Sejak tadi Amel terus mengerang kesakitan, semakin malam perutnya bertambah sakit. Amel benar-benar tidak bisa menahannya. Matanya sudah sembab karena menangis sejak tadi. Ini adalah salahnya sendiri, karena tadi bohong ke Darka, andai saja tadi ia menerima tawaran Darka untuk makan dulu, mungkin saja sekarang perutnya tidak akan sesakit ini.
Kebodohan yang dibuatnya lagi adalah setelah sampai dirumah ia tidak makan sama sekali, dia langsung saja pergi tidur karena pikirnya setelah tidur mungkin sakit perutnya akan hilang tapi karena pemikiran bodohnya itu malah membuat perutnya semakin sakit.
"Amel." panggil Rika dari arah dapur.
Rika tidak mendengar sahutan Amel, tidak seperti biasanya jika ia memanggilnya.
Rika berjalan kearah kamar Amel untuk memanggilnya lagi, karena mungkin Amel sedang tidur makanya tidak menyahut sama sekali.
"Amel, ayo makan malam dulu." panggil Rika sambil mengetuk pintu kamar Amel.
Masih tidak ada sahutan dari dalam. Rika mulai khawatir, apalagi Amel mengunci kamarnya dari dalam tentu menambah kekhawatiran Rika.
"Amel, kamu dengar mama kan?"
"Amel, buka sayang!!"
Sekarang Rika benar-benar tidak bisa tenang, ia semakin mengencangkangkan ketukannya.
"Ma,"
Rika terdiam saat mendengar suara Amel yang sangat pelan dan tidak seperti suaranya yang biasa.
"Amel!!?"
"Ma,,, pe-rut A-mel sakit," ucapan Amel terbata-bata.
Sekarang jangan tanyakan keadaan Rika, ia sangat cemas sampai tidak bisa berfikir jernih. Yang ia lakukan hanya terus mengetuk pintu kamar Amel dan sesekali mendobraknya. Benar-benar panik, sampai ia lupa bahwa ada kunci cadangan.
"Amel, kamu dengar mama kan?" tanya Rika dengan suara bergetar.
Tidak ada jawaban dari dalam sana yang membuat Rika bertambah cemas. Dan sekarang dia baru ingat dengan kunci cadangan yang ia simpan di kamar nya. Dengan cepat ia berlari ke kamar nya dan mencari kunci itu, pikirannya masih tidak lepas dari Amel. Dengan dengan bergetar ia mencoba membuka laci mejanya satu-satu.
"Arghhh," geram Rika frustasi karena tidak juga menemukan kuncinya.
Air matanya mulai berjatuhan karena rasa khawatirnya. Rika benar-benar takut, ibu mana yang tidak khawatir jika anaknya kesakitan seperti itu. Rika juga seperti itu, ia benar-benar khawatir dengan anak semata wayangnya itu. Sampai-sampai bernapas pun rasanya sulit.
Akhirnya setelah beberapa lama mencarinya, Rika menemukannya. Ia berlari dengan cepat kearah kamar Amel.
Rasanya Rika benar-benar kehabisan napas setelah melihat anaknya terbaring lemah dengan tangan yang memeluk perutnya. Bahkan seragamnya masih melekat ditubuhnya.
Rika berusaha menahan tangisnya, ia lalu mendekat kearah Amel.
"Mana yang sakit, sayang?"
Amel menangis, "P-pe-rut A-mel ma, s-sa-kit."
Dengan cepat Rika membangunkan tubuh Amel dan menopangnya. Jika sudah seperti ini, Rika sudah tidak bisa apa-apa. Ia harus membawanya ke dokter.
***
Amel menunduk menatap kedua sendal yang terpasang di kaki nya. Sekarang dia sudah berada didalam mobil tentunya bersama Rika. Setelah diberi obat oleh dokter, Rika langsung memutuskan untuk kembali. Sejak tadi Rika tidak membuka bicara, bahkan ia tidak menanyakan keadaan Amel sekarang. Ia masih shock dengan keadaan tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMELDA
Teen FictionMenjadi seorang sahabat ternyata tidak semudah itu. Kata orang 'tidak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang berhasil' tapi ternyata ada beberapa orang yang berhasil melewatinya. Tapi tidak ada yang mengetahui bagaimana tentang perasaa...