S e p u l u h

46 7 0
                                    

Kejutan Takdir — 10

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kejutan Takdir — 10

Berprasangka buruk itu memang tidak baik. Namun, terus-terusan berprasangka baik juga tidaklah baik. Karena, semua hal yang 'baik' berpotensi untuk mengkhianati kepercayaan.

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

Pemandangan yang menyesakkan itu terpampang nyata di hadapan Vai. Potret mesra antara gadis yang ia kagumi, dengan lelaki yang dikagumi gadis itu membuat Vai berniat beranjak pergi. Keduanya tengah saling bercanda tawa, diselingi dengan Bhara yang menggelitiki Vien.

Sungguh, rasanya Vai begitu muak melihat pemandangan di depannya itu. Terlebih setelah suatu pernyataan yang ia dapat dari Arga kemarin, yang membuat ia ragu tentang Bhara. Apa benar, bahwa lelaki itu menganggap Vien penting?

“Ngaco lo. Mana ada sibuk-sibuknya kami. Bahkan nih, ya kami itu bisa dibilang kelewat santai. Seminggu di sana cuma makan, tidur, latihan, makan, tidur, latihan, tanding, balik. Udah gitu aja.” Ucapan Arga terlihat tiada sangsi, membuat Vai yang kini justru terlihat cemas. Jika apa yang dikatakan oleh Arga itu benar, lalu apa itu artinya Bhara berbohong? Mengapa lelaki itu harus mengatakan bahwa ia sibuk sehingga tidak bisa mengabari Vien?

Ingin sekali Vai menghampiri Vien, dan mengatakan kepada gadis itu mengenai ucapan Arga kemarin, akan tetapi Vai bukanlah orang yang seperti itu. Ia masih cukup sadar diri, untuk tidak berucap demikian, yang notabenenya dapat menjelekkan nama baik Bhara—sedangkan ia belum tahu kebenaran aslinya. Ia juga tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kepada Vien, dan membuat gadis itu harus bersedih. Ia tidak mungkin menghancurkan senyuman gadis itu.

Bye, Bhar.”

Setelah kalimat tersebut terdengar mengetuk rungu Vai, lelaki itu mengangkat kepalanya yang sempat ia tundukkan tadi. Vien berjalan ke arahnya, yang berjarak 2 meja dengannya. Gadis itu sepertinya sudah selesai berbincang, bercanda, bersenda gurau, dan berbahagia dengan Bhara.

“Vai! Kok melamun?” Vien melambai-lambaikan tangannya di depan Vai, membuat lelaki itu sontak tersadar dari lamunannya. Entah mengapa, setelah ucapan Arga kemarin, dan setiap ia membayangkan kedekatan Vien dan Bhara, ia selalu merasa ada suatu kejanggalan. Namun hingga sekarang, ia tidak tahu kejanggalan apa itu.

“Eh, nggak apa-apa. Tadi lagi mikirin tugas sketsa aja.” Vai terpaksa berbohong. Ia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya kepada Vien, terlebih ini baru dugaannya. Bisa saja ucapan Bhara itu benar adanya. Mungkin ia sibuk, dan mungkin saja khusus Arga tidak. Semua itu mungkin saja terjadi.

Ia harus menahan agar semua dugaannya tidak semakin buruk tentang Bhara. Ia selalu teringat dengan pesan mendiang kakeknya, bahwa setiap pikiran yang mengarah ke arah negatif harus segera disingkirkan, jika tidak, pikiran itulah yang akan menyerang tuannya, dan memakan habis-habis pikiran positif.

Kejutan Takdir [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang