9. Tidak Sendirian

987 121 9
                                    

"Lo masih hidup? Gue kira udah lenyap."

Hyuga Hanabi-adik dari Hinata. Gadis berpakaian crop dibalut jaket levis dipadu celana di atas lutut itu memandang Hinata remeh. Tatapan matanya menelusuri dari atas sampai bawah.

"Bagus sih, tou-san bilang ke publik kalau anak pertamanya sudah meninggal dunia. Gue jadi nggak nanggung malu lagi punya kakak cupu kayak lo," ceplos Hanabi mencemooh.

Hinata hanya diam memandang Hanabi dengan tatapan sulit diartikan. Perasaannya berkecamuk. Mereka terjalin dalam ikatan persaudaraan. Rasa rindu itu ada, benci lebih mendominasi.

"Udah lama nggak ketemu, lo mendadak bisu, ya?" tanya Hanabi menatap Hinata bergidik ngeri.

"Ba-ba-bagaimana kabar kaa-san? Apa dia baik-baik saja?" tanya Hinata terbata-bata. Lidahnya terasa kelu mengingat dulu nyaris tidak pernah mengobrol bersama Hanabi.

Hanabi berdecih sinis. "Baik. Jauh lebih baik. Rumah jadi tenang tanpa lo. Nggak ada gangguan, nggak ada cekcok. Semuanya membaik, tanpa lo," tutur Hanabi menekankan tiap suku katanya.

Hinata tersenyum palsu. "Bagus kalau begitu. Keluarga kalian bahagia ya," ucapnya melirih sendu.

"Iya lah, kan lo emang pengacau semuanya. Yang selalu membuat ayah mengamuk," kata Hanabi menatap Hinata datar. Hinata masih tetap menyunggingkan senyum palsu.

"Begitu, ya, aku bukan lagi keluarga Hyuga. Kalau begitu aku permisi," pamit Hinata, "Jaga dirimu baik-baik. Bahagiakan kaa-san dan tou-san. Hargai mereka berdua. Jaa nee!"

Hinata berbalik kembali ke meja ketiga sahabatnya. Melewatkan adegan di mana Hanabi berdiri mematung. Menatap punggung Hinata yang semakin tertelan jarak dengan tatapan nanar.

Hanabi tersenyum kecut melihat hancurnya keluarga Hyuga karena masalah masa lalu yang belum usai. Ia bergumam, "Nii-san, kembalilah. Tou-san merindukanmu."

💜💜💜

"Dari mana saja, heh?"

Hinata terjengit. Baru saja tiba kembali dari kafe, disambut oleh sosok pemuda raven. Sepasang mata onyx itu menatap amethyst tajam. Tatapan yang membuat bulu kuduk Hinata merinding.

"A-aku da-dari ka-kafe, be-bertemu dengan Temari, Ga-Gaa-"

"Argh!"

Belum sempat melanjutkan, Hinata tersentak ketika Sasuke tiba-tiba menutup pintu apartemen rapat. Lalu mendorong tubuh Hinata hingga terjatuh ke atas sofa panjang. Seketika Hinata terserang negatif thinking.

Semburat merah muncul. Kontras dengan pipi chubhy-nya yang putih bersih. Melihat Sasuke dari dekat membuat jantungnya berdetak tak keruan. Ia akui, bungsu Uchiha ini memang memiliki wajah tampan.

Rambut hitam melawan gravitasi. Wajahnya berparas bule lokal. Sepasang mata onyx tajam, hidung mancung seperti seluncuran, rahang tegas, bibir tipis pink alami yang begitu menggoda.

Sial! Apa yang kau pikirkan, Hinata?! Ada yang tidak beres dengan pikiran gadis lavender itu sepertinya. Tanpa sadar, Hinata menggelengkan kepala berusaha mengenyahkan pikiran negatif.

"Lo kenapa geleng-geleng kepala? Mikirin cowok lain, ya!? Si rambut merah itu jangan-jangan? Ngaku!" sentak Sasuke mengejutkan. Seketika pemikiran mengagumi paras Sasuke lenyap tergantikan rasa kesal.

Pacar Rahasia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang