30

613 122 4
                                    

***

Ada sebuah lapangan berukuran sedang di tengah-tengah penjara yang Lisa tempati ini. Setiap harinya, di jam-jam tertentu semua tahanan di izinkan berkeliaran di lapangan tersebut. Satu sampai dua jam sehari, mereka diberi waktu untuk berolahraga dan mengobrol di bawah terik matahari. Di tepi lapangan, sebuah bangku-bangku tribun berada. Di sana, Nana si label merah duduk sendirian, menatap kosong pada lapangan yang berdebu. Label merah berarti hukuman mati, namun karena kini hukum eksekusi itu telah di larang, Nana hanya akan tinggal di penjara, sampai nanti kematian menghampirinya.

Lisa mengulurkan tangannya, tepat di depan Nana. Ia hendak menjabat tangan wanita itu, namun Nana menolak dengan memalingkan wajahnya. Sembari menghela nafasnya, Lisa berjalan, menaiki tribun di depannya kemudian duduk di sebelah Lisa.

"Mantan calon suamiku, baru saja meninggal," ucap Lisa sedikit berbasa-basi. "Katanya dia bunuh diri. Tapi aku tahu dia tidak melakukannya. Aku mencurigai seseorang, yang mungkin membunuhnya. Aku bertanya pada Kim Dami tentang orang yang ku curigai, dan setelah pembicaraan panjang, dia mengantarku ke sini. Kwon Jiyong, tahanan 2703, orang yang aku curigai."

Dengan malas, Nana menghembuskan nafasnya. Seolah ia sudah jengah dicari hanya karena Kwon Jiyong. Wajahnya rusak, luka bakar tingkat tiga telah merusak lapisan epidermis dan dermis dari kulit pipinya, membuatnya terlihat merah kehitaman seolah hangus. Sedikit mengerikan saat melihat lekung bibirnya terangkat, mengulas sebuah senyum kecut yang untungnya tidak menggoyahkan Lisa.

"Aku tidak bisa menghubungkan kalian. Aku bukan pengantar pesan. Aku hanya tahanan di sini," jawab Nana, yang kini bangkit untuk meninggalkan Lisa.

"Aku tidak memintamu mempertemukan kami. Aku justru harus terus bertemu dengannya. Karena itu, aku ingin dengar pendapatmu tentangnya. Aku takut... Aku takut dia akan membunuhku, seperti dia membunuh calon suamiku," tahan Lisa. Ia raih tangan Nana, meminta wanita itu menatapnya kemudian menyentuh perutnya. "Aku melakukan kesalahan saat dapat kesempatan keluar dari sini untuk membantu polisi. Aku mabuk, bertemu dengannya dan tidur bersamanya," jelas Lisa, sedikit berbohong akan situasinya.

Nana memperhatikan arah tangan Lisa, hingga tanpa sadar tangannya menyentuh perutnya sendiri. Mata gadis itu bergetar, seolah tengah memberitahu Lisa kalau ia juga pernah hamil dan mungkin menyesali perbuatannya di masa lalu. Menyesal karena hamil atau menyesal karena mengugurkan kandungannya, Lisa hanya perlu menebak untuk bisa mendapatkan kepercayaan Nana dan mengorek informasi darinya.

"Berapa usia kandungannya?"

"Sekitar dua bulan, atau lebih, aku terlambat mengetahuinya, tidak ada tanda apapun," ucap Lisa, yang pelan-pelan menarik Nana untuk kembali duduk bersamanya. "Aku sudah memberitahunya dan dia hanya menertawakanku."

"Ah... Begitu? Tapi tidak ada yang bisa ku katakan. Kau bisa mengugurkannya, kau juga bisa melahirkannya. Kwon Jiyong tidak akan terganggu dengan itu. Bahkan, walaupun kau memakai anak itu untuk memerasnya, dia tidak akan terganggu. Selama dia masih tertarik padamu, dia tidak akan melepaskanmu. Peras dia selagi dia tertarik padamu, lama-kelamaan dia akan bosan dan melupakanmu, setelah itu kau bisa pergi darinya," ucap Nana. "Hanya itu yang bisa aku katakan tentangnya," susul gadis itu, masih sembari memegangi perutnya.

Kalau Nana masih ada di sini, berarti Jiyong masih tertarik padanya– begitu penilaian Lisa akan ucapan Nana barusan. Namun ternyata gadis itu salah. Jiyong menyiksa Nana sampai separah itu, bukan karena ia tertarik pada Nana, bukan juga karena anak, perselingkuhan atau apapun seperti yang dirumorkan.

