14.

740 82 3
                                    

"Kamu gila!" Silvi memasuki kamar Julian sambil menghentak-hentakkan kakinya pada lantai, Julian yang mengikuti kekasihnya hanya terkekeh gemas lalu menarik Silvi untuk duduk bersandar pada sandaran tempat tidur dan dirinya menyender pada dada Silvi.

"Kenapa sih, Yang? Disana itu bahaya, panas juga, jadi aku ngga salah dong culik kamu dari tugas?" Alasan kenapa Silvi mencak-mencak adalah disaat ia sedang bekerja mengamankan area demo buruh hari ini, Julian tiba-tiba datang dan menariknya tanpa perasaaan.

"Tapi kan itu tugas aku!" Gerutu Silvi sambil membuka topi kekasihnya lalu menjambak rambut ungu itu.

"Aw! Kok dijambak sih, Yang. Badanku itu tiba-tiba panas, makannya nyari kamu, kamu mau aku diurus wanita lain?" Keluh Julian, memang saat bangun tadi ia merasa tubuhnya begitu panas, seperti ingin pilek.

"Utututu, kasiannya pacarku ini, udah minum obat? Udah makan?" Gelengan menjadi jawaban semua pertanyaan Silvi, membuat wanita itu berdecak.

"Males, Yang. Maunya kamu." Julian makin menduselkan kepala bagian belakang pada buat dada Silvi yang terlindungi seragam polisi.

"Ganti baju pake bajuku sanah, ngga enak tau Yang kamu pake ginian." Tangan Julian tiba-tiba meremas payudara Silvi dengan keras membuat sang pemilik memekik kaget.

"Issh! Tangannya! Lagian bukannya aku cantik pake ini, Yang?" Silvi mengelus rambut Julian yang agak bau karna jarang keramas.

"Nggak! Kamu cantiknya itu ngga pake apa-apa." Pria itu membuka kancing seragam Silvi tanpa ijin. "Tangan sama mulutmu itu ngga pernah sopan apa?!" Walau berteriak tapi wanita itu membiarkan saja tingkah laku kekasihnya.

Seragam sudah terlepas, kini beranjak menarik tank top milik Silvi keatas untuk melepasnya. "Heh! Tank topku buat apa dilepas?!" Sungguh Silvi tidak habis pikir akan tingkah laku pria didepannya. Tak berhenti sampai situ, Julian melingkari punggung atas Silvi untuk melepas tautan bra wanita itu.

"Katanya sakit! Tapi tanganmu sehat banget, sih?" Menggerutu sebal pada Julian yang tak memperdulikannya, malah dengan mata berbinar pria itu memainkan payudara Silvi yang tak terlindungi apapun itu dengan semangat.

"Akh! Bajunya mana, ish!" Dengan setengah hati, Julian melepaskan payudara Silvi lalu membuka kaos miliknya untuk dipakai wanita itu.

"Ngga ada yang lain apa? Masa sakit malah telanjang dada." Tangan kanan Silvi mengecek dahi dan leher Julian yang memang terasa panas.

"Kan dipeluk kamu, aduh Yang sakit banget Yang." Julian menyurukkan kepalanya pada dada Silvi sambil memeluk pinggang wanita itu erat.

"Kamu ngga mau keramas apa? Bau banget ini." Silvi menarik-narik pelan rambut Julian yang semerbak apek.

"Keramasin." Pipinya digesekkan pada dada Silvi seolah mencari kehangatan. "Manja benget! Ngga mau ganti warna? Ungu nanti dikira duda, Yang."

"Gantiin." Jawab Julian singkat, walau rambutnya dijambak-jambak pelan ia tidak protes dan bahkan menikmatinya asal itu Silvi ia tak masalah.

"Warna item, yak? Biar sama kaya punyaku." Mata Silvi berbinar, ia membayangkan rambut kekasihnya itu menjadi hitam, pasti sangat tampan.

"Ngga mau, pasaran itu."

"Ya terus apa dong? Aku kan mau samaan sama kamu rambutnya, selain item kan ngga mungkin, aku masih polwan, Yang, inget!" Keluh Silvi sedikit cemberut.

"Nanti aku bukan cuma samaan sama kamu tapi tukang ngamen dilampu merah juga item, Yang. Warna pirang aja, nanti beli cat rambutnya kamu yang pakein."

"Eh, ngga jadi, deng, bener kamu." Julian mendongak menatap Silvi yang berbinar karna merasa pria itu akan berganti rambut warna hitam.

"Item?!" Sambil mengedip-ngedipkan matanya, Silvi berusaha membujuk Julian. "Silver aja." Sontak jawaban Julian mengundang raut datar wanitanya.

Criminal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang