Maret, 2021
Mata gue menyipit, berusaha mengidentifikasi Honda Jazz putih yang terparkir di pelataran rumah. Dari platnya sih gue kenal, B 5183 XXX, persis kaya punya Ibu.
Eh, punya Ibu 5183 apa 5138 ya?
Lupa.
Yang pasti, dugaan kalau itu memang mobilnya Ibu menguat, ketika mata gue menangkap presensi tiga orang (ditambah satu bayi) berdiri melingkar pas banget di depan garasi.
"Ada tamu, Bang?" Wafda bertanya, seraya menunjuk mobil putih tadi dengan dagunya.
Gue berdehem mengiyakan. "Ada Ibu gue,"
"Asik dong? Biasanya ibu-ibu kan suka bawain makanan kalo ke rumah anaknya,"
Satu decakan lolos keluar dari bibir. Jelas salah banget. "Ibu mah, kalo ke rumah bukannya bawa makanan, tapi bawa omelan,"
Kebetulan, gue sama Wafda baru aja dari bank. Dia mau buka rekening baru, dan gue ngurusin mbanking yang keblokir. Nggak keliatan kaya ganda putra banget kan tapi?
Tatapan tiga orang (dan satu bayi) di depan rumah gue itu langsung berpindah ketika gue turun dari mobil Wafda. Buru-buru gue menyalimi wanita yang berada di tengah, yang menatap gue tajam.
"Kebiasaan banget telpon Ibu nggak diangkat!" lah, belum-belum gue udah diomelin. "Makanya kalo punya HP tuh, suaranya dinyalain!" lanjutnya lagi.
Reflek, gue merogoh kantong belakang dimana ponsel gue berada, dan menemukan lambang pesawat di ujung atasnya. Anjir, pantes aja dari tadi hp gue adem ayem. "Sori nyonya, dari tadi lagi airplane mode,"
"Mesti!" bahu gue digeplak pelan. "Cepet itu pintunya dibuka dulu, Ibu capek berdiri dari tadi!"
Karena masih takut dikutuk jadi batu, akhirnya gue berjalan ke arah pintu. Mengeluarkan kunci dari kantong depan, yang membuat Ibu melenggang santai ke dalam rumah.
"Masuk nggak, Jun?" tawar gue pada Juna.
Tetangga tinggi gue itu menggeleng, sambil mengangkat tangannya pamit. "Nggak dulu. Gue mau pergi. Duluan ya!" ucapnya, melambaikan tangan kanan Chava di gendongan.
Aduh lucunya anak orang.
Gue tersenyum, mengangguk singkat, sampai ekspresi gue berubah kala melihat Inez berjalan masuk. Dengan sigap tangan gue menahan kepalanya.
"SAHYA ANJIR TANGAN LU KOTOR NTAR GUE JERAWATAN!!!"
"Lu ngapain?" gue bertanya tanpa mengindahkan kalimatnya.
"Ya masuk lah?"
"Dih? Rumah lu di sebrang kali?"
"Kan gue baik hati, berkunjung ke rumah tetangga,"
"Siapa yang nyuruh?"
"IBUUUK... INEZ NGGAK DIBOLEHIN YAYA MASUK DALEM RUMAAAH!!!"
Seketika gue mendelik, lebih-lebih saat mendengar sautan Ibu dari dalam.
"MASUK NEZ, YAYA-NYA DICUBIT AJA BIAR NGGAK BANDEL,"
Inez panggil Ibu dengan sebutan 'Ibu'...
Ibu tau namanya Inez...
Buset, konspirasi apaan ini?
Belum otak gue mencerna habis, pinggang gue merasakan cubitan kecil yang sakitnya naudzubillah.
"AWW—SAKIT MONEZ!!!"
Inez menjulurkan lidah mengejek. Dengan tidak peduli, ia masuk ke dalam rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TETANGGA - SUNGJIN DAY6
FanficMapan, Tampan, Rumah Cicilan. Nggak papa, yang penting atas nama sendiri. - Sahya, 28thn Keseharian Sahya setelah ajuan KPRnya dikabulkan. Sekarang sedang berusaha menyesuaikan diri di lingkungan perumahan. Bismillah, semoga tetangganya nggak suka m...