Sanjung sering membaca meme tentang seorang nenek yang diam-diam memberi uang jajan pada cucunya, atau bercerita ramai, atau menyuruh cucunya menginap. Sangat tidak relate untuknya.
Bagi Sanjung, kabar salah satu orang tua mamanya sakit, atau membuat acara, atau keadaan apapun yang mengharuskan Sanjung untuk pergi ke rumah kakek dan neneknya, adalah sesuatu yang sangat sanjung hindari. Harus.
"Haa... Rasanya lama sekali kita tidak makan bersama. Iya kan?"
Denting sendok garpu yang sedari tadi bergema terhenti seketika. Dengan tanpa aba-aba seluruh penghuni ruang makan mengangguk disertai sahutan, "iya nek.
Tak terkecuali Sanjung. Ia yang sebelumnya sibuk mengunyah dengan susah payah menelan makanan yang masih setengah halus.
Sang nenek tersenyum. Tangannya bergerak mengambil bakwan jagung.
Sanjung tak sengaja melihat neneknya sedang memerhatikan semua orang satu-persatu, membuat Sanjung gugup seketika.
"Aninda, bagaimana kerjaannya?" tanya nenek, kini kepada Anin, mama Mei, sebagai anak pertamanya.
"Alhamdulillah lancar, bu."
Nafas Sanjung seketika memberat, jika seperti ini tentu saja akan ada interogasi dadakan, dan akan ada saatnya untuk Sanjung beserta mamanya.
"Ibu baca dan dengar beberapa berita, katanya angka kelahiran selalu meningkat, ya?"
"Iya, bu. Padahal sudah ada program KB dari pemerintah, tapi masih banyak aja yang nambah."
Sanjung tau kemana arah pembicaraan ini. Dengan perlahan ia meraih tangan mamanya dan mengelus lembut.
Obrolan dipegang penuh oleh nenek dan Anin, sedangkan yang lain menyimak—menyiapkan beberapa jawaban untuk bagian mereka.
"Hamka,"
Tatapan nenek beralih pada Hamka, sepertinya ia sudah selesai berbincang dengan Anin.
"Ya, bu?"
Hamka, ayah Mei memusatkan perhatian pada mertuanya.
"Kok bisa pulang? Bukannya lagi banyak kasus ya? Kemarin ibu dengar berita, teroris yang buron kembali berulah?"
"Sekali-kali Hamka cuti, bu. Lagipula, kasus itu bukan bagian Hamka."
"Apa kinerja polisi sekarang semakin menurun? Bukannya polisi mengayomi? Banyak sekali kasus pungli dari polisi akhir-akhir ini. Kamu jangan,"
Hamka menampilkan senyum menenangkan, "tenang saja, Bu."
Obrolan kembali berlanjut yang mana mengenai beberapa kasus yang akhir-akhir ini ramai diperbincangkan. Sanjung tak paham dan enggan memahami, lagipula ia sangat tidak tertarik dengan apapun itu mengenai kasus dan perbincangan Hamka beserta nenek.
Selesai dengan Hamka, obrolan kosong sesaat. Ruang makan hanya diisi oleh dentingan sendok dan piring yang semakin beradu.
"Padahal ibu udah nyuruh Bian pulang, tapi karena sibuk dia bilang gak sempat. Anak nakal itu, apa dia lupa kalau masih punya ibu?" ujar nenek kembali memecah hening.
"Om Bian kan emang begitu, nek, sibuk terus. " Sahut Mei menanggapi.
"Namanya dokter mah pasti sibuk atuh, neng, kamu juga nanti begitu." sahut Hakim.
"Ibu kan pengen ngobrol banyak sama anak laki-laki kesayangan ibu." suaranya sedikit lirih, tapi Sanjung tau maksud nenek yang sebenarnya.
Kini tatapan sang nenek mengarah pada Damai, mama Sanjung. Sanjung semakin mengeratkan tautannya. Mempersiapkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional Taste
Teen FictionSanjung gak pernah tau kalau hubungan nya sama Cakra bisa selesai gini aja, sedangkan mereka udah bersama bahkan dari semester satu. Banyak hal yang Sanjung simpan sendirian ternyata, dan alasan besar kenapa akhirnya Sanjung mutusin Cakra salah satu...