🌼┊15 ̖́-

40 9 5
                                    

"Aku gatau kalo Tante mamanya Sanjung."

"Tante juga gatau kalian saling kenal."

Sanjung tidak berniat masuk kedalam obrolan, maka ia hanya mendengarkan dengan sesekali memberi respon senyum atau anggukan.

"Kantor nya tutup Tante, pengurus nya udah pulang."

"Yah, Tante terlalu sore ya?"

Felix menjawab dengan anggukan, matanya tidak bisa diam hingga sesekali melirik Sanjung yang meskipun tau, Sanjung abaikan.

"Nanti kalau mau apply berkas baru, bisa hari Senin, Tan. Kalau Senin kantor pengurus buka sampai jam 8 malem."

Damai mengangguk paham, setelah berbasa-basi menanyakan kabar mama Felix, Damai mengajak Sanjung pergi dari sana.

Sebuah klakson dan lambaian tangan menutup perjumpaan mereka.



Setelah memastikan mobil Tante Damai dan Sanjung pergi, Felix berteriak heboh.

"GILA!!" Sebagian orang yang baru keluar dari gedung les menatapnya heran.

Felix tersenyum canggung, ia refleks berteriak tadi saking kagetnya.

Felix buru-buru meninggalkan tempatnya menuju parkiran, meninggalkan gedung tua itu dengan motor kesayangannya. Pemberhentian selanjutnya sudah dipastikan rumah megah milik keluarga Diningrat atau yang lebih dikenal, Zidan si anak pengusaha batu bara.






Brak!

Pintu di hempas begitu keras, membuat dua orang yang sedang bermain PS berjengit kaget.

"Apasi monyet gak sopan banget masuk kamar orang! Attitude Lo mana?!"

Zidan, si pemilik pintu kamar tentu saja tidak terima. Kamar kesayangannya ini sudah sering menjadi aksi brutal teman-temannya.

Cakra yang bermain PS bersama Zidan hanya menggeleng maklum, memang apa yang diharapkan dari manusia aneh bernama Felix?

"Breaking news! Sumpah Lo berdua harus denger apalagi si Cakra!"

Felix duduk bersila disamping Zidan, mencomot brownies coklat kemudian meneguk es jeruk yang menganggur di gelas yang sisa setengah.

Zidan memperhatikan penuh minat, segala sesuatu yang berhubungan dengan gosip ia harus tau, apapun itu!

"Cak, anjir dengerin kok malah lanjut PS?!"

Felix kesal, ini kan berita penting untuk Cakra, harusnya ia antusias atau setidaknya memperhatikan seperti Zidan, bukan malah bermain PS seperti itu.

Cakra menggeleng tidak minat, "Semua berita dari lo itu unfaedah untuk di denger," tangannya masih sibuk menggerakkan konsol game dan matanya memperhatikan layar dengan penuh.

"Bahkan tentang Sanjung?"

"Bahkan tentang Sanjung," Cakra mengangguk mantap, sebelum akhirnya terdiam, "tentang apa tadi?"

Felix tertawa mengejek. " Tentang Sanjung woy, ini berita penting buat Lo mangakanya gue heboh!"

"Katanya unfaedah, kalo gitu gak usah kepo, gue aja yang kepo," lanjut Zidan mengompori. "Gimana tadi, Lix?"

Cakra tersenyum masam. Kedua temannya ini benar-benar ya.

"Kata pepatah, kalau cerita setengah-setengah nanti pantatnya kelap kelip kayak lampu disko."

Zidan tersentak kaget. "Loh, iya gitu Lix?"

"Jangan percaya anjir, dia cuma mancing-mancing biar kita cerita."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unconditional TasteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang