2.3. : The Day When He ...

685 77 43
                                    

Mei, 2011


"Kamu tuh semingguan ini nyariin dia terus, sadar nggak sih?"

Sahya menunduk dalam, enggan menatap mata gadis yang—semua orang tau—menjabat sebagai kekasihnya, Amanda. Di pertemuan yang mulai jarang ini, entah kenapa selalu saja ada pemantik agar keduanya meributkan sesuatu.

Bukan bosan namanya. Sahya juga masih bisa jatuh cinta berkali-kali kalau melihat kembali senyuman gadis itu. Namun, tetap saja ada perasaan lelah ketika gadisnya kembali membawa satu nama yang sama.

Inez.

"Hari ini ulang tahunnya, Man," balasnya mencoba memberikan pengertian. 

"Aku tau. Dia temen aku juga," Amanda menghela napas. "Tapi yang pacar kamu itu kan, aku,"

Laki-laki 18 tahun itu memejam matanya singkat, berusaha untuk nggak menaikkan nada suara ketika ia mengeluarkan kalimat berikutnya. "Man, Si Inez, temenku—temenmu juga, itu udah 2 minggu lebih nggak ada kabarnya. Nyokapnya ketauan selingkuh, dia ikutan didamprat sama istri sah selingkuhan nyokapnya. Terus, bokapnya baru aja meninggal minggu lalu. Gimana aku nggak khawatir?"

"Aku cuma nggak mau temenku kenapa-napa, Man," lanjut Sahya pelan. Bayangan temannya yang sehari-hari seperti kuda lumping itu mungkin sedang menangis tanpa henti terus menari di kepalanya.

"Dia pasti aman sama keluarganya, Ya. Keluarga dia banyak di Bogor. Aku yakin dia ada di salah satu rumah sodaranya sekarang,"

"Iya, aku cuma pengen tau kabarnya dia aja kok, Man," 

"Yakin cuma itu aja?"

"Man, jangan mulai,"

"Aku nggak mulai, kalo kamu nggak berlebihan tentang ini, Ya. Sesimpel itu,"

Kalimat dari Amanda mungkin seperti skakmat bagi orang lain. Tapi bukan Sahya namanya kalau nggak pandai membalikkan kalimat.

"Sebenernya kita nggak akan tegang begini, kalo kamu nggak mulai permasalahin kan, Man? Sesimpel itu,"

Amanda di tempatnya jadi tertawa sarkas. Sambil melipat tangannya dan menyandarkan tubuh pada sandaran kursi, ia mengangkat satu alisnya. "Cowok aku, semingguan ikut susah dihubungin karena nyariin temennya. Emang sesimpel aku pengen cowokku balik, susah banget dilakuin, ya?"

"Sisil, Tessa, Ferdi, Adam—oh, atau bahkan Agus yang kamu tau sendiri apatisnya kaya apa, itu juga ikut cari tau kabarnya Inez," ucap Sahya, menyebutkan nama teman sekelasnya satu persatu. "Masa aku yang—"

"Kalo udah ada mereka, terus ngapain kamu ikut-ikutan, Ya? Emang nggak bisa apa, kamu duduk dan tinggal terima update dari mereka? Emang nggak bisa ya kamu bekerja sesuai porsinya?" potong Amanda cepat.

Sumpah, rasanya otak Sahya mau pecah. 

"Aku ketua kelasnya, Man,"

"Jadi ketua kelas bukan berarti kamu yang harus ngerjain semuanya kan? Lagian tugas kamu udah selesai, sekolah udah nggak ada lagi, kegiatan belajar udah lama berenti, Ya. Stop pake alasan ketua kelas buat jadi alasan,"

Nggak. Nggak bisa. Kalau perdebatan ini diterusin, mungkin salah satu dari mereka—atau keduanya nggak selamat. Harus ada yang berhentiin sekarang, pikir Sahya.

"Oke, aku minta maaf. Aku minta maaf karena lambat kasih kamu kabar belakangan ini. Maaf karena susah dihubungin, dan maaf juga kalo kita jadi nggak punya banyak waktu buat bareng," ucap Sahya merendah.

"Udah?"

Giliran Sahya yang mengangkat satu alisnya, bingung. "Apa lagi?"

"Maaf untuk nyimpen perasaan buat orang lain waktu kamu udah punya pacar?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 05, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TETANGGA - SUNGJIN DAY6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang