"Gimana?"
Sorot mata harap cemas itu membuat sepasang mata melirik.
"Hmmm... " sahut yang lebih muda, bergumam. Berpura-pura berpikir untuk memberi nilai. Sedangkan yang lebih tua terkekeh menahan gemas.
Mata si muda melirik sekilas pada sang papa, yang tak henti memusatkan perhatian padanya.
"Enak gak ya?" Tangan mungilnya iseng mencolek krim kemudian kembali mencicipi.
"Enak kan?"
"Enak dong!" teriakannya membuat sang papa kini tertawa. Mengangkat tubuh yang lebih muda dari meja pantry, mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Hahaha turunin, pa, nanti Sanjung jatoh!"
Sang papa malah mengangkat Sanjung lebih tinggi.
"Gak akan jatuh, kan papa pegangin."
Papa kini memutar tubuhnya dengan Sanjung yang masih diangkat tinggi. Sanjung memekik heboh.
"Gak jadi enak, kuenya keras!"
"Tukang bohong idungnya panjang, kayak pinokio."
"Hahahaha iya engga bohong tapi kepala Sanjung pusing. Sanjung laporin mama loh, pa."
Sepersekian detik tubuhnya sudah kembali duduk di meja pantry, sejajar dengan kue ulang tahun buatan mereka.
"Ih gak seru beraninya ngadu!"
Sanjung melihat raut papa berubah sendu. Dengan cepat ia bangkit, berdiri di meja pantry, berjalan perlahan diantara sisa tepung dan alat tempur membuat kue papanya.
Tangannya terentang, memeluk leher papanya dengan erat. Mengecup bibir papanya beberapa kali kemudian memeluk lagi.
"Jangan sedih nanti Sanjung nangis, Sanjung gak akan bilang mama. Janji!" Kelingking mungilnya terulur tepat di muka sang papa. Bukannya mendapat pinky promise ia malah mendapat kecupan di kelingkingnya.
"Papa mah.. pake kelingking bukan bibir, nanti bau jigong!"
"Berani banget bilang papa bau jigong! Rasakan ini.. "
"Hahaha ampun pa, ampun, jangan.. geli banget!"
Sanjung menggeliat turun menghindari kelitikan papanya. Setelah lepas dari papanya ia berlari sembari berteriak.
"Papa, besok jam 4. Jangan telat! Kalo telat kita musuhan!"
Papanya hanya tertawa sembari membenahinya kekacauan yang dibuatnya dan Sanjung di dapur. Semoga, semoga besok ia bisa pulang tepat waktu.
Sudut matanya basah. Air mata itu mengalir tanpa intrupsi. Tubuhnya bergerak tidak nyaman di sofa.
"Papa.. "
Keringat muncul di keningnya.
Panas.
Sepersekian detik nafasnya memburu. Lalu tersenggal.
"Papa!"
Kedua bola mata gelap itu terbuka. Lalu tubuhnya terduduk dengan tiba-tiba. Derai tangis menyusul. Tersedu-sedu.
Ia rindu papanya.
~
"Awas, Ra! Kalo gak mau maen geser."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Taste
Teen FictionSanjung gak pernah tau kalau hubungan nya sama Cakra bisa selesai gini aja, sedangkan mereka udah bersama bahkan dari semester satu. Banyak hal yang Sanjung simpan sendirian ternyata, dan alasan besar kenapa akhirnya Sanjung mutusin Cakra salah satu...