***
"Jadi, seorang temanku bekerja di kejaksaan. Setiap kali ada kasus, dia selalu pergi ke lokasi kejadian. Kadang-kadang dia juga pergi ke ruang autopsi. Dia yang mengenalkanku pada dokter forensik kemarin. Dokter Baek Boem," cerita Lisa sembari melangkah keluar dari kamar tidurnya bersama Jiyong. Jisoo tidak ada di kursinya saat mereka keluar, Seunghyun ada di dalam kamar Jiyong, sedang Ten berada di pantry, baru saja kembali dari pekerjaannya. "Dokter itu juga jadi saksi untuk beberapa sidangku. Tapi aku tidak tahu hubungan kami baik atau buruk, jadi anggap saja kami berhubungan baik karena aku tidak membencinya. Dia juga pernah hampir menjadi pasienku, beberapa tahun lalu, tentu saja sebelum aku dipenjara. Kekasihnya meninggal, gangguan pasca trauma," oceh Lisa sementara Jiyong mendengarkannya dengan begitu antusias, tenang namun menyenangkan.
Jiyong suka mendengar cerita-cerita Lisa. Kisah-kisah yang sering kali menghiburnya itu, membuatnya merasa pintar– wanita ini membuatku tahu banyak hal, anggap Jiyong. Sepanjang hidupnya, rasanya hampir tidak pernah Jiyong benar-benar bersosialisasi sebagai seorang warga sipil yang normal. Dulu ayahnya tentara dan mereka tinggal di kompleks perumahan milik militer. Ia sekolah di sekolah umum sampai sekolah menengah, namun sekolah umum dekat rumahnya itu hampir mirip dengan sekolah militer– sebab lingkungan di sekitarnya membuat mereka merasa begitu.
Begitu lulus, Jiyong menyelesaikan wajib militernya, kemudian melanjutkan wajib militer itu dengan masuk ke akademi militer. Mulai dari remaja sampai dewasa ia hanya tahu bagaimana caranya menjadi seorang tentara. Tentara baik yang hidup demi warga sipil. Sampai sebuah insiden terjadi dan Jiyong mempertanyakan tujuannya hidup. Orangtuanya satu persatu meninggal, kakaknya menikah dan mereka mulai memutus hubungan satu sama lain.
Lantas Jiyong yang saat itu sendirian mulai kesepian. Tidak ada lagi petunjuk arah dalam hidupnya. Tidak ada lagi tali-tali pengamanan yang bisa ia pegang. Dalam kesendiriannya, sekali lagi ia melakukan kesalahan dan itu adalah titik baliknya. Setelah kesalahannya itu, Jiyong merubah arah hidupnya– uang. Selama bertahun-tahun Jiyong tidak lagi peduli dengan lingkungan di sekitarnya. Ia membayar mereka yang mau dibayar, ia memperkerjakan mereka yang mau bekerja dengannya, ia melindungi orang-orang yang bisa menguntungkannya, ia melakukan segalanya agar sakunya bisa penuh dengan lembar-lembar uang yang memuaskannya.
Berkat kehidupannya yang tidak benar-benar suci, cenderung berdosa, Jiyong mendapatkan segalanya– uang juga kekuasaan. Meski namanya tidak ada dalam jajaran para petinggi negara atau orang-orang penting lainnya, meski ia ada di penjara setelah membunuh banyak orang, kekuasaan akan lingkungan tempat ia tinggal tetaplah terasa memuaskan. Kini, ia bertemu seorang wanita yang punya banyak cerita tentang hidup. Kini, ia bertemu dengan seorang wanita yang bisa memberitahunya tentang kehidupan orang-orang lainnya. Hidupnya hampir sempurna– anggap Jiyong, dengan standar dan nilai-nilai yang dianggapnya benar.
"Kalau aku tidak di penjara, mungkin Baek Boem yang menyebalkan itu akan jadi pasienku," ucap Lisa, kini melangkah masuk ke dalam kamar mandi sedang Jiyong berbelok ke pantry.
Di pantry, Jiyong bertemu dengan Ten yang tengah menyeduh kopinya. Minum segelas kopi kemudian tidur– begitu rencana Ten. Namun di dalam sana, Jiyong justru membuatnya merasa amat sangat tidak nyaman. Jiyong membuatnya kembali mengingat Lisa dan kebiasaannya, lantas Ten tidak menyukainya. Ingatan itu akan terus membuatnya terjaga setelah hari yang melelahkan kemarin. "Apa yang biasanya Lisa minum di pagi hari? Teh? Kopi? Berapa takaran gulanya?" tanya Jiyong, yang baru saja mengambil sebuah cangkir untuk membuat minuman itu.
Ten mengembalikan cangkir yang Jiyong ambil. Tanpa banyak bicara, pria itu melangkah ke lemari es kemudian memberikan sebotol minuman vitamin dengan perisa strawberry pada Jiyong. "Ah? Dia minum ini? Terimakasih? Harus aku bilang itu?" susul Jiyong, yang sialnya Ten abaikan. Pria itu berjalan meninggalkan pantry dengan gelasnya, melirik Lisa yang baru selesai dengan urusannya di kamar mandi kemudian duduk di sofa, menyesap minumannya sembari beristirahat.
"Bisakah ku bilang tempat ini lebih baik dari sel tahananku?" komentar Lisa setelah menerima botol minuman dari Jiyong– sebagai ucapan terimakasih, Lisa memberi pria sebuah kecupan. Padahal Ten yang harusnya menerima kecupan itu. "Tidak bisakah kau berkencan denganku?" susul Lisa, sengaja untuk membuat kesal pria yang mengabaikannya– siapa lagi kalau bukan Ten.
"Berkencan setelah beberapa kali bertemu? Tentu tidak, kau pikir aku pria yang seperti apa?" balas Jiyong, yang sengaja mengambil duduk di meja meeting untuk menonton siaran berita pagi.
Lisa hampir mengumpat, mengatai Jiyong dengan semua deskripsi pria berengsek dalam kamusnya. Namun gadis itu berhasil menahan dirinya. Ia tersenyum, lantas memohon supaya Jiyong mau berkencan dengannya. Gadis itu bicara seolah permintaannya adalah permintaan remeh yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan harga diri.
"Ayolah, jangan menolakku... Kau menyukaiku," ucap Lisa, dengan nada penuh candaan khasnya. "Kau tidak akan rugi kalau berkencan denganku, sungguh. Apa aku harus memberimu testimoni? Kau tidak akan menemukan gadis sepertiku di penjara," canda Lisa, yang ikut duduk di sebelah Jiyong sembari menikmati minuman paginya. Jiyong terkekeh, namun tetap tidak berencana mengabulkan permintaan itu. Lisa hanya ingin menggodanya, Lisa hanya ingin membuat Ten kesal, semuanya terlihat begitu jelas di mata Jiyong.
"Ish... Kalau kau terus menolak, jangan marah kalau aku menolak tidur-"
"Lalu siapa yang akan memelukmu?" potong Jiyong, membuat Lisa langsung memutar bola matanya kemudian mengangkat kakinya naik ke atas paha Jiyong.
"Tidak merasa bertanggung jawab?" balas Lisa, masih enggan untuk mengalah. "Kalau saja semua orang disini bisa ku peluk, aku tidak membutuhkanmu," susul Lisa, hampir bersamaan dengan laporan seorang reporter di berita– "penemuan mayat terjadi di lahan bekas laboratorium kemarin, empat Maret 2020 pada pukul tiga sore hari. Diduga korban adalah mantan peneliti yang bekerja di laboratorium tersebut dengan inisial RP, kepolisian masih menyelidiki penyebab dan kronologis kematiannya," ucap sang reporter berita, membuat Lisa bertukar tatap dengan Jiyong kemudian menoleh untuk melihat Ten yang juga tengah menatap mereka.
"Apa itu benar?" tanya Lisa, sedikit curiga dengan apa yang baru saja ia dengar. Ralat, gadis itu sangat curiga dengan beritanya meski ia tahu siapa orang yang mungkin melakukan kebohongan itu.
"Hm..." angguk Ten. "DNA di tulangnya cocok dengan DNA Roseanne Park, peneliti yang hilang tahun lalu. Kita akan membahasnya nanti, saat meeting setelah semua orang datang." jelas Ten yang kemudian berbaring.
"Tidur lah di kamar," suruh Lisa, namun bagaimana bisa Ten tidur di dalam sana? Di kamar yang sudah kotor karena keringat dua tahanan yang kelihatannya suka bersetubuh. Ten tidak akan bisa tidur di sana. "Ganti saja seprainya kalau kau jijik," cibir Lisa yang kemudian menoleh, menatap Jiyong sementara Ten mengabaikannya. "Apapun yang ku katakan, jangan mengabaikanku, oke?" pinta Lisa, sengaja menyindir Ten yang sama sekali tidak bereaksi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.