6. Hukuman

1.2K 129 0
                                    

"Kau nyaris membuat Sakura-chan kehilangan nyawa!"

Mikoto mengamuk. Selepas diperiksa di Rumah Sakit, ternyata ada obat sakit perut dalam makanan Sakura. Wanita itu menuduh Hinata karena Hinata yang membuatkan sarapan.

"Jangan menuduh Hinata, kaa-san. Lagian aku tidak apa kok. Cuma sakit perut," bujuk Sakura memasang wajah lugu seolah menjadi paling tersakiti.

"Itu tidak adil, Sakura-chan. Kelakuan dia perlu diawasi. Bagaimana kalau menaruh racun di makananmu? Dia perlu dikasih pelajaran!" cerocos Mikoto menggebu.

Izumi berdecak gemas. Entah apa yang merasuki ibu mertuanya membuat beliau begitu protektif pada Sakura. "Jangan berlebihan seperti itu. Hinata anak yang baik, kaa-san."

"Izumi, kau jangan terlalu baik. Bisa jadi suatu saat nanti, dia menusukku. Mungkin dengan berselingkuh dengan Itachi? Itu sangat buruk!" Mikoto bergidik ngeri.

Izumi geleng-geleng kepala pasrah. Tidak mungkin. Hinata tidak sejahat dan serendah itu. Ia sudah mengenal Hinata lama, pikir Izumi.

Sasuke sendiri memperhatikan tingkah ibunya tanpa minat. Ia melirik ke arah Hinata yang menunduk takut. Terlalu lemah. Apa dia tidak berniat melawan? Batinnya bertanya.

Itachi dan Fugaku sudah malas berkomentar. Karena Mikoto akan tetap keras kepala serta main asal judge. Apalagi ini menyangkut nyawa Sakura.

"Jadi, untuk hukumanmu adalah, selama seminggu jangan kembali ke rumah ini!" seru Mikoto. Semuanya refleks menoleh syok. Sakura sendiri masih memasang wajah lugu.

"Ibu, tidak bisa hukuman yang lain?" tanya Izumi menawar. Ia sudah tahu tentang permasalahan keluarga Hinata. Mereka sering saling berbagi cerita. Seperti adik kakak yang harmonis.

Itachi mengangguk mengikuti istrinya, "Iya, lagi pula kalau Hinata pergi, siapa yang akan mengurus rumah ini? Masa mau menyewa pembantu lagi?"

"Ssstt, tidak boleh protes! Masalah rumah tenang. Dialihkan pada Sakura-chan. Hitung-hitung sebagai pelatihan agar menjadi istri yang baik untuk Sasuke, benar begitu bukan?"

Sakura tercengang syok. Batinnya memekik histeris. Ia menganggukkan kepala kaku. Ekspresi wajah Itachi, Izumi, dan Fugaku berbanding terbalik dengan Sakura. Termasuk Hinata menahan tawa.

"Baiklah kalau begitu, Hinata, segera kemas barangmu!" seru Izumi menarik tangan Hinata pergi penuh semangat. Ia tidak sabar menunggu hari esok. Pasti akan seru.

"Aku tidak sabar melihat Sakura besok. Rasakan! Dia itu sok berkuasa sekali, aku membencinya sungguh," celoteh Izumi sembari membantu membereskan barang Hinata. Hinata tersenyum simpul.

"Ah iya, bagaimana bisa obat sakit perut masuk ke masakan Sakura?" lanjut Izumi berpikir.

Hinata mengerjap, "Aku tidak tahu, kak. Semua berjalan seperti biasa. Hanya saja, aku sempat meninggalkan masakan sarapan ke kamar mandi."

"Pasti Sakura itu playing victim. Selalu licik," tebak Izumi yakin. Hinata diam tidak berkomentar. Ia juga tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi. Semua di luar kendali.

Hingga aktivitas mengemas barang usai. Keduanya kembali ke ruang keluarga. "Nah, pintu keluar di sebelah sana, Hinata," titah Mikoto mengusir frontal.

Hinata tersenyum berpamitan, "Saya permisi, Fugaku-sama, Mikoto-sama, dan semuanya." Itachi bersuara menawarkan diri, "Kau mau diantar, Hinata?"

"Tidak boleh ada yang mengantar!" seru Mikoto menyela. Hinata sudah tahu itu. Ia tersenyum sejenak sebelum melenggang pergi.

Sama seperti malam waktu itu. Hinata menyusuri jalan tanpa arah tujuan. Hari yang panjang dan melelahkan. Ia meratapi nasibnya selalu sial. Kemana dia pergi sekarang?

"Hinata!" Suara Sasuke terdengar. Tubuh Hinata berbalik menatap pemuda raven yang kini ada di hadapannya. "Pakai apartemen gue dan hati-hati di jalan."

Hinata mengangguk. Jangan lupakan senyuman berterima kasih.

💜💜💜

"HINATAAA!!!"

Keesokan paginya. Baru saja menginjak di depan gerbang sekolah, Hinata disambut oleh teriakan antusias Temari dan Lee. Sedangkan Gaara diam mengikuti dari belakang seperti biasa.

"Astaga! Lo ke mana aja kemarin, hah?! Kenapa nggak masuk? Kita khawatir, tahu! Apa terjadi sesuatu yang buruk?" tanya Temari mencak-mencak.

Hinata meringis. Akibat perselisihan dengan Sakura kemarin dirinya tidak sempat membuka gawai. "Maaf, maaf. Ibuku jatuh sakit, aku panik langsung membawanya ke rumah sakit sampai lupa izin," alibi Hinata kesekian kali.

Maafkan aku yang suka berbohong, Temari-chan, batin Hinata meringis.

"Ibu lo sakit apa? Sakit parah sampai dirawat inap, nggak? Kenapa bisa sakit? Keadaannya gimana sekarang?" tanya Temari bertubi-tubi tanpa jeda.

Lee berdecak jengkel. "Tuh kan, mulut lo kayak petasan, nyerocos mulu! Pantas aja Shika nggak betah. Pasti telinganya butuh dibawa ke THT," ocehnya.

Temari melirik sinis mode sensitif. Langsung memberikan pukulan dengan kipasnya. "Jangan pernah menyebut nama itu, baka!! Lo mau gue tendang lagi?!" Lee cengengesan.

"Aku heran. Sebenarnya apa hubunganmu dengan Shika?" tanya Hinata mengalihkan pembicaraan.

Temari gelagapan. "Nggak ada hubungan apa-apa! Nggak penting untuk dibahas. Mending jawab pertanyaan gue yang tadi," kilah Temari tertawa kaku.

Sepertinya Temari, Shikamaru, dan Ino punya kisah buruk di masa lalu, pikir Hinata memperhatikan gerak-gerik permusuhan mereka bertiga.

"Baiklah. Ibuku tidak sakit parah, hanya ya umurnya yang semakin menua cepat lelah, kau paham kan? Sekarang beliau baik-baik saja. Tidak dirawat di rumah sakit, tenang saja," jawab Hinata panjang lebar.

"Oh bagusla-"

"Hei! Bisa nggak jangan ngobrol di depan gerbang gini? Berasa satpam, Ck," sela Lee berdecak sewot melihat lalu lalang penghuni sekolah.

"Oh iya, kita ke kelas!" seru Temari senyum tak berdosa baru menyadari. Kalau sudah ngobrol atau gibah, memang suka lupa tempat.

Mereka berempat pergi ke kelas. Tapi, tiba-tiba ada mobil melaju cepat sengaja menyerempet tubuh Hinata. Untung saja, ada Gaara yang sempat menahan agar tidak terjatuh, lagi.

"Wah, cari gara-gara! Sengaja banget pancing emosi. Siapa sih?!" seru Temari misuh-misuh. Tak lama keluar dua pasang manusia yang sudah lama tenar sebagai couple uwu-Sakura dan Sasuke.

"Cih. Uchiha sialan itu dan Haruno manusia ular. Pasangan yang bikin muak," cibir Temari menatap keduanya mencemooh, "Cocok banget sih, sesama licik! Emosi gue lihat muka mereka yang sok berkuasa sok mem-bully. Berasa keren banget apa?! Dih harta ortu aja bangga."

Hinata, Lee, dan Gaara saling berpandangan melihat Temari yang emosi. "Kau terlihat tidak suka dengan mereka, apa kau cemburu, Temari?" tanya Hinata polos.

"Heh? Cemburu? Yang benar saja, Hinata!" Temari tertawa nyaring, "Gue nggak cemburu. Cuma emosi aja lihat kelakuan sok mereka. Pengin gue kasih pelajaran, deh."

Temari tersenyum sumringah baru saja mendapatkan ide cemerlang. "Aha! Lee! Bagaimana kalau kita hari ini sedikit bermain-main?" Lee yang paham langsung mengangguk setuju. Mereka berdua asik dengan dunia mereka sendiri.

"Apa yang mereka pikirkan? Aku punya firasat buruk," tanya Hinata entah pada siapa. Ia tahu, Gaara tidak akan merespons dengan kata.

Hanya mengangkat bahu acuh.

💜💜💜

Please review meski cuma satu kata 🥺

Pacar Rahasia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang