13.

746 82 11
                                    

Adam termagu diatas motornya, ia sudah berada diruangan yang dijadikan garasi untuk kendaraan miliknya. Masih merasakan ngilu pada hatinya yang baru saja tergesek luka. Sungguh ia masih tak percaya, bagaimana bisa? Bagaimana bisa Airin yang ia kira wanita yang cocok untuknya malah berpaling pada abangnya?

Lama termenung, Adam beranjak sembari menenteng helm untuk ditempatkan pada tempatnya dan menuju ruang tengah yang sudah terdengar suara keras para saudaranya.

"Bang! Darimana?" Jay berseru saat melihat Adam yang memang akhir-akhir ini sering berpergian tanpa pamit.

"Ngabisin bensin, bengkel gimana?" Adam tersenyum lebar menutupi semuanya, ia tak ingin terlihat lemah didepan mereka.

"Udah selesai Renovasi, besok barang-barang pada nyampe kayaknya, jadi harus kerja rodi." Setelah merancang sedemikian apiknya, bengkel usaha mereka bersama sebentar lagi sudah bisa dijalankan.

"Montirnya?"

"Aku sama bang Julian kan dulu jurusan teknik di-SMK, jadi cuma memperkerjakan satu montir berpengalaman aja, terus biar ngajarin kami berdua." Soal tenaga kerja juga sudah mereka pikirkan, karna usaha baru mereka tak ingin terlalu berlebihan dalam mengeluarkan uang, jika diri sendiri bisa kenapa harus orang lain?

"Kalian berdua mandor dong?" Adam tertawa menjahili kedua adiknya yang lain. "Tukang cuci, bang. Mandornya kan loe." Jay menjawab dengan nelangsa, seketika menyesal memiliki wajah tampan jika akhirnya menyuci motor atau mobil.

"Tapi loe ngga papa, bang? Gue perhatiin akhir-akhir ini uring-uringan terus." Bukan hanya Bara tapi yang lain pun melihat kejanggalan akan tingkah laku Adam.

"Ngga papa, cuma pengen sering keluar aja." Senyum masih terpanar diwajahnya tapi langsung meredup setelah mendengar ucapan Julian.

"Bukan karna cewek loe mau nikah sama bang Nandra?" Ucapan Julian sangat tepat menembak ulu hati Adam, berusaha melupakan tapi malah saudaranya sendiri yang mengungkit kembali.

"Ke ring, Jul." Adam beranjak menuju ruang olahraga yang berisi ring tinju, ia melepas pakaiannya dan menyisakan boxer hitam miliknya, memakai sarung tinju yang tersedia, biasa untuk berlatih dengan yang lain.

Julian yang paham akan kekalutan Adam pun menurutinya, melepas kaos putihnya merelakan dirinya yang mungkin akan menjadi samsak hidup bagi Adam.

"Sama abang aja." Entah datang kapan dan darimana, Jenandra yang ditemani Jovian kini sudah berada dalam satu ruangan bersama Adam, Adam hanya mengedikkan bahunya, mungkin jika meninju wajah tampan Jenandra kekalutannya bisa hilang.

Mereka berdua sudah diatas ring, saling berhadapan ketika saudaranya yang lain menonton sambil berebut cemilan, sangat tidak cemas akan salah satu dari mereka terluka parah.

Adam langsung merangsek maju menyerang Jenandra yang sepertinya tidak menghindar atau malah tidak bisa? Satu pukulan menghantam pipi yang lebih tua.

"Semuanya ulah Ayah." Setelah memulihkan fokusnya, Jenandra sudah bisa menghindar dan melayangkan beberapa pukulan yang langsung ditangkis Adam.

"Gue ngga punya Ayah." Mata Adam menyorot tajam seolah ingin mematikan siapa saja yang tertangkan kedua bola matanya.

"Temui dia, minta kekasihmu padanya, abangpun sudah punya--akh!" Tinjuan melayang mengenai hidung Jenandra.

"Bacot! Loe mau adu tinju apa mau adu bacot, sih?!" Tanpa belas kasihan Adam menendang perut Jenandra yang masih mengerang karna hidungnya mengeluarkan darah.

"Abang pun juga korban Ayah kamu tahu?!" Jenandra bangkit melayangkan pukulan yang sudah tidak ditahannya, mengeluarkan semua tenaganya.

"Ya itupun bukan urusan gue. Loe bukan abang gue." Keduanya ngos-ngosan karna berbicara saat bertinju itu melelahkan, apalagi ini menumpahkan semua emosi milik mereka.

Criminal [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang