***
Kembali ke malam setelah mereka pulang dari rumah sederhana Kwon Jiyong. Begitu tiba, Ten berpamitan untuk pergi sembari memarkirkan mobil mereka di belakang toko roti. Sedang Jennie dan Jisoo tidak kembali setelah mereka pergi berdua beberapa jam sebelumnya. Kini dalam bangunan itu hanya ada Seunghyun juga kedua narapidananya. Begitu sampai Jiyong dan Lisa dibiarkan masuk ke dalam kamar masing-masing, untuk sekedar meletakan barang-barang atau merapikannya.
Namun saat Jiyong keluar untuk mandi, Seunghyun memberi setumpuk berkas pada pria itu. Lisa pun di panggil, untuk membaca berkas yang sama dengan Jiyong. Si mantan tentara tertawa saat melihat isi berkasnya, sedang Lisa justru terlihat fokus membaca tiap kalimat yang ada dalam kertas-kertas itu. Seharusnya Seunghyun tidak membagi rahasia itu dengan mereka.
"Kau tidak mempercayai timmu sendiri? Wah... Ini benar-benar misi bunuh diri. Apa kesalahanmu sampai di kirim untuk misi seburuk ini?" tanya Jiyong, sementara Lisa masih membaca profil setiap anggota tim mereka– kecuali profil Seunghyun, Jiyong juga dirinya sendiri.
"Kenapa aku harus memberitahumu?" tanya Seunghyun, disusul sebuah angkatan bahu dari Jiyong.
"Karena kau yang merekrut kami," celetuk Lisa. "Atasan menyuruhku merekrut kalian? Kau mau bilang begitu? Omong kosong. Kau yang memilih kami– memilihku. Aku melihatmu, berkeliaran di penjara tiga bulan lalu. Apa misinya?" susul Lisa yang kemudian menebak alasan Seunghyun memberikan berkas itu padanya– sebuah tugas tambahan.
Pertama-tama, misi kali ini adalah tugas rahasia, hampir tidak resmi. Namun orang-orang di lantai atas, membuatnya seolah-olah ini hanyalah kasus pembunuhan berantai biasa. Jiyong dan Lisa belum tahu sejauh apa misi mereka, sebab Seunghyun enggan untuk menjelaskan. Meski secara kasar, kedua narapidana itu telah melihat gambaran misinya. Badan Intelejen melawan Badan Intelejen lainnya.
Misi mereka saja sudah menjadi masalah karena harus dirahasiakan dari semua orang. Namun Seunghyun mendapat masalah lainnya dengan mendapatkan tiga orang pembangkang dalam timnya. Seunghyun tidak bisa mempercayai si malas Ten, ia pun tidak bisa mempercayai si gila Jisoo, apalagi si pemarah Jennie yang cenderung ambisius dan bekerja sendirian.
"Aku ingin kalian memprovokasi mereka," ucap Seunghyun, yang kemudian membuka juga membagi sebotol winenya dengan kedua tahanan itu. "Saat mereka tahu kalau misi ini lebih besar dari pembuatan berantai, mereka mungkin berkhianat. Ten dan Jennie mungkin akan lepas tangan. Jisoo yang paling berbahaya, dia bisa memanfaatkan informasi yang didapatkannya. Jadi sebelum itu terjadi, buat mereka pergi sendiri dari misi ini."
"Atasanmu tidak tahu kan?" tanya Jiyong kemudian. "Kalau kau lebih mempercayai tahanan dibanding timmu sendiri?"
"Aku tidak mempercayaimu," balas Seunghyun. "Aku mempercayai bom di belakang lehermu," jelasnya membuat Jiyong juga Lisa menganggukan kepalanya kemudian sama-sama bangkit dari sofa itu.
Jiyong yang pertama bangkit, kemudian dia mengusap bahu Lisa dan membawanya untuk ikut bersamanya. Jiyong bilang mereka perlu mengatur rencana, meski rencana itu hanya perlu di buat dalam waktu beberapa detik. "Aku masuk tahanan lebih dulu darimu, aku seniormu. Kau pun tahu aturannya, bukan?" ucap Jiyong membuka pembicaraan– di depan pintu kamar, juga di depan Seunghyun, meski tadi keduanya terlihat begitu serius hendak berdiskusi di dalam kamar.
"Apa yang harus aku lakukan seniorku?" balas Lisa, yang kini membuka pintu kamarnya, mempersilahkan Jiyong untuk masuk namun pria itu menggelengkan kepalanya.
"Lakukan apapun yang kau mau, aku perlu melihat bagaimana cara kerjamu lebih dulu. Besok, aku hanya penonton," balas Jiyong, yang langsung menoleh pada Seunghyun. "Sudah dengar kan? Aku pergi tidur sekarang. Minum wine atau bersetubuh, lakukan saja tanpaku, selamat malam," susul pria itu yang kemudian mengusap pipi Lisa untuk mengucapkan selamat malam, juga selamat tidur.
"Ku pikir kau akan meniduriku malam ini, setelah sejak tadi menilai tubuhku," komentar Lisa, yang sengaja berdiri di depan pintu kamar Jiyong, menahan agar pintunya tidak tertutup meski Jiyong sudah melangkah sampai di ranjangnya.
"Aku harus menunggu buah matang sebelum memetiknya. Kau belum matang. Kau masih butuh matahari setelah enam tahun membusuk di penjara, untuk kembali hidup dan berbuah," jawab Jiyong sembari meminta Lisa untuk menutup pintu kamarnya, agar ia bisa lekas tidur.
"Lalu bagaimana dengan Jennie dan Jisoo?"
"Aku tidak memperkosa wanita hanya karena mereka terlihat cantik."
"Memperkosa atau memohon, aku tidak peduli. Aku, Jennie, Jisoo, tubuh siapa yang paling indah?" tanya Lisa, pada Jiyong juga Seunghyun yang ada di sana.
"Bagaimana aku tahu, aku belum melihat kalian bertiga telanjang. Tapi kalau wajah... Tentu Jennie nomor satu. Wajah Jisoo kusam karena dia selalu ada di depan komputernya. Bahunya pun sedikit bungkuk. Sayang sekali padahal tatapannya mempesona. Lalu kau... Ah... Sangat disayangkan... kurasa lumut dan jamur di penjara sudah merusak kulitmu. Kau butuh sesuatu untuk menjadikan wajahmu ke nomor satu lagi."
Seunghyun pikir Lisa akan marah, atas penilaian Jiyong yang seharusnya tidak pria itu ungkapkan. Seunghyun sempat merasa perlu melerai sebuah perkelahian, Jiyong pun sempat merasa akan di pukul. Namun Lisa justru menganggukan kepalanya.
"Benar sekali," jawab Lisa dengan nada sedihnya. "Itu juga yang kurasakan dari tadi... sejak kami kecil Jennie selalu jadi nomor dua, aku yang nomor satu. Tapi penjara sialan itu membuat wajahku jatuh ke nomor tiga! Tunggu satu minggu, akan ku balik posisinya. Beri aku handphonemu, aku harus berbelanja," perintah Lisa, yang kini menutup pintu kamar Jiyong kemudian kembali duduk di sebelah Seunghyun untuk mulai berbelanja di bawah pengawasan pria itu.
Waktu kembali ke saat pertemuan resmi yang pertama terjadi. Pertemuan yang diawali dengan keributan perkara kopi, kini mulai serius. Ten yang pertama mempresentasikan hasil pencariannya. Di dinding, melalui sebuah proyektor pria itu menunjukkan lima kasus pembunuhan dengan modus operandi yang sama.
Mushroom killer, dinamai begitu karena semua korbannya disembunyikan di gunung, dan ditumbuhi jamur-jamur di sekujur tubuhnya. Korban pertama, kedua dan ketiga di temukan hampir bersamaan, hanya berselang satu hari, di gunung yang sama. Wajahnya sudah penuh jamur dan identitasnya tidak di kenali. Seorang pencari gingseng liar yang menemukannya. Korban keempatnya seorang tunawisma sekaligus mantan psikiater, Keanu Park, yang sempat hilang beberapa tahun lalu.
"Keanu Park dilaporkan menghilang dua tahun lalu oleh mantan istrinya yang tinggal di Amerika karena tidak membayar tunjangan anak-anak mereka, namun sepertinya ia sudah menghilang beberapa bulan sebelum di laporkan," jelas Ten. "Lalu korban kelimanya Kim Mooyoung, buronan, tersangka penculikan dan pembunuhan santa claus. Sekian-"
"Hanya itu? Kau tidak punya informasi lain?" celetuk Lisa. "Ini sebabnya kita putus, sayang... Kau... Sangat lamban, bahkan kukang lebih rajin darimu. Kalau orang-orang sepertimu yang menyelidiki kasusku, aku pasti tidak akan tertangkap," cibir Lisa tanpa bisa di tahan.
"Informasi lain? Tsk... Jangan salah paham tahanan 1808, di sini kami yang sengaja tidak akan berbagi seluruh informasinya denganmu," balas Jennie, sebelum Ten sempat membuka mulutnya untuk menyanggah cibiran Lisa itu. "Untuk apa kami berbagi informasi dengan tahanan," susul Jennie, sembari melirik tajam pada Jiyong yang terus tersenyum memandanginya, membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
"Tahan dirimu Lisa, kita hanya orang buangan di sini..." tenang Jiyong sembari mengusap-usap rambut gadis yang duduk di sebelahnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
True Crime
FanfictionMature Content Selalu ada satu atau dua hal yang jauh lebih penting dari cinta... hidup.