Chapter 8: Menjadi Teman

384 61 6
                                    

"Lo langsung pulang?" tanya Sasuke membuka pintu minimarket, lalu berjalan di samping Sakura.

"Hm." jawab gadis itu pendek. Sasuke hanya mengangguk pendek, dan kemudian pun hening beberapa saat. "Makasih, ya."

Sasuke mengangkat alis, kemudian menoleh. Merasa aneh saat Sakura berterima kasih begini. Sasuke kira, dengan gengsi dan sisa sakit hati yang tinggi itu Sakura tidak akan sudi bicara pada Sasuke.

"Iya, sama-sama." jawab Sasuke, akhirnya.

Sasuke dan Sakura berjalan di tengah dingin malam. Menuju parkiran lapangan basket Arjuna, tempat di mana mereka menaruh sepeda dan motor tadinya.

Hening sepanjang jalan. Sakura benar-benar tidak buka mulut, Sasuke sampai melirik, merasa aneh. Namun mungkin benar. Sakura yang dulu ceria sudah sirna. Sasuke adalah titik pecah dari matahari. Dia benar- benar sejahat itu.

"Kalo nggak salah bulan depan ada cerdas cermat," ucap Sasuke. "Gue denger dari Shikamaru status lo masih gantung?"

"Iya, soalnya bekas gue kurang. Sisanya baru gue setor besok." jawab Sakura apa adanya, Sasuke hanya mengangguk.

Ya, Sasuke hanya mengangguk. Pada akhirnya ini jadi jalan yang benar- benar dipilih Sakura.

"Ra," Sasuke kembali memanggil. "Maaf, ya."

"Untuk?" Sakura mengernyit.

Sasuke terdiam sejenak. "Semuanya."

Ekspresi Sakura seketika berubah. Dari awal Sasuke bicara, firasatnya sudah tidak enak. Tapi Sakura tidak menyangka Sasuke benar-benar mengungkit ini.

"Gue tau gue salah banget waktu itu. Gue kebawa emosi." ujar Sasuke lagi. "Gue keterlaluan banget. Maaf."

Sakura tak langsung menjawab. Ia diam. Diam beberapa saat.

Sejujurnya, Sakura tak butuh maaf. Semua yang sudah terjadi biarlah saja terjadi. Sakura tidak ingin memikirkan, apalagi mengingatnya lagi, keputusannya untuk beranjak sudah bulat. 

Tidak ada yang perlu diperbaiki.

Namun Sasuke datang dengan kata maaf. Sakura jadi merasa aneh.

"Udahlah, udah berlalu juga, kan." kata Sakura tenang. 

Sasuke kembali mengangguk. Suasana kembali menjadi hening. Mereka pun tiba di parkiran Arjuna. Saat Sakura menaikkan standar sepedanya, Sasuke mengusap tengkuk kemudian mendengus pendek.

"Ra." Sasuke kembali memanggil.

Sakura yang sudah memutar sepedanya itu pun menoleh. "Hm?"

"Can we be friend... again?" ujar Sasuke pelan. "Like that time."

Angin berhembus kencang saat itu. Menerbangkan helai rambut Sakura, sementara gadis itu hanya terdiam. Matanya menatap lurus pada dua iris hitam Sasuke. Cukup lama.


***

"Jelek banget rambut lo, Rin. Kayak nenek lampir, sumpah."

Karin hampir saja mengumpat kasar, namun tertahan. Suigetsu meraih rambut Karin, kemudian menyisirnya lembut.

"Ck, singkirin, nggak. Sisir bekas pomade Jugo, kan?" 

"Yang penting sisir juga, Rin." jawab Suigetsu tak berdosa, masih asyik menyisir rambut Karin. Kemudian mengeluarkan karet kuncir dari saku celananya. 

"Lo dapet dari mana?" tanya Karin heran.

"Punya gue, Rin. Lu kira rambut gondrong begini nggak gerah?"

"Oh, gue kira punya cewek lo."

"Eleh, punya cewek satu kayak lo aja pala gue pusing. Gimana gue mau cari tambahan," jawab Suigetsu diakhiri dengusan pendek.

Saat Suigetsu hendak kembali membuka topik, pintu kelas yang secara tiba-tiba dibuka itu membuatnya terlatah kaget. Sasuke nampak dari sana. Ia diam sejenak, mengedarkan pandangan.

Karin yang bertatap pandang dengan Sasuke merasa tak enak. Apalagi posisi Suigetsu yang duduk di meja belakang bangku Karin dengan dua tangan yang mengikat rambut cewek itu.

Tapi tak lama kemudian Sasuke melengos. Sembari melemparkan bola basket ke arah Jugo, Sasuke menoleh ke luar. Seperti memberi isyarat pada Jugo. Jugo pun mengerti. Cowok itu yang tadinya sedang makan nasi kuning itu pun berdiri dan beranjak pergi meninggalkan kelas.

Sasuke hanya mengambil satu orang, menyisakan rasa tidak enak yang mengganjal di hati Karin dan Suigetsu.


***

Sakura mengernyit saat melihat anak-anak keluar dari kelas, terutama para siswi. Mereka nampak antusias berdiri di koridor, menyaksikan hal yang ada di lapangan basket umum.

Namun Sakura tak ingin ambil peduli. Dengan roti dan susu stroberi di lengannya penuh, ia berjalan lurus ke arah kelas. Sampai Ino akhirnya ikut keluar, membuat Sakura akhirnya menaruh atensi.

"He, susu lo, nih." kata Sakura mencolek pundak Ino.

Ino pun menoleh. "Mulut lo, ya."

"Dih, apaan. Orang bener." sahut Sakura mengernyit. Tapi ya memang terdengar agak aneh, sih. "Apa sih, apa? Heboh bener nontonin apaan coba?" kata Sakura ikut berdiri di sebelah Ino.

Sampai Sakura melihat sendiri. Sasuke bertanding basket satu lawan satu dengan Jugo, si anak jurusan IPS. Banyak gadis yang menyoraki, walau itu bukan sebuah pertandingan resmi. Dan tak juga mewakili apa pun. Namun semua sudah tahu mereka mendukung siapa.

Sasuke Uchiha, cowok bersurai hitam itu, sumpah. Mau sampai kapan pun, mungkin memang dia akan selalu jadi pusat perhatian di Konoha High School. 

Sakura jadi ingat ketika dia jadi salah satu di antara gadis-gadis itu. Dia bersorak mendukung Sasuke, apa pun itu. Tapi pada akhirnya, Sasuke selalu merasa risih. Sedangkan gadis berkacamata jurusan IPS dengan nama belakang Uzumaki itu tak pernah diprotes Sasuke.

Karin Uzumaki. Mau berapa pun wanita yang mendekati Sasuke, pada akhirnya hanya Karin yang bisa ada di orbit Sasuke. Yang lain tidak. Ia sangat istimewa, bukan? Betapa irinya Sakura pada gadis itu, dulu.


"Can we be friend... again?"


Ucapan Sasuke malam lalu terlintas di benak Sakura. Membuat Sakura menghela napas panjang. Ia sedikit... menyesali jawabannya.

"Emang pernah? Emang kita pernah temenan dulu?"

Sakura tersentak sadar ketika seseorang menepuk pundaknya. Naruto Uzumaki.

"Makan siang di rooftop, yuk." ujar Naruto.

Sakura tak langsung menjawab. Ia terdiam sejenak, melirik ke lapangan, lalu kembali menatap Naruto.

Ah, semua sudah berlalu, kan. Sudah tidak mungkin.

"Yuk."




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Galileo | Sasusaku✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang