Pelajaran bahasa Inggris jam ke dua, tugas kelompok.
Sakura membuka buku paket halaman 124 saat Ino mulai merapatkan kursi ke sebelahnya. Di saat yang bersamaan, Naruto menaruh pelan bukunya di meja. Membuat Sakura mendongak.
Naruto tersenyum tipis, "aku satu kelompok sama kamu, ya?"
Sakura mengangkat dua alis, lalu mengangguk santai. Sedangkan Ino menajamkan pandangan, tahu bukan ini yang Sakura mau. Ini juga bukan Sakura yang biasa tenang seperti ini. Intinya, sahabatnya itu berubah. Ino ada yang sedikit mengganjal.
"Satu kelompok maksimal 4 orang, kan?"
Sakura yang sibuk menghafal pidato itu perlahan mendongak. Gadis itu menatap tajam pada wajah Sasuke. Tatapan dingin, rahang tegas, dan wajah sombong itu. Ekspresi yang sudah lama tidak Sakura lihat. Dan Sakura benci itu.
"Masih ada kelompok lain." tegas Sakura menolak.
"Gue maunya sama lo." balas Sasuke tak peduli, menarik kursinya ke meja Sakura. Membuat meja itu terkepung 4 kursi dari berbagai sisi.
Sakura mengepalkan tangannya. Ada helaan napas yang tertahan, seakan amarah sedang ditahan Sakura sekarang. Tapi tidak begitu. Sakura hanya benci dirinya sendiri yang selemah ini untuk mengusir Sasuke jauh dari hidupnya.
Seharusnya bisa, tapi ini berat.
Sakura masih ingin Sasuke dalam orbitnya.
Sasuke membalik halaman bukunya santai. Kaki kanannya diangkat ke lutut, tangannya direntangkan sepanjang sandaran kursi. Duduk seakan preman, membuat Sakura memalingkan wajah. "Peranin dialog kedua aja, gue jadi Iqbaal."
"Gue maunya nampilin pidato." tolak Sakura menunduk.
"Ya nggak cukup lah. Udah pake dialog kedua aja,"
"Ya udah lo jadi Juna."
"Nggak, Naruto jadi Juna."
"Ya udah, gue ambil Amanda."
"Lo jadi Acha."
Sakura mengepalkan tangan dan perlahan mendongak kecil. Dengan napas yang sedikit memburu, ia menatap tajam pada Sasuke. "Bisa nggak sih, nggak seenaknya sendiri?" katanya menyindir. "Kebiasaan banget."
"Lo masih dendam sama gue soal waktu itu?"
Tuh kan, cowok ini tuh nyebelin banget.
Tatapan sedingin antartika dan dan rahang setajam pisau itu. Sasuke selalu tahu kelemahan Sakura yang tidak pernah ia perlihatkan. Dan Sasuke menggunakan itu untuk menyerang Sakura. Ungkitan tentang masa lalu yang tidak adil untuk memenangkan perdebatan.
"Udah gue jadi Juna deh," kata Naruto menengahi. Cowok itu menoleh dan menatap tenang pada Sakura. "Sakura jadi Amanda aja."
"Lo siapa bisa nyuru—"
"Jangan maksain keinginan lo sendiri."
Sasuke terdiam dengan mulut menyeringai. Cowok itu mengangguk dengan tatapan tajam pada Naruto. Ada keinginan untuk menjambak dan menendang Naruto dari atap sekolah. Tapi itu tidak boleh, Sasuke bisa dislampar Itachi.
"Berarti Ino jadi Acha ya," kata Naruto beralih.
"Ha? Apa?" Ino menoleh dengan tatapan tanpa dosa.
Sakura sedikit menyeringai sebal. Tahu jelas pasti Ino sedang melamun soal Sai yang sedang dirawat di rumah sakit karena usus buntu.
Tapi masuk akal.
Dari pada menonton drama di depan matanya, iya kan?
***
"Eh, ujan nih, Teh," Tanjirou menoleh ke arah kaca luar kafe.
Robin menghela napas, lalu melirik ke arah luar. Dua tangannya terlipat di depan dada. Hingga tanpa sadar sebuah senyuman tipis muncul di bibirnya. "Dulu sejarahnya gue sama Zoro awalnya pas ujan,"
"Sejarah gimana emang? Jadi ojek payung gitu, Mah?"
"Lo manggil gue Teteh, Mamah, Kak, besok apa? Tante?"
"Tante bahagia."
"Gue jambak ya lo."
Tanjirou menyengir lebar. "Wajar dong, lu kan emaknya anak olim."
Giyuu datang dan duduk di sebelah Tanjirou. Cowok itu duduk santai sambil menyedot boba milik Robin. Robin hanya meliriknya kemudian menghela napas, sudah paham kelakuan setan cowok itu. Hingga Levy datang dan duduk di samping Robin.
"Sorry gue kesiangan tadi," kata Levy tidak enak.
"Dianter Gajeel?" tanya Robin mengalihkan topik.
"Iya. Soalnya jurusan gue masih berangkat siang."
"Loh, gedung yang kebakaran waktu itu gedung jurusan lo?" Tanjirou menoleh penasaran. Sedikit kaget juga karena tidak diberi tahu secara rinci sebelumnya. Dan Levy hanya mengangguk ringan.
"Ini Sasuke belum dateng, gue telpon gimana?" usul Giyuu mengangkat ponselnya.
"Nggak usah," Robin menunduk menatap kuku tangannya. "Biarin dateng sendiri."
Tanjirou diam sebentar, matanya sedikit menyipit. Biasanya kalau Robin seperti ini, cewek itu ada firasat sesuatu. Ini juga yang membuat kenapa Robin disebut 'ibu' bagi anak olimpiade, firasatnya kuat.
"Peletnya Sasuke melemah kali ya? Masa sih, ada cewek yang nggak naksir dia?" ujar Levy mengernyit heran. Mengingat Sasuke bahkan digilai sampai ke sekolahnya juga sejak sparing basket antar sekolah waktu itu.
Robin menghela napas, lalu duduk merapat dan menaruh dua sikut di meja. "Sasuke itu gak mungkin cuma ngerasa bersalah sama Sakura."
Tanjirou sedikit mengangkat alis. Namun sebelum menginterupsi, Robin langsung berdiri mengajak Levy memesan minuman.
a/n:
Mbah, hujannya di pending dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galileo | Sasusaku✔️
Fanfic[SERIES KE-3 OLIMPIADERS] Galau update status? Galau balas dendam di olimpiade, lah! Imbas sakit hati, Sakura Haruno memutuskan untuk menyibukkan diri dengan mengikuti berbagai macam olimpiade, baik yang kecil sampai tingkat nasional. Semua berjalan...