THE NEWS

39 1 0
                                    

"Kau sudah lihat berita terbaru di situs web sekolah?"

"Jung Jungkook, lagi-lagi dia menggegerkan sekolah. Kau tau dia memukuli seorang senior, apa itu masuk akal?"

"Yah, itu akan sangat masuk akal karena dia anak orang kaya. Kau tau ayahnya itu ketua komite sekolah ini, kau akan melawannya?"

"Eun Ha-ya, kau bisa kena masalah jika ketahuan membicarakannya"

"Berhentilah bergosip"

Suara yang berat dan hentakan sepatu memasuki ruangan kelas sekolah menengah atas.

"Jungkook, hari ini dia absen?"

Tatapan mata itu mengelilingi isi kelas dengan mencari keberadaan pria yang dicarinya.

"BRAKKK---"

Tendangan mulus untuk pagi ini, pria berpakaian berandal, pakaian seragam yang tak dikancing, rambut panjang yang terurai lebat, tas hitam yang sangat ringan tertahan di bahu bidang milik seorang pria yang baru datang. Bunyi kursi yang ditarik mengundang banyak mata.

"Aku harus sekolah, setidaknya hanya ini pelarianku"

Pandangan mata yang dibuang ke arah jendela, membuka buku saja rasanya sangat malas.

"Baiklah kelas sastra akan dimulai hari ini"

Lelah, marah, sedih menjadi santapan pagi pria tampan bermarga Jung, seisi kelas seakan tak berarti baginya, kehadiran guru yang tengah memberikan pelajaran di depan hanya seperti sebuah patung pajangan baginya.

"Bukankah lebih baik jika dia benar-benar patung"

"Jungkook, kau mengatakan sesuatu?"

Pelajaran yang berhenti mendadak, semua mata tertuju kembali pada siswa tersebut—Jungkook—merasa risih? baginya ini sudah biasa.

"Ssaem, berhentilah mengajar dan keluarlah. Aku muak melihatmu"

Bukan Jungkook namanya kalau dia memiliki sopan santun.

"8, 9, 10. Baiklah kalau kau tidak mau keluar biar aku yang keluar"

Atas perintah siapa Jungkook harus menghitung sepuluh detik untuk menyuruh gurunya keluar dari ruang kelas.

"Seorang pria harus menepati omongannya bukan, aku pergi"

Tangan besar itu bergerak mengambil tas miliknya, melangkahkan kakinya menuju pintu keluar ruangan kelas tersebut, mengacak rambutnya dan menghilang.

"Dia benar-bener pergi?"

"Huh, aku ingin memutilasi dia tanpa sisa"

"Ssaem, kau akan diam saja?"

"Ssaem, ini sudah keterlaluan, dia bahkan sudah kehilangan sopan santun"

Ocehan para murid terdengar memenuhi kelas itu.

"Sudahlah, mari kita lanjutkan, dan jangan lupakan sekitar tiga hari lagi peringkat kalian akan di umumkan di mading sekolah"

~

Sebungkus rokok keluar dari kantong celana pria itu, mengambil sebatang dan mencoba membakarnya.

"Huh, aku membuang uang untuk membeli rokok tapi tak pernah menghisapnya"

Sebatang rokok itu hanya di biarkan sampai habis.

"Aku, aku, aku, aneh"

Senyuman miring terlihat jelas di bibirnya, seperti ejekan untuk dirinya sendiri.

" 'Appa', siapa dia? itu terdengar asing bagi telingaku 'aku akan melaporkanmu kepada ayahku, karena kau menendang minumanku' huh, dia pikir meminum minuman seperti itu akan bagus?"

Kenangan hari kemaren terlintas sangat jelas di pikiran nya, hanya perkara dirinya yang menemukan seniornya memberikan minuman keras kepada teman-temannya, dan dia menendangnya.

"Dasar anak ayah, kau bisa bertahan hidup tanpa ayahmu? Kurasa tidak. Sampah, kau memamerkan padaku bahwa kau punya ayah yang bisa menjagamu, lalu aku? Kau pikir aku tak punya ayah?" Suara tawa terdengar dengan jelas, pria ini yang sedang terduduk di dekat meja kayu yang berada di gang kosong dan sempit yang benar-benar tidak memberikan kehidupan.

"Yah, aku memang tidak punya ayah, tapi setidaknya jangan pamer!"

~

"Terimakasih"

Suara seorang gadis terdengar jelas mengucapkan kata terimakasih kepada setiap pengunjung, menjadi pekerja paruh waktu saat pulang sekolah menjadi kebiasaannya, setelah dari toserba dia akan menuju ke toko kue yang berjarak tidak jauh dari rumahnya.

"Aku harus bawa uang malam ini, gajiku yang terbayar setiap bulan ku potong untuk membayar uang sekolah, ku potong lagi untuk tabungan, dan memberikan sedikit demi sedikit uang yang ku punya untuk paman"

Helaan nafas menjadi penutup kalimatnya, bekerja keras seperti sudah menjadi takdir hidupnya.

Segerombol anak-anak sekolah melewatinya, beberapa pria dan wanita yang tengah bercanda tawa.

'Aku juga mau pergi berjalan-jalan dengan teman-temanku'

Langkah kaki itu menuju pekarangan perumahan dan berhenti tepat di sebuah rumah sederhana, membuka gerbangnya dan menutupnya dengan pelan, melangkahkan kakinya kembali menuju pintu utama rumah tersebut.

"Aku pulang"

Suara yang hampir nyaris tidak terdengar, melangkah menuju sebuah ruangan di sudut rumah, membuka pintunya setengah.

"Kau datang? Mana uang ku?"

Pertanyaan yang terlontar dari seorang pria yang berumur sekitar 35 tahun, dalam keadaan setengah sadar dia mendatangi gadis itu.

"Mana uang ku!"

Kali ini suaranya jauh lebih keras dan lebih kasar dari sebelumnya, tangan pria itu mengunci bahu gadis kecil yang ada di depannya.

"Kau, mencurinya?"

Suara kali ini jauh lebih berat.

"Tidak paman, ini-ini uangmu"

Tangan yang bergerak membuka ransel tas bagian paling depan, dan mengambil amplop yang memang sudah menjadi jatah paman nya.

"Ini uangnya"

Tangan kecil itu kembali terulur dengan sebuah amplop putih yang ada di tangan nya.

"Pergilah tidur, besok bawakan lagi aku uang"

'Paman iblis, bedebah, dasar sampah'

Sumpah serapah memenuhi hati gadis itu, paman nya telah bercerai sekitar 2 tahun lalu, saat masih ada istri dari paman nya, istrinya terus melindungi gadis kecil ini, dia di larang bekerja dan mempunyai kehidupan anak-anak yang normal, tapi setelah sebuah gugatan kertas cerai diberikan bibi nya kepada paman nya, gejolak kehidupan terjadi. Gadis ini awalnya akan ikut bibinya, tapi ternyata gadis kecil bermata sipit ini berakhir pada tangan pamannya, dan kehidupan buruknya dimulai dari sini.

"Bibi aku rindu"

Isak tangis hampir nyaris tak terdengar di luar ruangan, tangannya memeluk lututnya memberikan kekuatan untuk dirinya sendiri.

"Aku mau punya kehidupan yang normal"

•_•

Kisah ini masih berlanjut ~
Jangan lupa vote guys.

사랑해 친구야 🌼🤍

𝙲𝚁𝚄𝙴𝙻 𝙻𝙸𝙵𝙴Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang