Chapter 26: Akhir

218 20 7
                                    

Sama seperti kebanyakan sahabat pada umumnya, Hannah gak suka Sasuke.

Sebenernya sih, Hannah nggak masalah. Dia senang kalau Sakura juga senang. Tapi masalahnya, Sasuke labil.

Ah, entah Sakura yang ceritanya ngga bener atau emang Sasuke yang serba salah di mata Hannah.

Cowok kok bikin pusing, batin Hannah. Padahal hubungannya dengan Inosuke juga amburadul.

"Waktu dia sama Karin di mall itu, ternyata nemenin Karin nyari kado gitu. Hadiah buat cowoknya Karin," Sakura mendengus. "Gue malah baru tau waktu itu mereka udah pacaran. Tapi kata Sasuke sih, dua orang itu lebih lama temenan dan baru pacaran. Jadi emang masih kayak bro gitu. Tapi setau gue sekarang, romantis sih mereka."

Hannah menelan popcornnya, lalu menghela napas panjang. Cewek itu rebahan di kasurnya dengan posisi mirip menghadap ke Sakura, kepalanya disangga dengan tangan kanan. "Jadi? Dia udah klarifikasi gitu, semuanya ke elo?"

Sakura mengangguk, lalu mengambil satu popcorn. "Gue kira tuh dulu dia nyuekin gue gara-gara dia suka sama Karin. Begitu Karin malah pacaran sama temennya sendiri, baru dia balik ke gue."

Hannah diam, tercengang dengan semua ini. Dia ngerasa kena prank, ya Sakura sendiri juga kena prank sih kayaknya. Udah kaya di Rumah Uya. Pantes aja dulu Sakura sensi banget tiap ditanyain soal Sasuke, mana plin-plan banget sampe jadiin orang pelampiasan.

"Kok bisa ternyata dia juga suka sama lo dari dulu sih,"

"Gatau," Sakura mengangkat bahu. "Waktu awal gue tau kita akhirnya sekelas pas kelas 11, gue mikir kayak, yaudah lah ya. Temenan aja, lagian dia juga asik dijadiin temen. Tapi hati gue gabisa gitu, Han. Gue ga bisa ngeliat dia 'pure' cuma temen."

"Terus pas dia confess lo jawab gimana?"

"Ntar dulu deh," Sakura kembali mengambil pop corn. "Temenin gue ntar malem ke Arjuna bentar ya."




***

"Rambut lo," Sasuke meneguk ludah. "Perasaan lo buat gue udah abis, Ra?"

"Kenapa nanya gitu?"

"Nggak," Sasuke menunduk. "Ini nggak gentle sih. Gue juga ngaku ini agak bego. Tapi tiap gue cerita ke temen gue, gue ga bisa terus denial, Ra. Lo tau perasaan gue. Gue pengen lo sama gue."

Sakura tertegun.

Gadis berambut merah muda itu terdiam cukup lama. Hening sore itu diiringi dengan hembusan angin. Sakura merasai pipinya memanas.

"Ini lo... nembak gue kah?"

"Hah?" Sasuke seketika terdongak dan menatap Sakura. "G-gue cuma confess apa yang gue rasain aja. L-lagian kalo nembak lo gini, nggak gentle juga nggak sih?"

Sakura masih tertegun menatap Sasuke. Memperhatikan tingkahnya yang mendadak seperti diuji juri. Cowok ini, kutub es most wanted di sekolahnya. Fansnya banyak. Mereka bilang Sasuke ganteng, atletis, pinter, otak kanan kiri jalan, dan nggak banyak bicara.

Cuma Sakura yang tau betapa cerewetnya cowok ini.

"Pffttt—" Sakura memalingkan wajah. Tak tahan melihat Sasuke yang entah kenapa malah terlihat konyol. Tapi lucu, Sakura suka.

Sementara Sasuke mendengar tawa cewek itu seketika memalingkan muka juga. Lemas. Konyol emang, gimana sih.

"Lo ngebuat gue nunggu lama, Sas. Sekarang gantian lo yang nunggu gue, ya."




***

Malam itu sekitar pukul setengah delapan malam. Isekai tiba-tiba saja hujan, membuat kota itu menjadi dingin. Sakura yang duduk di depan kursi depan mini market itu memasukkan tangan ke saku jaketnya.

Hujan sebenarnya sudah reda setengah jam lalu. Tapi masih saja dingin.

"Ra, udah nunggu lama?"

Begitu mendengar suara serak itu, Sakura segera menoleh. Mendapati orang yang sudah ia tunggu sejak tadi. "Enggak kok, gue baru sampe 5 menit lalu." ujarnya kemudian menghampiri orang itu. "Langsung aja lah ya, gue ga mau lama-lama."

Sakura menarik tangan kanan orang itu. Ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya, lalu menaruh benda itu di telapak tangan orang tersebut. 

Sebuah kuncir rambut berwarna hijau.

"Udah ya, Naruto."

Naruto terdiam sejenak melihat benda itu, lalu tersenyum tipis. "Iya, Ra. Makasih ya. Makasih buat semuanya."

Sakura ikut tersenyum kecil, lalu menangguk. "Maaf,"

"Untuk?"

"Jatuh cinta tuh asalnya dari gabungan reaksi dopamin, testoteron, oxytocin, norepinerhine dan phenylethylamine. Jadi jatuh cinta sama aja kayak narkoba." Sakura menghela napas. "Tapi setelah dipikir - pikir. Adiksi itu gue temuin nggak di elo, Ru."

"Iya, gak apa-apa kok. Gue ngerti. Makasih ya, Ra. Makasih udah ngasih gue kesempatan buat nyoba. Sampe gue ngerti di depan mata gue sendiri jawabannya." Naruto kembali tersenyum. "Ini kunciran boleh lu bawa aja, nggak?"

"Hm? Enggak deh," Sakura menyelipkan sebagian helai rambutnya di daun telinga. "Kenapa emang?"

"Nggak apa-apa sih," Naruto menghela napas.

"Kita dari awal terlalu maksain."

Naruto tertegun. Ia diam sejenak, lalu tertawa pelan. "Iya,"

"Udah ya, gue balik duluan." ujar Sakura berbalik.

"Sendirian aja?"

"Enggak, temen gue anak smansa nungguin di kafe deket sini, kok." jawab Sakura beranjak. "Duluan ya,"

"Tiati." balas Naruto bergeming di tempat. Cowok itu memperhatikan Sakura yang beranjak pergi.

Tak jauh dari sini memang ada sebuah kafe. Sakura masuk ke sana, lalu tak lama kemudian ia keluar bersama seorang gadis berambut blonde sebahu. Mereka berdua pergi dari tempat itu tanpa menoleh sama sekali.

Naruto mengulum bibir, tangannya mengepal beberapa saat. Sampai akhirnya cowok itu menghela napas panjang. Tak lama kemudian ia ikut beranjak. 

Deru Kawasaki Ninja terdengar membelah jalan malam itu. Naruto memandangi lampu jalan dengan hati yang kacau. Butuh waktu sampai beberapa saat sampai cowok itu akhirnya menepi. Ia berhenti di pinggir jalan, mematikan motornya. 

Cowok bernetra biru itu merogoh kuncir berwarna hijau dari saku jaket, lalu membuangnya di pinggir jalan.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Galileo | Sasusaku✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang