Chapter 12: Candy

379 58 8
                                    

Hari semakin berjalan mendekati CCI, dan Sakura justru semakin kacau, tak bisa konsentrasi sama sekali.

Meja kelas diacak. Sakura duduk di bagian belakang. Membuat pemandangan Sakura hampir setiap hari adalah punggung Sasuke dari barisan depan. Sudah berjalan beberapa hari semenjak mereka bertemu di plazza, belum ada pembicaraan lanjutan juga di perpus. Semua stuck di tempat. Tak ada yang maju atau mundur, tak ada yang bergerak.

Lalu apa Sakura merasa semua ini adalah hal baik baginya? Entahlah. Yang jelas, dia juga akhirnya merasa sedikit bersalah.

Hannah dan Sasuke ada benarnya. Sakura sendiri juga plin plan. Bahkan kalau mau disebut kasarannya, Sakura hanya mengulur waktu. Mengulur waktu untuk menolak perasaan Naruto. Karena sejak awal, perasaannya sudah mati. Kalau bukan Sasuke, maka artinya bukan juga untuk orang lain.

Dia naif. Dia terus memanfaatkan keadaan hanya untuk kemenangan ego dan haga dirinya sendiri. Sampai lupa, banyak orang yang sudah terlibat.

Sabtu lalu, saat Sasuke berkunjung ke rumahnya, Sakura pun tak membuka pintu. Kalau yang itu memang bukan soal gengsi. Hanya saja, otak Sakura terlalu kosong untuk mencerna segala sesuatu saat itu. Membiarkan Sasuke diam di luar sana beberapa waktu, sampai akhirnya ia pergi.

Dan mungkin itu yang membuat rasa bersalah Sakura semakin tebal. Kelas mereka akan mengadakan kunjungan ke museum besok. Kalau ia tetap dengan kondisi ini, Sakura yang tidak tahan.

Jam istirahat tambahan akan segera berakhir. Ketika Sasuke beranjak ke kantin untuk membeli permen sendirian, Sakura pun mengikutinya dari belakang. Ino yang menyadari hal itu pun melirik, berharap yang terbaik juga bagi keduanya.

"Sas," panggil Sakura. "Lo kemarin Sabtu ke rumah gue?"

Sasuke yang sedang mengambil gunting itu pun menoleh. "Oh iya," jawabnya mengusap tengkuk. Kemudian melirik. "Lo tau?"

"Dari tetangga, sih. Gue lagi pergi," kilah Sakura berbohong.

"Oh," Sasuke agak menunduk. "Sama Naruto?" ujarnya mengucap nama dengan spekulasi terbesar.

"Enggak, sendirian. Les kok," jawabnya berbohong lagi.

Sasuke hanya ber-oh-ria sambil mengangguk. Tak tahu lagi apa yang harus ia bicarakan dengan Sakura. Ia nampak mengaduk dan memilih tumpukan permen itu, juga jajan yang lainnya.

Sakura meneguk saliva. "Ada apa?"

"Hng?" Sasuke menoleh, satu alisnya terangkat. Ia menelan ludah. "Nggak ada apa-apa, sih. Gue agak gila. Gabut aja kemarin." jawabnya sembari mengusap belakang leher, jujur apa adanya.

Sasuke memang tidak bohong. Karena kalau mau dibilang teman, Sasuke pun sering mampir ke rumah Karin, Robin, bahkan Jugo hanya untuk sekedar meminta segelas air. Sasuke ingin bisa melakukan hal yang sama pada Sakura. Toh, seharusnya memang bisa begitu kalau mereka berteman. Seharusnya itu bukan hal yang aneh.

Sakura diam menatap Sasuke dari samping. Dulu, Sasuke paling risih dengan kehadiran Sakura di sekitarnya. Mereka memang sering ke kantin bersama, ralat, Sakura yang mengikutinya. Tapi dulu Sakura hanya bisa menatap Sasuke dari belakang karena Sasuke selalu menghindar.

Sekarang, Sakura ada di sampingnya.

"Nih. Mau?"

Sakura mengerjap saat Sasuke menawarinya es krim. Tanpa pikir panjang, Sakura langsung mengangguk. "Thanks."

Sasuke tersenyum tipis. Setelah membayar apa saja yang dia beli, Sasuke pun berbalik. "Gue mau langsung balik ke kelas. Lo?"

"Aaa...... gue sama, sih," jawab Sakura canggung.

"Oh. Ya udah, ayo."

Sakura mengulum bibir dan mengangguk ringan. Mereka berdua berjalan menuju ke kelas. Seperti teman, seperti biasa, seperti tidak ada apa-apa. Seperti semua perdebatan yang lalu tidak pernah ada.

"Lo nggak ada perkumpulan?"

"Hah?" Sakura yang sibuk dengan es krimnya itu menoleh. "Oh, iya! Perkumpulan olim, pengarahan sama Bu Kurenai. Iya, habis ini. Gue nggak ikut kelas tambahan." paniknya berbelok, sudah bersiap pamit duluan.

"Iya, santai. Diambil dulu tasnya di kelas, kan?" Sasuke terkekeh pelan.

Sakura terdiam sejenak, lalu menepuk dahinya sendiri. Sasuke kembali terkekeh melihat itu.

"Kenapa sih lo? Eror ya, mau olim—"

"EH EH, APA NIH!"

"BUSET GAN, DAMAI?"

"NAH GINI DONG!"

"YA TUHAN, AKHIRNYAAA!"

"ASIK MAMAH PAPAH RUJUK!"

"PEJE DONG, PEJE!!!"

Sasuke mendengus pendek, raut wajahnya langsung tak suka. Baru damai sebentar, teman-teman kelas mereka sudah mau menghancurkan suasana saja.

Sasuke menjulurkan tangan dari luar ke jendela. Mengambil tas Sakura yang memang ada di meja pojok. Kemudian memberikan ransel gadis itu tanpa masuk ke kelas.

"Nih," katanya. Sasuke pun mengambil tiga bungkus permen dari kantong dan memberikannya pada Sakura. "Semangat, ya. Lo bawa nama sekolah."

Sakura pun tersenyum tipis. "Iya, makasih."


***

"Basket?"

"Iya, antar SMA."

Naruto mengernyit. Sementara Todoroki duduk santai di depannya, Naruto membuka lembar proposal bolak-balik, membaca setiap izin yang ada di lembaran kertas itu.

"Ini bulan depan?"

"Kayaknya KHS baru tahun ini ikutan, SMA lain udah ikut dari angkatannya Bang Ace SMA One Piece. Kalo di sekolah gue sih, angkatan Kak Izumi. Yang dibanggain masuk ITB itu."

Naruto ingat. Tiap satu tahun sekali memang akan selalu ada festival pertandingan persahabatan antara SMAN 1 Isekai dan SMA One Piece. Awalnya semua ini dilakukan untuk meminimalisir tindak tawuran antar dua sekolah itu. Namun Naruto sedikit terkejut kalau sekolahnya didaftarkan dalam festival tahun ini. Artinya dana yang digelontorkan tahun ini tidak akan sedikit, bukan?

"Gue pikir-pikir dulu," kata Naruto menghela napas.

"Dapet, To. Dapet kok, masih satu bulan lagi," bujuk Todoroki tenang sambil menyeruput teh hangat.

"Lo datengnya sore, sih. Anak-anak OSIS KHS banyak yang udah nggak di sekolah, gue baru bisa rapat dadakan kalo gak di grup nanti malem, ya besok."

Naruto membuka kembali lembaran proposal pemberian Todoroki. Ini bukan masalah sponsor, tapi ada apa gerangan tiba-tiba KHS diikut sertakan. Todoroki tak suka basa-basi, pasti ada maksud di balik semua ini.

"Kalian kurang sponsor?" Naruto bertanya pelan, menebak.

Ekspresi Todoroki langsung berubah. Di balik sisa sinar matahari sore yang menembus celah ruang OSIS itu, Todoroki tersenyum penuh arti. Ia mengeluarkan ponselnya dari saku, dan menunjukan beberapa foto yang membuat Naruto membelalak kaget.




Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Galileo | Sasusaku✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang