yang sama seperti Ten namun hatinya mengatakan yang sebaliknya. Ia harus menyerah sekarang– pikirnya.
Malam itu, di meja meeting. Jennie tengah menjelaskan rencananya menemukan Seungri pada seluruh rekan timnya. Namun hanya Seunghyun dan Jiyong yang terlihat tengah mendengarkannya. Jisoo mendengarkan, sembari sebagian konsentrasinya ia curahkan pada laptop di depannya. Ten hanya menunduk, menatap sepatunya dengan pikiran yang berlabuh entah kemana– sesekali Seunghyun memperhatikan Ten, ingin menegur pria itu namun terlalu malas melakukannya sebab ia sudah tiga kali menegur pria itu dan tidak ada perkembangan. Sedang Lisa, gadis itu mendengarkan Jennie sembari membaca beberapa berkas di depannya, berkas yang bisa membantunya mengenali Seungri dan semua kejahatan pria itu.
"Apa yang akan kau berikan padanya setelah menemukannya?" tanya Jiyong, menyela Jennie dan rencananya. "Bagaimana kau akan membuatnya bekerja untukmu? Bukankah lebih baik kita menemukan laboratorium Park Jinyoung-"
"Aku tahu dimana laboratoriumnya," potong Lisa. "Tapi aku tidak akan membawamu ke sana kecuali kau memberikan Lee Seungri sialan padaku," susul gadis itu membuat Jiyong langsung menganggukan kepalanya, seolah ia mempercayai Lisa. "Sungguh, aku tahu dimana laboratoriumnya meski itu bukan alamat pastinya," yakin Lisa yang sekarang mengangkat kepalanya, menatap Jiyong kemudian Seunghyun dan Jennie bergantian.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Jennie, yang sudah hampir putus asa menemukan laboratorium itu– karenanya ia mencari Seungri, sebab ia pikir ia bisa mengikuti Seungri pergi ke laboratorium itu.
Lisa menatap papan tulis kaca di dalam ruangan itu. Ia terlihat tengah membaca beberapa tulisan di sana, melihat beberapa foto di sana, kemudian menunjuk salah satu foto mayat berjamur di sana. Foto mayat yang mereka temukan di padang ilalang, foto tubuh yang mereka akui sebagai Roseanne Park.
"Enam tahun lalu dia pasienku– meski baru satu kali konsultasi. Roseanne Park, sebelum aku diantar ke kantor polisi oleh calon suamiku," tuturnya sembari memperhatikan Ten yang tidak bereaksi atas ucapannya.
"Jadi, nona Park memberitahumu lokasi laboratoriumnya?" tanya Seunghyun, terlihat sedikit terkejut.
"Aku sudah mengikuti jejak nona Park, selama dia hidup. Dia tidak pernah bertemu dengan siapa-"
"Laboratoriumnya saja rahasia. Setelah mereka membunuh Roseanne, apa menurutmu mereka akan meninggalkan jejak? Seorang agen rahasia seperti Park Jinyoung? Kalian akan meninggalkan jejak?" tanya Lisa, memotong ucapan Jisoo. "Mereka tidak membunuh Roseanne Park karena senang membunuh. Roseanne Park tahu sesuatu atau mungkin ingin membocorkan rahasianya, karena itu dia di bunuh. Mereka bahkan bisa membuat berita mushroom killer ada dimana-mana, apa yang sulit dari menghilangkan jejak? Aku yakin mereka sudah menghancurkan rekam medis Roseanne Park di klinikku. Tapi jangan khawatir, aku menyimpan back up-nya di tempat yang sangat aman. Mereka pasti tidak akan menduga kalau aku punya lima sampai enam salinan rekam medis pasienku, tapi pasien yang spesial-"
"Rumahku?" potong Ten.
"Kenapa aku menyimpan rekam medis pasien spesialku di rumah seorang agen mata-mata? Itu sama seperti memintamu membeberkan semuanya. Yang ada di rumahmu hanya pengalihan. USB-USB di loker stasiun juga pengalihan. Setumpuk berkas di gudang rumah orangtuaku juga pengalihan. USB di loker tempat gym, di brangkas bank, lalu satu lagi di... dimana? Aku lupa dimana salinan kaenam rekam medis pasien-pasienku- ah! Di loker sauna. Salinan keenam di loker sauna, tapi yang spesial tidak ada di sana."
"Lalu dimana yang spesial?" tanya Jennie.
"Cari Seungri, dan akan ku berikan salinan spesialku. Lanjutkan rencanamu. Apa yang akan kau lakukan untuk membuat Seungri ada di pihakmu?" balas Lisa yang kini menutup berkas-berkasnya. "Hanya ada dua cara untuk membuatnya berada di pihakmu, iya kan? Jennie-ya, sayangku, kau tahu itu kan? Dua hal yang bisa membuat manusia bertekuk lutut?" susul gadis itu sembari menatap Jiyong yang menyunggingkan seulas tipis senyum miringnya.
Jiyong menganggukan kepalanya, menyetujui ucapan Lisa, namun di saat yang sama ia juga memancarkan sebuah ekspresi yang sulit orang lain artikan. Ekspresi yang membuat Lisa setengah membeku, setengah khawatir. Ekspresi samar yang seolah menunjukkan sebuah pertanyaan– jadi, kau tahu apa yang aku lakukan?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.