Kini silih berganti. Langit malam mulai menyambut, lampu jalan mulai menyala satu persatu. Bintang-bintang mulai bermunculan beserta bulan sabit yang menghiasi malam ini. Langit sore yang tadinya sangat indah kini tergantikan oleh langit gelap.
"Makasih, kak." ucap Amel setelah turun dari motor Bagas.
Bagas tersenyum tipis lalu mengangguk, "satenya diabisin ya."
Pandangan Amel langsung beralih kearah kantong yang dipegangnya. Kantong itu berisikan sate, tadi setelah mereka makan Bagas kembali memesan sate untuk dibungkus. Katanya untuk Amel, awalnya Amel terkejut dan langsung menolaknya karena merasa tidak enak sebab semua makanan yang dimakannya Bagas yang bayar. Coba saja Darka yang mentraktirnya, tidak apa malahan pasti dia akan meminta lebih banyak. Tapi masalahnya dia Bagas bukan Darka.
Amel tersenyum kikuk, "kak Bagas repot-repot banget ngasih ini,"
"Gapapa. Sesekali kan gue belanja."
Yang bisa Amel lakukan hanya menggaruk tengkuknya yang sedikit gatal.
"Kalo gitu gue duluan ya." ucapnya sembari memasang kembali helmnya, "jangan lupa istirahat yang cukup, besok lo masih harus berjuang karena besok senin." lanjutnya dengan kekehan.
Tentu saja Amel ikut tertawa pelan, "siap komandan!"
Dibalik helm nya itu, Bagas diam-diam tersenyum tipis melihat Amel yang berdiri dihadapannya itu.
"Gue pamit." ucapnya untuk yang terakhir, sebelum akhirnya pergi dari sana.
Setelah motor Bagas mulai menjauh, Amel langsung menghela napas panjang.
"Cie yang datang ngedate!?!" teriak Darka.
Amel langsung berbalik saat mendengar teriakan yang berasal entah darimana. Dan benar saja setelah Amel berbalik ia sudah menemukan Darka berdiri diambang pagar rumahnya, sembari mendongakkan kepalanya.
Amel berdecak kesal. Anak itu kebiasaan, berteriak lalu hanya menampakkan kepalanya. Jika saja Amel belum terbiasa, bisa saja kepala Darka sudah terpenggal darilama.
Tanpa ingin meladeni Darka, Amel dengan cepat berjalan masuk kedalam rumah.
"Apaan tuh?!"
Amel terjingkat kaget saat tiba-tiba suara Darka terdengar tepat ditelinganya.
"Anjir! Lo itu manusia jadian-jadian apa, hah?!"
Benar saja. Darka sudah berdiri disamping Amel, padahal perasaan Amel tadi Darka masih berdiri diambang pagar. Sejak kapan anak itu berjalan kearahnya?
Tawa Darka dengan begitu saja langsung meledak.
"Makanya, F-O-K-U-S."
Amel memutar matanya malas. "Pulang sana, gue mau istirahat!" usir Amel sembari berbalik.
Mata Darka langsung terbelalak sempurna.
"Heh. Kalo ada tamu tuh disuruh masuk bukannya disuruh pulang!"
"Mau-mau gue! Lagian lo juga gak penting-penting amat." ketus Amel.
Amel membuka pagar rumahnya, lalu meninggalkan Darka. Tapi lagi-lagi Amel dibuat tidak habis pikir, karena setelah pagar rumahnya itu terbuka Darka langsung berlari dengan cepat sembari merebut kantong yang dipegang Amel sebelumnya. Jelas Amel langsung melotot, karena Darka yang berlari begitu cepat sampai membuat Amel hampir saja terjatuh.
Darka berbalik kearah Amel yang masih berdiri diambang pagar, ia memperlihatkan sederet giginya. Kini napas Amel mulai tidak beraturan, ingin sekali rasanya Amel menendang anak yang berdiri dihadapannya itu ke Saturunus. Jika saja bisa, pasti akan Amel lakukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMELDA
Teen FictionMenjadi seorang sahabat ternyata tidak semudah itu. Kata orang 'tidak ada persahabatan antara perempuan dan laki-laki yang berhasil' tapi ternyata ada beberapa orang yang berhasil melewatinya. Tapi tidak ada yang mengetahui bagaimana tentang perasaa...