Setelah beberapa hari ditangkap Jaka ditempatkan pada sel yang sama dengan Julian dan satu orang lagi bernama Adijaya yang kerap dipanggil Jaya, seorang bandar narkoba yang ditangkap dirumahnya sendiri.
"Ya anak muda, makanlah makananmu, makanan ini tak seburuk makanan rumah sakit, cepat habiskan." Julian menegur Jaka yang sedari tadi hanya duduk termenung menghisap rokok milik Jaya, sama sekali belum menyentuh makan malam yang disediakan.
"Apa yang kau pikirkan kawan? Ceritalah kita teman bukan?" Jaya ikut menanyai Jaka yang tak kunjung menjawab pertanyaan Julian.
"Aku tak percaya teman." Jaka menjawab singkat sambil menghembuskan asap rokok dari mulutnya.
"Kau?!! Kembalikan rokokku! Sepuluh batang dari yang kemarin-kemarin." Jaya menodong Jaka dengan mata melotot, entah darimana berbungkus-bungkus rokok yang dimiliki Jaya.
"Hei, anak muda! Rokok itu bukan segalanya, ingat! Kita itu saudara!" Jaka menepuk akrab pundak Jaya seolah tanda damai.
"Huh! Kiti ini siidiri, blah! Jadi ada apa denganmu, huh?" Bibir Jaya menye-menye mengejek Jaka yang pencitraan padanya.
"Bang Jul, apakah aku akan dihukum mati?" Jaka mengeluarkan pikirannya dengan pertanyaan pada Julian, orang paling tua yang ada disel itu.
"Yak! Kau pikir aku cenayang, hah?! Yang bisa tau nasib seseorang, pembunuh bayaran masa takut akan kematian, kenapa, huh?! Apakah ada gadis manis yang menunggumu pulang?" Julian menaik-turunkan alisnya menggoda Jaka dengan mulut penuh akan nasi dan lauk.
"Ya, dia memang manis." Jaka menerawang mengingat wajah ayu seorang gadis yang menurutnya kecil tetapi berada ditempat para kriminal berada, gadis yang sangat ia ingat bagaimana paras ayunya dan juga badan gemetarnya yang sangat ketara.
"Wow, siapa gadis kurang beruntung itu, huh?" Ejek Jaya bercanda.
"Ah benar, dia sungguh sial jika disukai pembunuh sepertiku." Jaka tersenyum miris sembari memejamkan matanya.
"Hei-hei, dengarkan dulu nasihat abangmu ini, jangan dekati wanita baik-baik apalagi dari keluarga terpandang yang baik, sadar diri saja, kita mencari uang saja tidak benar, mau menanggung anak orang--" ucapan Julian terpotong karna masuknya polisi kedalam sel mereka.
"Kawan baru." Beberapa orang berseragam polisi membuka pintu sel yang ditempati Jaya, Jaka, dan Julian sambil membawa seorang pria tampan dengan borgol pada tangannya.
"Apa?" Jaka bertanya lagi-lagi dengan menghembuskan asap rokoknya.
"Bandar narkoba." Sang polisi menjawab setelah memasukan tahanan baru lalu mereka pergi setelah mengunci sel kembali.
"Ck! Polisi negara ini bodoh atau bagaimana, apa-apaan ini pembunuh disatukan dengan penjual obat?" Jaka sungguh tak habis pikir, ia kira karna ia sudah menghilangkan nyawa banyak orang, ia akan ditempatkan pada sel khusus ternyata gabung dengan penjual obat dan pencuri? Yang benar saja.
"Yak! Orang yang selalu memberimu rokok ini juga seorang bandar narkoba kau tahu?? Jangan ejek pekerjaanku, maki saja polisi bodoh itu!"
"Kalian tahu tak semua polisi disini bodoh, ada satu yang pintar." Julian menatap kedepan tepatnya pada sosok berbaju santai yang ia tahu pasti akan ada tanda pengenal didalam sakunya.
"Bukankah begitu, nona?" Jimin menghampiri sosok itu, mereka berhadapan walau terhalang besi-besi sel.
"Tentu saja." Silvi, polisi wanita berpakaian santai itu menggenggam besi sel sambil memajukan wajahnya tepat didepan wajah Julian.
"Ada apa nona cantik sudi berkunjung ke-sel penuh manusia hina ini." Jay membungkukkan badannya seolah menyambut tuan putri.
"Aku tidak hina." Tahanan baru mengeluarkan suara setelah sedari tadi melihat banyaknya drama disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Criminal [END]
FanfictionBlackvelvet Lokal Mempunyai kekasih seorang kriminal? Hah! Itu hanya film action semata. -BlackvelvetLokal- 18+