Setelah hampir lima puluh menit mereka bicara, Nana lantas menceritakan asal luka di wajahnya. "Jiyong sudah tidak lagi tertarik padaku. Setiap kali aku datang, dia bilang dia tidak tertarik lagi. Dia hanya memberiku uang, kemudian menyuruhku pergi. Lama kelamaan dia tidak ingin menemuiku dan menyuruh anak buahnya untuk langsung mengusirku, kalau aku datang. Dia pindah rumah, memang bukan karenaku, tapi dia melarang siapapun memberitahuku alamatnya. Dia membuangku, karena dia tidak tertarik lagi. Tapi kemudian aku tahu, apa yang sedang ia kerjakan. Marah karena dibuang, aku sengaja merusak pekerjaannya. Dia baru saja mengambil alih sebuah ladang milik saingannya. Tapi aku membakar ladang itu. Akibat dari perbuatanku, kami di penjara, tujuh tahun lalu," cerita Nana, setelah kehamilan Lisa berhasil membuat Nana bicara.

"Tapi kenapa kau tidak muncul di berita?"

"Aku tidak pernah tertangkap. Kau bilang kekasihmu mengantarkanmu ke kantor polisi? Jiyong tidak melakukannya, dia mengakui kebakaran itu sebagai kesalahannya dan bersedia di hukum atas itu. Romantis bukan? Tapi tidak begitu. Aku sudah menghancurkan ladang uangnya, aku bahkan membuat ladangnya disita. Dia tidak ingin aku dijatuhi hukuman seumur hidup kemudian bebas karena pengurangan hukuman. Jadi dia... Dia memintaku datang menemuinya. Harusnya aku curiga, tapi waktu itu aku justru merasa begitu senang... Akhirnya dia kembali tertarik padaku. Akhirnya dia mau menemuiku lagi. Apa yang ku lakukan ternyata tidak sia-sia. Saat itu aku benar-benar bodoh, iya kan?"

"Apa saat kau datang menemuinya, dia melukaimu? Seperti yang dikatakan orang-orang?" tanya Lisa sembari mengusap wajah cantik Nana yang rusak akibat minyak panas.

Nana menganggukan kepalanya. "Dia bilang, dia merindukan masakanku, jadi setelah dia memberikan apa yang kuinginkan, dia membawaku ke dapur penjara. Banyak tahanan yang sedang memasak di sana, tapi saat kami masuk, orang-orang itu langsung menyingkir. Kira-kira kejadiannya sekitar enam tahun lalu? Setelah semua sidangnya selesai? Aku berdiri di dapur penjara, kemudian Jiyong menyiram wajahku dengan semangkuk minyak panas yang ia ambil langsung dari wajan di kompornya. Kau sudah membakar ladangku, bagaimana rasanya wajahmu terbakar?– aku ingat sekali bagaimana raut wajahnya saat itu. Dia tersenyum saat melihatku menangis, luar biasa kesakitan. Setelahnya aku pingsan, saat aku sadar, aku sudah ada di sini, dengan perut yang mulai membesar. Aku hamil, sekitar lima bulan. Aku di rawat disini selama hampir lima bulan, dan dijatuhi hukuman mati di sini– oleh Jiyong dan uangnya, bukan karena hukum. Cobalah mencari namaku di daftar tahanan, kau tidak akan menemukannya."

"Kau hamil? Selama di sini? Anak Jiyong?"

Nana menggeleng. "Tidak tahu. Jiyong tidak mengatakan apapun. Jiyong tidak peduli pada anak dalam kandunganku. Lalu seseorang memberitahuku, kalau selama tidak sadarkan diri disini, aku di datangi banyak iblis. Selain mengobati lukaku, aku tidak tahu apa saja yang mereka lakukan padaku, tapi aku yakin aku lebih baik tidak mengetahuinya. Karena setelah itu, hidupku hancur. Harusnya aku jadi salah satu pasienmu, bagaimana caranya bunuh diri? Aku sudah melakukan segalanya, untuk keluar dari siksaannya, tapi dia terus menyelamatkanku. Percobaan pertamaku gagal, aku mencoba untuk gantung diri. Lalu yang kedua juga gagal, hanya anak di perutku yang mati. Setelah itu aku terus berusaha, tapi selalu gagal. Saat aku pikir aku sudah mati, dia selalu datang dan menghidupkanku lagi."

***

True CrimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang