Sebagai seorang cowok, Sasuke jarang menangis. Selain memang kurang ekspresif, stereotipe cowok harus kuat bikin Sasuke makin ga pernah nangis.
Kecuali di depan Geng Taka.
Lupakan soal stereotipe. Di depan Geng Taka, Sasuke cuma bocah SMP yang patah mimpi. Lomba ini sangat bergengsi dan Sasuke sudah menantinya sepanjang tahun. Kini delegasinya dibatalkan, meski Sasuke sudah berusaha untuk meyakinkan Ms. Kurenai.
Ruang tamu sepi, tak ada yang berani bicara.
Sasuke duduk bersandar sambil menutup wajahnya dengan siku kanannya, air mata mengalir, ia berusaha untuk tidak bersuara, tapi erangan tetap terdengar. Tangan Sasuke sangat sakit, tapi hatinya lebih sesak dari pada apa pun.
"Kata Bang Itachi lo belum makan, gue cariin dulu." Jugo bangkit dan memasukkan ponselnya ke saku.
"Nitip dulu, Rin." ujar Suigetsu.
Karin mengangguk pendek, tanpa suara. Suigetsu dan Jugo beranjak pergi dari sana. Rumah kosong, kedua orang tua Sasuke sedang ada urusan di Bandung, baru pulang besok pagi. Sedangkan Itachi pergi ke sekolah mengurus kasus ini sejak siang ketika Geng Taka tiba di rumah.
Karin tak bicara sama sekali apalagi mendekat. Ia benar-benar jaga jarak dari Sasuke. Mereka memang hanya ada di sana agar Sasuke bisa menangis dan bercerita. Toh, Sasuke cuma punya mereka.
"Gue ke kamar mandi dulu bentar," Karin beranjak dari sofa ke arah toilet. Cewek itu mendekam di sana. Ia melepas kaca mata dan menarik napas panjang. Matanya ikut berair.
Entahlah, suara erangan Sasuke benar-benar menyayat hati. Makanya Suigetsu dan Jugo pergi mencari angin sebelum suasana semakin kalut. Tak terkecuali Karin yang ikut sakit. Entah sebagai seseorang yang pernah menyukai Sasuke atau sebagai teman, keduanya sama- sama sakit. Sakit melihat Sasuke yang kesakitan.
Sementara itu Sasuke mendengar suara bel rumahnya berbunyi.
Cowok itu terdiam sejenak. Ia menarik napas panjang lalu mengusap air matanya. Bel kembali berbunyi, ia menyiapkan diri untuk berdiri dan berjalan ke arah pintu. Bel kembali berbunyi.
"Iyaaa! Sebentar!" sahut Sasuke.
Karin yang mendengar bel itu beranjak ingin membantu Sasuke. Tapi ketika ia tiba di arah ruang tamu, ia melihat kehadiran Sakura di sana.
Sasuke membanting pintu.
Tiga orang itu tertegun.
Karin meneguk ludah, merasa suasana tidak mengenakkan, cewek itu langsung kembali ke kamar mandi.
"Sas, buka pintunya dulu. Gue mau ngomong."
"Nggak," jawab Sasuke cepat. "Pulang, Ra."
Sakura meneguk ludah. Merasa sakit menjalar di hatinya. Gadis itu mengambil napas panjang. "Gue bawa es buah, mau makan bareng nggak?"
"Balik. Gue ga mau ketemu siapa-siapa."
Sakura tertawa getir. Lucunya cowok itu bilang begitu ketika Karin ada di rumahnya. "Sejak lo mulai sibuk lomba gue udah kaya cewek gila ngejar-ngejar lo. Padahal gue cuma mau lo ga jauh dari gue, Sas."
Sasuke mengepalkan tangan, tak menjawab.
"Lo risih ya gue kayak gini? Maaf." kata Sakura pelan. "Gue kira tiap lo makan es buah bareng gue, lo seneng."
Sakura tak mendengar jawaban dari pintu itu. Gadis itu kembali tersenyum getir.
"Gue tinggalin makannya di teras, ya. Gue balik." ujar Sakura.
***
Konoha High School,
Semester genap, akhir tahun ajaran.
"Lo dateng pensinya sekolah kita nanti kan, Ra?"
"Hm? Dateng dong," jawab Sakura. "Gue udah bayar iurannya, anjir. Enak aja ga dateng."
"Kali aja lo ga suka guest star-nya." sahut Ino. "Temen gue yang anak SMA Negeri bayarnya lebih mahal loh kalo konser gini, kok bisa ya? Segede apa sih sponsor kita?"
"Gatau, coba tanya anak OSIS."
Koridor sekolah ramai pagi itu dipenuhi oleh anak-anak yang berjalan ke arah kelas masing-masing. Bagai pangeran berkuda yang ada di cerita dongeng, begitu Sasuke berjalan ke arah kelas, kerumunan itu mulai memandanginya. Tak terkecuali Sakura yang ikut menoleh penasaran.
Begitu mata mereka bertemu, wajah Sakura sedikit memerah.
'Gue boleh suka sama lo, kan?'
Kok Sasuke... ganteng banget ya pas bilang gitu?
Sakura memalingkan muka dan menarik Ino untuk berjalan lebih cepat ke arah kelas.
Sasuke melihat itu, hatinya tergelitik untuk tersenyum tipis. Momen terakhir mereka juga tergambar dalam ingatan cowok itu, menyulut suatu rasa di hati Sasuke. Apalagi melihat wajah cewek itu memerah tadi.
Sakura kok... lucu banget ya?
Hehe, hehehehehehe.
***
"Ayo makan bareng."
Sakura mendongak mendengar suara itu. Menyaksikan Sasuke yang sudah berdiri di depan mejanya. "Gue masih harus ngerjain latihan soal. Mau di deket kafetaria aja ga?"
"Buat olim ya?" ujar Sasuke mengintip soal yang dikerjakan Sakura. "Ya udah, gapapa, boleh. Yuk,"
Sakura mengangguk. Kemudian ia mengambil beberapa lembar soal beserta jawaban yang harus ia kerjakan. Gadis itu beranjak bangkit dari kursi dan berjalan bersama Sasuke ke arah kafetaria sekolah.
"Sini gue bantu bawain," tawar Sasuke.
Sakura setuju. Ia memberikan sebagian alat tulis dan lembaran soal, sementara Sakura membawa lembaran jawaban yang tidak lebih tebal dari lembar soal.
Pemandangan itu jelas diperhatikan oleh seluruh siswa yang melintas bersama mereka. Namun kali ini tidak terlalu heboh. Banyak siswa yang tidak di sekolah karena hari-hari ini cuma diisi dengan remidial dan susulan. Kalau pun ada, ya cuma siswa yang punya urusan entah jadi panitia pensi atau siswa gabut yang dari pada di rumah, mending ketemu teman di sekolah.
Mungkin, salah satunya Sasuke.
Sasuke mendaftar sebagai panitia volunteer pensi kali ini. Cowok itu masuk ke divisi marketing. Yah, tak perlu diragukan popularitas dan relasi Sasuke memang harus dimanfaatkan dengan baik.
Mereka berjalan biasa tanpa ada suasana tegang di antara keduanya. Banyak hal yang berubah. Terutama sejak Sasuke mengungkapkan perasaannya terakhir kali.
Bagi Sasuke, dirinya adalah Galileo yang akan menemukan jalan ke hati Sakura. Namun bagi Sakura, move on itu ibarat rehabilitasi. Dan dalam rehabilitasi, terkadang ditemukan titik sakau, posisi di mana sulit lepas dari adiksi.
Selamanya, Sasuke adalah adiksi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galileo | Sasusaku✔️
Fanfic[SERIES KE-3 OLIMPIADERS] Galau update status? Galau balas dendam di olimpiade, lah! Imbas sakit hati, Sakura Haruno memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengikuti berbagai macam olimpiade, baik yang kecil sampai tingkat nasional. Semua berjalan...