"Ini masalah tuh intinya cuma salah paham, No. Nggak mungkin Sasuke begitu. Gak perlu lah, jadi masalah besar sampe nurunin orang."
"Han, denger. Kalo emang salah paham, gue kan udah minta lo jelasin, lo sendiri nggak bisa jelasin."
"Ya karena gue sendiri nggak tau masalahnya. Gue nggak tau masalah antara kalian."
"Ya kalo lo nggak tau masalahnya gak usah ikut campur!"
"Elo juga nggak usah turun! Kalo lo gak mau bantuin gue paling engga nggak usah ikut-ikutan tawuran! Lo pikir keren begitu!?"
"Keren?" Inosuke mengangkat satu alis. Ia maju selangkah. "Gue turun karena gue tau masalahnya, Han! Nggak kayak elo! Ini bukan masalah pribadi, ini soal Smansakai! Lo nggak tau itu, kan!?"
"Lo sendiri nggak tau salah pahamnya, kan!? Karena lo nggak cari tau!"
"BELAIN AJA TERUS COWOKNYA TEMEN LO ITU. GATEL LO!"
Hannah seketika diam. Menatap Inosuke yang sudah membentaknya di depan teman-temannya, dengan kalimat itu. Gadis itu mematung diam, tak percaya.
"Kenapa?" tanya Inosuke sedikit berbisik, membaca sorot mata itu. "Lo nyesel balikan sama gue?"
"Hah?"
Hannah tertegun. Ia tak bisa berkata-kata beberapa saat.
"Nggak pernah ada gue bilang atau bahkan kepikiran itu, No. Lo sendiri yang bilang. Dan bikin gue akhirnya berpikir kayak gitu." jawab Hannah menekankan. "Ini alasan nggak ada orang yang berdiri lama di sebelah elo, No. Karena yang lo lakuin cuma nyakitin orang di sekitar lo."
Hannah berbalik, beranjak meninggalkan base usai kalimatnya. Inosuke yang baru saja menyadari kesalahannya segera mengejar pacarnya. Dan Mitsurugi yang melihat itu tak terkejut pasangan itu bertengkar. Entah apa yang mereka pertahankan hingga saat ini.
Namun tetap kehadiran Hannah tak membuat Mitsurugi menurunkan senjata. Bagaimana pun, Smansakai sudah siap.
***
Asap mengepul tinggi dari dua gelas teh hangat yang ada di meja. Suara jangkrik, jarak, hening, dua anak manusia yang duduk bersampingan di teras. Tanpa pembicaraan.
Sakura meraih gelas untuknya. Gadis itu meniup pelan tehnya, setelah itu ia menyeruput minumannya. Sakura terdiam sesaat.
"Anak-anak pada nyariin elo."
Sasuke mengangkat alis. "Iyakah?" pemuda itu ikut menyeruput teh.
"Lo nggak bisa dihubungi dari sore, ceklis."
"Oh, HP gue diservis sama Abang gue."
"Jatuh pas tadi? Atau kenapa?"
"Enggak. Dia mau nongkrong deket rumah bang Shisui. Di sana kan ada tempat servis. Ya gue suruh sekalian buat benerin slot kartu gue, udah dari lama rusak emang. Tapi gue males benerin."
Sakura mengangkat alisnya tinggi, kemudian mengangguk. "Anak-anak ngiranya lo ketangkap." kata gadis itu terkekeh.
"Iyakah?" Sasuke ikut terkekeh pelan.
"Iya. Semua orang nyari lo, bodoh."
Sasuke kembali tertawa. "Terus kok lo tau gue di rumah?"
Gadis itu menyandarkan punggung, lalu mendengus. "Ya elo kan mager orangnya. Gak mungkin pergi jauh juga."
Sasuke tersenyum. "Lo hapal, ya."
Kalimat itu membuat Sakura diam seketika. Raut wajahnya mendadak berubah. Sasuke benar. Sakura memang masih hapal. Ia sangat hapal cowok itu.
Lucu sekali. Padahal Sakura sudah berjuang susah payah untuk lari dari Sasuke. Kini Sakura diingatkan kembali. Bahwa perasaannya sejak dulu memang sebesar ini. Pernah, dan masih. Yang Sakura lakukan saat ini hanya menutupi semua itu.
Mengingat ia diperlakukan dengan sangat buruk, Sakura benci dirinya sendiri. Sakura benci karena nyatanya ia tidak pernah bisa menghapus orang yang menyakitinya sebesar itu.
"Ra, maaf."
Sakura diam, tak menoleh. "Untuk?"
"Semuanya." ujar Sasuke. "Semua yang pernah terjadi."
Sakura masih diam. Kali ini karena dia tidak mengerti. Tentang apa yang sedang terjadi. Apa Sakura butuh 'maaf' itu?
Mungkin Sakura yang dahulu butuh. Tapi Sakura yang saat ini tidak. Ia sudah berjalan jauh. Berubah dan keluar dari zona nyamannya. Sakura sudah menjadi orang yang berbeda.
Dan yang Sakura ingin dari perubahannya adalah Sasuke semakin tidak acuh. Supaya Sakura juga semakin mudah lupa.
Namun justru cowok ini datang dengan penyesalan.
"Dulu, lo pernah bawain bubur waktu gue sakit—"
"Lo buang waktu itu, kan?" potong Sakura, masih tak menoleh.
"Enggak. Gue makan, sebenernya. Styrofoam boxnya masih ada, gue cuci lagi. Gue simpen di lemari piring. Lo bisa masuk ngecek kalo lo ga percaya,"
Sakura tertawa pelan. Ia kemudian menoleh. "Biar apa?"
Sasuke terdiam sejenak. "Biar gue bisa jawab kalo suatu hari nanti, lo tanya ke gue 'lo ngerti apa soal menghargai'."
Sakura tertegun. "Gue muak liat muka lo waktu bohong."
"Emang muka gue keliatan lagi bohong?"
Sakura tak sempat menjawab pertanyan itu. Suara motor yang berhenti di depan pagar membuat Sakura dan Sasuke menoleh. Itachi nampak sedikit terkejut melihat ada tamu di rumahnya.
"Pulang sama Abang gue aja, Ra. Biar aman." ujar Sasuke berdiri, lalu mengambil jaket hitam. Dan memakaikannya di pundak Sakura.
Sakura pun berdiri, berjalan ke luar bersama Sasuke. Sementara Sasuke mendekat pada Itachi. "Bang, anterin temen gue pulang bentar. SMAN 1 sama KHS lagi pecah, yang megang daerah turun."
"Hah? Kan udah pernah ada festival olahraga gabung—"
"Ntar gue ceritain." potong Sasuke, kemudian ia menatap Sakura. "Gue jadi Galileo Galilei ya, Ra."
"Ha? Penemu teleskop?"
"Penemu jalan ke hati lo." ujar Sasuke tersenyum tipis. "Gue boleh suka sama lo, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Galileo | Sasusaku✔️
Fanfic[SERIES KE-3 OLIMPIADERS] Galau update status? Galau balas dendam di olimpiade, lah! Imbas sakit hati, Sakura Haruno memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengikuti berbagai macam olimpiade, baik yang kecil sampai tingkat nasional. Semua berjalan...