16. Pelindung

1K 107 10
                                    

“Selamat pagi, bibi Kushina!”

“Eh? Pagi, Hinata. Wah, kau bangun pagi sekali.”

“Aku sudah terbiasa bangun pagi. Aku bantu bibi, ya.”

Kushina mengangguk antusias. Melihat Hinata membuat keinginan punya anak perempuan seolah terpenuhi. Dari dulu ingin anak perempuan. Tapi, hanya diizinkan melahirkan Naruto. Tidak lagi.

Terlebih sifat Hinata yang baik, lemah lembut, sopan, rajin sukses membuat Kushina terpana. Hinata itu calon istri idaman. Pasti bisa mengimbangi Naruto yang nakal dan pemalas.

Setelah kejadian yang nyaris merenggut nyawa kemarin, Kushina membawa Hinata ke rumahnya. Untuk tinggal beberapa hari. Hinata yang waktu itu sedang kacau menurut saja.

“Hinata, apa kau bisa memasak masakan Indonesia? Minato dan Naruto lebih suka masakan Indonesia,” ujar Kushina memulai obrolan di dapur bersama Hinata.

Hinata mengangguk. “Tentu, bisa. Aku sering memasaknya. Aku juga suka. Makanan Indonesia memang menarik,” sahut Hinata meraih beberapa peralatan masak.

“Menurutmu, apa yang harus kita buat hari ini?” tanya Kushina.

“Ehm, menurutku pagi ini makan nasi goreng seafood dan omelette,” jawab Hinata mengernyit berpikir. Kushina mengangguk mengiyakan. Mereka berdua memasak bersama diiringi canda tawa.

Aku jadi merindukan Kaa-san, andai saja dia mau melakukan kegiatan selayaknya ibu dan anak kandung, batin Hinata bersuara di tengah kegiatan memasak bersama.

“Aku mencium bau harum. Sepertinya masakannya enak.” Sosok laki-laki lebih tua yang mirip dengan si kuning datang. Memang tua, tapi, wajahnya tetap tampan. Ia memeluk Kushina dari belakang.

Hinata mengulum senyum melihat keromantisan pasangan Uzumaki itu. Uzumaki Kushina dan Uzumaki Minato atau dulunya Namikaze Minato—donatur terbesar sekolah.

“Mas, apaan sih? Jangan gitu, malu! Ada Hinata tahu,” cicit Kushina malu-malu melirik ke arah Hinata.

Hinata tertawa. “Jangan sungkan, baa-chan. Anggap aku tidak ada. Kalian romantis sekali seperti ABG, aku jadi iri,” goda Hinata membuat Kushina makin salah tingkah.

“Hah, ABG tua. Dasar orang tua lupa umur,” cibir Naruto tahu-tahu datang menyambar obrolan. Tangannya tergerak mengambil segelas air putih.

“Hei, diam kau, bocah ingusan. Bilang saja iri. Dasar jomlo ngenes. Makanya cari pacar,” ejek Minato malah semakin menunjukkan keromantisan yang memuakkan bagi Naruto.

Kushina mengangguk setuju. “Calon mantu aja. Jangan cari kejauhan apalagi stuck di Sakura, itu di sampingmu ada ready stock.” Naruto dan Hinata saling bertatapan benci.

“Tidak mau! Tipeku lebih berkelas semacam Sakura, Ino, atau Karin tidak apa,” decih Naruto memutar bola matanya malas. “Heh! Karin itu sepupumu, bodoh!” seru Minato mengingatkan. Naruto nyengir.

“Sudah jangan berdebat. Kalian berdua lebih baik sekarang ganti baju seragam. Nanti kalian terlambat,” peringat Kushina melirik ke arah jam dinding.

“Bilang aja mau berduaan, idih.”

“Dih, kenapa emangnya? Iri? Bilang bos!”

💜💜💜

“Lo turun di sini. Gue males bawa cewek cupu berangkat ke sekolah,” titah Naruto memberhentikan mobil di tepi jalan yang sama seperti Sasuke.

Hinata mengangguk tanpa protes. Sebelum Hinata membuka pintu mobil, Naruto mengeluarkan suara. “Mata lo nggak minus ya? Kenapa pakai kacamata?”

Pacar Rahasia ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang