1.5 : Hari Pertama

847 152 40
                                    

Ramadhan, 2021


Iklan marjan sudah tayang dari beberapa minggu yang lalu. Itu artinya apa teman-teman? Artinya kita akan segera menyambut bulan suci. Yak! Tiba-tiba Ramadhan!

Dimulai dari hari ini dan besok, bakal ada embel-embel serba pertama. Hari pertama teraweh lah, hari pertama sahur, hari pertama puasa, dan serba pertama lainnya.

Gue jujur seneng sama puasa ini, karena ini pertama kalinya gue di rumah sendiri, dan katanya depan komplek bakal banyak yang jual makanan. Tapi kesenangan gue memudar, waktu liat kulkas isinya kosong melompong.

Lah? Kemaren perasaan gue nyetok telor sepuluh biji deh?

Pertanyaan di kepala gue pun terjawab sama gue sendiri, karena baru inget anak bujang main ke sini terus bikin mie pake telor.

Hadeh.

Belum lagi ajakan mereka yang katanya mau nginep di rumah gue. Ngakunya sih, nanti bakal ada acara tahajjud bareng, sekalian nungguin sahur. Padahal, gue yakin seratus persen kalo mereka bakal main PS sampe ketiduran, dan baru bangun pas deket imsak. Lagian, besok masih masuk kerja ya!

Tapi seperti biasa, gue nggak bisa nolak permintaan mereka. Jadilah sebagai tuan rumah yang baik, setelah balik teraweh gue bakal belanja amunisi.

"Kalian ke rumah gue deluan aja," kata gue, ngasih kunci rumah ke Bian. Sudah mau diterima, tapi tangan gue malah didorong sama Danar.

"Kenapa kita nggak ikut aja, Bang?"

"Ngapain? Belanja doang gue, nggak main timezone," tolak gue.

"Nah, yaudah sekalian aja! Ntar Bang Sahya belanja, kitanya main timezone,"

"Cakeep,"

ENAK AJA!!!

Gue menghela napas keras-keras, sambil tetap menyerahkan kunci ke Bian. Berharap dia ngerti dan ngajak adek-adek gedenya itu ke rumah gue. Tapi harapan cuma jadi sekedar harapan, karena yang ada mereka malah ngintilin gue masuk ke mobil.

Detik ini rasanya gue pengen pindah, tapi kok ya cicilan rumah masih bertahun-tahun lagi ...

Baruuuu aja buka pintu mobil, radar tuing tuing gue berbunyi, menangkap suatu obyek mengganggu mendekat. Secara otomatis pandangan gue mengedar, mengamati sekitar.

"Haiii Ayahnya Shanaz yang baik hati dan tidak sombong!!!"

Mata gue menyipit tak suka, menatapnya yang berjalan mendekat, dan dengan entengnya membuka pintu belakang mobil.

"Lu ngapain?"

"Nebeng pulang lah. Untuk apa punya tetangga yang searah dan punya mobil jika tidak untuk nebengin," jawabnya ringan. "Geseran dong, Waf,"

"Kita mau belanja loh, Mbak!"

"Oh iyaa? Asik dong? Gue ikut sekalian aja apa yaa?"

"GAUSAAAH, DEMI ALEKS GAUSAAAH, NEZ,"

"Gue tebengin lo balik, tapi lo gausah ikut belanja," lanjut gue lagi.

"Yah ... kasian loh Mbak Agnesnya, Bang," ujar Danar merajuk.

"Iya nih, nggak berperikewanitaan,"

Apa lagi ini perikewanitaan?

"Ikut aja, Mbak. Nanti biar Mbak Agnes yang kasih tunjuk diskonan buat Bang Sahya," ucap Bian memberi saran. "Nanti kitanya main timezone," lalu cekikikan.

Akhirnya gue nggak punya pilihan selain membiarkan Inez ikut belanja. Padahal gue mah, juga nggak buta-buta banget sama belanja bulanan. Ngerti kok, yang mana yang diskon yang mana yang kagak.

TETANGGA - SUNGJIN DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang