“Hai, Lee! Gimana nanti? Persiapan perang udah matang?”
Gadis bersurai cream itu baru saja tiba ke sekolah. Ia menyapa Lee yang sedang mengobrol bersama Hinata dan Gaara. Atau lebih tepatnya, hanya menceritakan saja. Dua orang itu terlalu pendiam.
“Oh, hai, Temari! Udah dong. Gue nggak sabar banget mereka bakalan dihukum sama ayah,” jawab Lee menyebutkan guru olahraga yang merupakan ayahnya sendiri—Gai.
Temari tersenyum mengangguk juga tidak sabar. “Ini yang level mudah. Level selanjutnya pas istirahat nanti. Gue udah bawa alat-alatnya,” seru Temari.
“Sebenarnya apa yang sedang kalian rencanakan untuk mereka?” tanya Hinata menatap Temari dan Lee heran. Mereka berdua malah saling berpandangan sok misterius.
Hinata mengernyit. Mereka berdua ini selalu punya rencana di luar pemikiran manusia. Ide yang out of the box bikin lawak. Seperti waktu itu, membuat Karim dan Sakura bertengkar karena permen karet.
Hinata terdiam pikirannya kembali melayang pada kejadian di pasar. Di mana dirinya tidak sengaja menabrak ibu tirinya.
“Eh, kaa-san?”
Hyuga Aeri—ibu pengganti bagi Hinata itu tersentak. Ia menatap Hinata dengan tatapan yang sulit diartikan. Seperti ingin membicarakan banyak hal.
“Hinata, bagaimana dirimu sekarang? Kau baik-baik saja?” tanya beliau sukses membuat Hinata melongo. Selama ini, beliau tidak pernah peduli. Abai dengan keadaan Hinata.
Hinata menggaruk tengkuknya yang tak gatal merasa gugup. “I-iya, a-aku baik-baik saja. Bagaimana kabar kaa-san? Apa ayah juga baik?” Hinata bertanya hati-hati.
Aeri tersenyum lebar mengangguk. Ia meraih Hinata ke dalam pelukannya. Pelukan khas seorang ibu membuat Hinata lagi-lagi merasakan gejolak aneh.
“Maafkan kaa-san, Hinata. Maafkan kaa-san yang tidak bisa berbuat apa-apa saat Hiashi memarahimu. Bukan bermaksud abai, tapi, dia selalu marah bila aku mencampuri urusan dengan ‘anak kandungnya’.”
Pembicaraan yang memakan waktu singkat itu membuat Hinata berubah cara pandangnya pada Aeri. Ia jadi berpikir, apa Hiashi memperlakukan Aeri dengan baik? Ini rumit.
Di waktu yang sama tempat berbeda, Sakura, Ino, dan Karin juga tengah mengobrol memikirkan sebuah rencana. Rencana untuk memberikan pelajaran pada Hinata.
“Rencana diluncurkan waktu jam olahraga. Gedek banget gue sama tuh cewek. Puas banget sih kemarin dikatain pelakor,” oceh Sakura bersungut-sungut sebal.
“Ya, gue juga nggak suka sama tuh cewek. Enak aja dilindungi Sasuke. Sasuke itu jodoh gue valid no debat,” sahut Karin menggebu-gebu.
Sakura melotot mendengarnya. “Sasuke pacar gue! Lo jangan halu!” Karin membalas melotot. Jika sudah menyangkut Sasuke, sejenak mereka melupakan hubungan persahabatan.
Ino menghela napas. Sebentar lagi ada perang ketiga. Kali ini ia memilih hanya termenung menerawang jauh masa lalu. Di mana mereka bertiga bersahabat; Temari, Shikamaru, dan Ino.
Tanpa sadar kedua sudut bibirnya terangkat merindukan masa itu.
💜💜💜
Jam olahraga. Bila sebagian orang menganggap olahraga adalah pelajaran paling menyenangkan karena bisa keluar dari kelas. Tidak bagi Hinata yang tidak bisa olahraga.
Hinata benci olahraga. Ia selalu berharap di jam olahraga akan ada hujan turun atau guru ada urusan mendadak. Atau tidak jam bebas, ia akan duduk di bawah pohon rindang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacar Rahasia ✓
Fanfiction⚠️ First story ⚠️ Disclaimer : Masashi Kishimoto Hinata Hyuga adalah seorang gadis biasa yang telah jatuh cinta sendirian di masa remajanya. Pada dia-retak yang menjadi detak di hidupnya. Yang kerap menorehkan luka, yang menjadi alasan retak hati, a...