Kejutan Takdir - 01
Persahabatan yang sejati dari seorang lelaki dan perempuan bukanlah persahabatan yang tiada dinodai cinta. Melainkan, persahabatan yang walau sepihak telah cinta, namun mengabaikan patah dan tetap berusaha mempertahankan persahabatan.
┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈
Jurusan arsitektur terkenal dengan jurusan perancangan, dimulai dari pekerjaan merancang rumah, gedung biasa, hingga gedung dengan tingkat puluhan. Jurusan yang identik dengan menggambar ini merupakan satu di antara program studi fakultas teknik yang cukup diminati. Sayangnya, perlu kemampuan dan kesiapan mental yang lebih ketika memasuki program studi ini. Karena, siapa sangka, selain bermain dengan sketsa rancangan bangunan, program studi ini juga mempelajari ilmu-ilmu eksak seperti fisika contohnya. Benar-benar meresahkan.
Pada semester dua, mata kuliah yang begitu meresahkan datang dari Perancangan Arsitektur Bangunan (PAB). PAB dibagi menjadi 5 kajian, yang dimana salah satunya ialah kajian struktur dan konstruksi. Dari namanya saja sudah jelas, bila pada kajian ini para calon arsitek mesti bermain-main dengan hal semacam konstruksi.
Namun, bagaimana bila seorang calon arsitek tidak mempunyai skill menggambar? Bahkan, untuk menggambar garis lurus saja masih berantakan meski sudah menggunakan penggaris.
Aneh? Iya. Mungkin, kata itulah yang dapat menggambarkan diri Vien. Vienna Devansha, lengkapnya. Gadis yang menyukai es krim rasa vanila itu benar-benar tidak memiliki skill menggambar. Vien suka menulis, bahkan ia sudah mengikuti berbagai event menulis, baik itu menulis cerpen, puisi, ataupun esai. Lantas, bagaimana ceritanya ia bisa terjebak dalam program studi arsitektur?
Jawabannya ialah karena seorang Bhasvara Aristide. Laki-laki yang kini ada di ruangan yang sama dengan Vien.
"Bhar, bantuin gambar, dong. Aku bingung, ini gimana gambarnya?"
Bhara yang terfokus membaca buku pedoman kuliahnya sontak bangkit dari kursi yang ia duduki. Lelaki itu segera mengambil posisi di sebelah Vien. Bhara melihat hasil sketsa rancangan Vien, yang baru berbentuk beberapa garis tak beraturan. Padahal menurut Bhara, tugas yang diberikan masih terhitung mudah. Namun, mendengar helaan napas panjang dari Vien membuat lelaki itu tahu bahwa Vien tengah dirundung frustrasi.
"Vien, ini kamu gambar garisnya pakai penggaris, gak?"
Sebuah cengiran sukses tercetak di wajah Vien, disertai dengan gelengan kepala.
"Ya ampun, Vien, udah aku bilang berapa kali? Kalau mau gambar garis itu pakai penggaris, biar lurus." Bhara mengambil alih pensil 2B yang digunakan Vien untuk menggambar sketsa rancangan tadi. Posisi mereka berdua pun berubah. Vien menjadi berdiri di sebelah Bhara yang kini duduk di kursinya. Dengan cermat, gadis itu melihat pergerakan tangan Bhara yang dengan lihai menggoreskan setiap garis di atas kertas polos berwarna putih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kejutan Takdir [Completed✔]
RomansJangan terlalu berharap pada keadaan, apalagi berharap agar semua ekspetasimu berjalan semulus yang kau inginkan. Karena, inilah takdir. Tidak ada siapapun yang mengetahui, bagaimana jalannya hidupmu ke depan. Seperti itulah, seorang Vienna Devansh...