T u j u h B e l a s

35 6 0
                                    

Kejutan Takdir — 17

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kejutan Takdir — 17

Tidakkah ia tahu, bila ada hati yang tengah menjerit rindu atas namanya? Lantas, mengapa ia terlihat baik-baik saja berkelana jauh?

┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈

“Selamat ulang tahun, Vienna Devansha.” Vai mengucapkan itu, sembari tangannya bergerak mengeluh puncak kepala gadis itu. Lelaki itu sedikit terkejut, ketika gadis itu memeluknya tanpa aba-aba. Rasanya, ini bagaikan mimpi.

Namun, ini bukan saatnya Vai untuk membiarkan hatinya bersorak penuh kegembiraan, melainkan saatnya lelaki itu menyiapkan pundaknya untuk menjadi sandaran gadis yang tengah terisak itu.

“Jangan nangis. Ini hari ulang tahun kamu, Vien. Harusnya kamu bahagia,” ujar Vai yang perlahan melepas pelukan itu, kemudian mengusap air mata yang menetes keluar dari sudut kanan pelipis gadis itu.

“Vai, kamu ingat ulang tahun aku?”

Rasanya, pertanyaan itu seolah sebatas kiasan, karena, mana mungkin Vai melupakan hari spesial bagi Vien? Tidak. Bahkan, jauh-jauh hari sebelum gadis itu berulang tahun pun, Vai sudah menyiapkan wacana untuk memberi kejutan pada gadis itu.

“Jelas aku ingat, Vien. Mana mungkin aku lupain hari ulang tahun kamu,” tutur Vai, menatap lekat wajah Vien. Kulit di bawah mata gadis itu sedikit menebal dan menghitam. Sepertinya, gadis itu baru saja menghabiskan waktu berjam-jam untuk menangis. Ingin sekali Vai bertanya, tapi sepertinya, sekarang bukan saatnya untuk mempertanyakan hal tersebut. Vai harusnya memberikan kado yang sudah ia siapkan kepada gadis itu, dan membawakan sejuta kebahagiaan untuknya.

“Vien, selamat ulang tahun. Maaf kalau suara aku tadi bikin gendang telinga kamu bermasalah.”

Vien menghapus jejak tangisnya yang masih ada, kemudian tertawa kecil, sembari memukul lengan Vai. “Apaan, sih, Vai. Suara kamu itu bagus banget,” puji Vien.

“Masa, sih?” Vai masih tidak percaya diri. Lagian, bisa-bisanya ia dengan beraninya bernyanyi di depan Vien. Sungguh, sepertinya urat malu Vai sudah putus.

“Vien, selamat ulang tahun.” Kedua kalinya, lelaki itu mengucapkan kalimat serupa. Namun, kali ini suara Vai terdengar begitu lembut mengetuk rungu Vien. “Semoga apa yang disemogakan tersemogakan. Kayaknya udah pasaran, sih, doanya. Tapi, gak apa, deh, yang penting maknanya, ya, Vien.”

Vai menyelipkan beberapa helai anak rambut Vien yang jatuh ke belakang telinga Vien. “Tetap jadi Vien yang aku kenal, ya. Yang ceria, yang selalu menebarkan senyum. Aku gak suka kalau kamu nangis, Vien.”

Kejutan Takdir [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang