Diatas gedung tinggi berwarna merah bata terdapat seorang pria dengan setelan serba hitam mulai dari topi, kacamata, setelan pakaian dan juga sepatu hitam membungkus badan tegap itu. Menatap rombongan mobil yang baru saja sampai didepan gedung tempatnya berdiri saat ini. Matanya menatap tajam kearah objek yang menjadi targetnya dimalam hari
"Hallo bro, ini suruhan untuk membasmi para tikus kecil yang kau minta, tapi kenapa belum ada pesan masuk, hm? Sekarang tikus yang kau incar sudah didepan mataku, beberapa detik saja kau akan hilang kesempatan." Ucapnya ditunjukan pada seseorang yang memang menyewanya untuk membunuh seorang pejabat.
"Lakukan tugasmu dulu, baru uang akan datang padamu."
"Ck! Bukan itu aturannya, tak ada uang tak ada sayang, cepat! Sebelum aku menerima pesan masuk akan uangmu aku juga tak akan melakukan pekerjaanku." Matanya menatap ponsel miliknya yang memunculkan pesan masuk dengan berisi nominal uang yang kini sudah bersemayam rapih dalam rekeningnya.
Tanpa membuang waktu, senyum miring beserta acungan pistol untuk membidik target pun ia keluarkan, seketika Dor! Bunyi keras terdengar bersamaan dengan matinya seseorang.
Sosok itu bersiul senang lalu beranjak mengaitkan tali pada tralis tangga, ia turun melompat berpegangan pada tali yang ia kaitkan, tetapi terhenti ditengah jalan karna telepon masuk dari orang yang sudah ia anggap adiknya sendiri.
"Heyyo! Brother! Kenapa? Pekerjaanmu lancar? Aku baru saja menye--"
"Bang! Ah! Shit!" Deru napas terengah terdengar melalui earpod yang ia gunakan.
"Yak! Kenapa?!" Dirinya masih menggelantung dengan tali sebagai pegangannya.
"Bang dengerin, aku dijebak polisi, Yak! Minggir! Ah bang pokoknya aku sedang main kucing-kucingan dengan polisi, jangan khawatirkan aku, mungkin akan tertangkap tapi ingat jangan mencariku atau mendatangi kantor polisi, jangan pernah lakukan itu, jangan temui adikmu ini sampai aku sendiri yang kembali padamu, ingat?"
"Yak! Apa maksudmu?! Kau dimana, huh?! Cepat berit--Arghh! Shit." Erangan keluar dari bibir sosok yang masih bergelantung itu karena sesuatu yang panas dan cepat sudah menancap pada betisnya, rasa perih langsung menjalar pada setiap tubuhnya.
"Bang?! Dasar polisi sialan! Aku akan kembali tunggu saja, aku tutup."
Telepon terputus lalu sosok dengan pakaian serba hitam itu mulai menguatkan dirinya meneruskan untuk melompat dengan cepat agar tidak tertangkap lalu mati oleh para bodyguard orang yang baru saja dibunuhnya.
Dengan sedikit tersungkur ia berhasil menapakkan kakinya pada aspal, kaki kirinya sudah mati rasa ia paksa untuk berlari pincang, walau ia pembunuh bayaran tapi tetap saja siapa yang tak akan meringis kesakitan jika peluru kecil sudah bersarang pada tubuhnya.
Orang-orang yang melihatnya tak ada niatan membantu apalagi dengan adanya sekelompok orang bersenjata mengejarnya, langkahnya semakin berat kakinya yang hendak melangkah terus lurus sedikit tersandung kakinya sendiri karna tarikan jemari lentik yang kini sudah menggenggam erat lengannya, membawanya masuk kemobil berwarna putih lalu meninggalkan para pengejar yang bingung karna target mereka tiba-tiba menghilang begitu saja, padahal sebelah kakinya sudah pincang.
"Lilit lukamu." Sang wanita yang tadi menarik si pembunuh bayaran menjulurkan scarf kuning yang ia pakai untuk melilit luka tembak itu.
Airin, si wanita yang tak lain tak bukan adalah Airin, ia tadi baru saja keluar dari sebuah toko sandwich 24 jam untuk membawakan para perawat yang memang shift malam bersamanya saat mendengar suara tembakan yang sangat keras membuatnya berjengit sedikit menunduk menjatuhkan kantung kertas yang ia bawa untung isinya masih baik-baik saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal [END]
FanfictionBlackvelvet Lokal Mempunyai kekasih seorang kriminal? Hah! Itu hanya film action semata. -BlackvelvetLokal- 18+