"Yang pantatnya kecil, geser dong."
"Aduh, bangsat! Selangkangan gue kejepit!"
"Kak Rivai, mulutnya!"
Levi mendecak pelan, lalu merapatkan bibir. Ia terpaksa membiarkan Giyuu dan Armin menghimpitnya di tengah sofa. Tanjirou yang melihat itu air mukanya jadi keruh.
"Jangan bikin malu. Kasian Kak Robin," kata Tanjirou.
"Lo nggak kasian sama gue?" sahut Levy menoleh miris. Sudah cewek, kecil, tenggelam pula.
"Sofanya kan emang cuma muat dua orang," Robin menyeruput pelan boba miliknya. "Giyuu duduk di meja aja."
"Enak banget mulut lo!" sambar Giyuu tak terima.
Muichiro yang melihat itu lama-lama sakit kepala juga. Anak Olimpiade memang cuma title, aslinya kelakuan mereka kayak gembel.
Lonceng di atas pintu kedai terdengar. Seseorang masuk dan membuat para remaja di sudut kedai itu menoleh. Seorang cowok bersurai hitam datang mendekati mereka.
"Nah, fix. Elo yang duduk di meja," tunjuk Giyuu.
"Apa sih," Sasuke mendesis kecil dan duduk di sebelah Tanjirou. Hal itu lah yang membuat Mui hampir jatuh kalau saja Levy tidak membantu menangkapnya.
Sasuke nampak cuek. Seenaknya cowok itu langsung menyambar boba Robin dan menghabiskan seperempatnya. Nyai Agung Robin memang kalem. Tapi kalau soal perbobaan, Sasuke sama saja cari masalah.
"Satu anak gak tau diri dateng nih. Hm?" kata Robin menjambak rambut Sasuke dan membuat cowok itu menjengat ke belakang.
Kini giliran Armin memijat pelipisnya. Ia akhirnya sadar betapa heboh mereka di Kedai Akabane. Satu masalah selesai, datang lagi masalah baru.
"Kalem dulu, njing. Gue lagi emosi nih," ujar Sasuke menghindar. "Mau denger laporan gue gak?"
"Apa?" sahut mereka semua menoleh seketika.
Sasuke terdiam sejenak, lalu menghela napas berat. Mereka cuma bisa kompak kalo soal gosip. Aneh.
***
"Baru pulang, Dek?"
Naruto mengangkat wajah, lalu tersenyum pada ibunya, Kushina. "Iya, Mah. Tadi ada rapat OSIS sama perwakilan ekskul sains." jawab cowok itu berjalan ke arah Kushina, lalu mencium tangan. "Aku istirahat dulu ya, Mah. Capek banget."
"Nggak mau makan dulu?"
"Dapet konsumsi tadi, Mah. Nanti aja aku makan bareng Ayah."
"Ya udah sana tidur. Nanti Mamah bangunin kalo Ayah udah pulang."
Naruto hanya mengangguk dengan senyuman tipis. Cowok itu berjalan ke kamar dan melempar tasnya asal, kemudian merebahkan dirinya di kasur. Baru beberapa menit memejamkan mata, suara dering telepon dari sepupunya membuat Naruto terbangun.
"Halo, Rin? Kenapa?"
Karin tak langsung menjawab. Jeda beberapa saat sampai suara helaan napas terdengar. "Lo masih deketin cewek orang?"
"Cewek apanya sih, Rin. Kan belum jadian." kata Naruto dengan mood yang seketika berubah. Cowok itu berguling ke samping.
"Ya tapi caranya lo gagalin PDKT orang."
Naruto terdiam sejenak. "Emang Sasuke perlakukan Sakura baik?"
Lalu giliran Karin yang tak menjawab. Dan dengan itu Naruto menghela napas panjang. "Lu gak usah ikut campur, biar fair. Lo dapetin Sasuke, gue dapetin Sakura."
"Lo tuh perusak."
Pip.
Panggilan diakhiri oleh Karin begitu saja. Naruto pun bangun lalu duduk di sudut kasurnya. Cowok itu diam beberapa saat, lalu menghela napas sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.
***
Sakura menghentikan sepedanya tepat ketika ia tiba di depan parkiran sebuah minimarket. Gadis itu menurunkan standar, kemudian masuk ke dalam dengan langkah ringan.
Sakura menyusuri rak minuman, lalu mengambil dua botol kiranti dan segera membayarkannya di kasir.
Setelah selesai dengan urusannya, Sakura kembali ke sepedanya. Gadis itu menaikkan standar, memundurkan sepeda, lalu memutar beranjak meninggalkan area minimarket. Malam dingin begini angin berhembus tipis. Rambutnya terbang di antara angin. Sakura bersyukur ia memakai jaketnya malam ini.
Tiba melewati lapangan basket, Sakura terhenti. Gadis itu memandang ke lapangan yang kosong ke sana. Ingat betapa ramainya dulu ketika perasaannya masih meledak-ledak.
Matahari terik kala seorang bersurai hitam ada di tengah sana, berlari ke sana kemari sembari memantulkan bola. Sakura jadi salah satu yang bersorak heboh di bangku penonton. Namun semua masa itu sudah berlalu. Kini Sakura sendirian.
Bukan karena perasaannya sudah habis. Hanya, ketika Sakura memilih untuk berpaling, tidak ada yang mengejarnya balik. Semua itu hanya jadi kesia-siaan saja.
Masa-masa itu,
Masa yang sangat bodoh.
Setidaknya bagi Sakura pribadi.
Hening. Cukup lama. Sampai sebuah motor berhenti tak jauh darinya, Sakura berpikir mungkin itu anak Smansakai yang hendak berkumpul di lapangan basket Arjuna ini. Tempat tongkrongan mereka. Tapi Sakura salah saat ia mendengar sebuah suara berat mendekatinya.
"Lo ngapain di sini?"
Sakura melebarkan mata, kemudian menoleh.
Ia mendapati Sasuke dengan kaos putih berbalut kemeja hitam berjalan mendekat padanya. Sakura terdiam sesaat, ia masih tak percaya.
"Lo yang ngapain," jawab Sakura balik, akhirnya.
"Abis dari Akabane." Sasuke membuka kantong belanja Sakura, sontak gadis itu pun termundur. Tapi Sasuke sudah tahu apa isinya. "Lo datang bulan?" tanya Sasuke.
"Apa, sih. Nggak tau privasi, ya lo?" sinis Sakura.
Sasuke tak menjawab, hanya mendengus pendek. Ia melengos sembari menarik tangan Sakura ke arah minimarket. Kebetulan mereka belum jauh dari sana juga, sehingga tak butuh waktu lama untung sampai ke minimarket di sudut jalan Arjuna.
"Sas, apa sih. Lepasin." ujar Sakura tegas.
Namun Sasuke tak menggubris. Ia berjalan ke rak snack dan mengambil beberapa bungkus cokelat. "Pilih gih, lo mau yang mana?"
"Apaan," jawab Sakura masih enggan.
"Buru, gue beliin." ujar Sasuke. "Atau ini aja udah cukup?" sambungnya menunjuk cokelat di tangan.
Sakura mendengus pendek, kemudian mengambil dua snack cokelat di rak. Hanya agar Sasuke tak banyak bicara lagi. Ya, niatannya hanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galileo | Sasusaku✔️
Fanfic[SERIES KE-3 OLIMPIADERS] Galau update status? Galau balas dendam di olimpiade, lah! Imbas sakit hati, Sakura Haruno memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengikuti berbagai macam olimpiade, baik yang kecil sampai tingkat nasional. Semua berjalan...