03 : Selamatkan Taufan & Gempa!

1.1K 72 9
                                    

Untuk seketika, seluruh siswa-siswi yang berada di kantin menjadi diam tak bersuara, bahkan hanya terdengar suara sendok dan garpu.

"Kamu sih, Fang!" gertak Gempa. Dalam sedetik, Fang langsung menunjukkan wajah julidnya. "Apaan, kok aku?"

"Ini yang terjadi kalau Halilintar sudah bertindak," bisik Natalia kepada Yaya dan Ying.

"Setegas itukah?" Yaya menatap Natalia.

"Heem.. kamu tidak tau Yaya, kalau Halilintar sudah bertindak, maka tidak ada yang berani bermacam-macam lagi," tambah Ying.

Yaya sangat speechless.

"Sudah teman-teman, kembali ramai ya. Jangan dengarkan kutub ini, dia hanya haus, butuh perhatian." Taufan mengarahkan siswa-siswi yang di kantin agar kembali seperti semula.

"Jangan diulangi ya Fang.."

Fang menatap Taufan. "Gila aja! Aku diam pun salah!"

"Kamu hidup aja udah salah," ujar Taufan tanpa dosa.

Ying dan Gopal menahan tawanya. Sedangkan Fang, menatap datar.

"Jangan didengarkan, mereka kadang gila, kadang juga waras," bisik Natalia dan Yaya mengangguk.

"Sepertinya, kita belum berkenalan, cantik." Gopal tersedak lagi.

"Nih-nih minum." Fang menyerahkan minumannya.

Setelah meminumnya, Gopal menatap ketiga perempuan itu. "Natalia, Ying, sembunyikan Yaya dalam-dalam sedalam lautan, jangan sampai si kutu angin ini menemukan!"

"Apa-apaan?!"

"Oh tuhan.. masih pagi, drama udah dimulai aja.." gumam Gempa sambil tersenyum lebar namun terpaksa.

"Yaya, aku Taufan."

Fang memutar bola matanya malas. "Perasaan tadi udah dikenalin sama Gempa."

"Gak sopan kalau bukan orangnya sendiri yang ngenalin." Taufan tersenyum dan mengedipkan satu matanya membalas kesinisan Fang.

"Yaya. Semoga berteman baik," jawab Yaya.

"Tentu."

Suasana kantin pun semakin ramai. Halilintar, Taufan, Gempa, Fang, Gopal, Natalia, Ying, dan Yaya menikmati makanannya diiringi canda tawa.

Namun siapa sangka, seseorang yang duduk diseberang meja mereka, sedang memperhatikan dengan tatapan sinis.

"Sepertinya permainan ini akan lebih menyenangkan kalau aku bisa mendapatkan wanita itu."

"Sepertinya kamu tidak bisa mendapatkan wanita itu," balas temannya.

"Why?"

Sambil menyuapi dirinya sendiri, dia melanjutkan. "Karena  dia termasuk teman dari rival mu. Aku tidak yakin kamu bisa mengalahkannya."

"Tcih! Apa yang kamu harapkan darinya, huh? Fisik? Aku juga kuat!"

"Bodoh!"

"Memang dia jago bela diri, tapi belum tentu pikirannya kritis."

"Kamu ini benar-benar gila." Dia—temannya itu menggelengkan kepalanya. "Bela diri pun membutuhkan pikiran."

*****

Satu jam berlalu, waktu istirahat telah habis, dan kini mereka telah kembali ke kelasnya masing-masing.

Yaya ingin meminta izin kepada yang lain untuk menaruh barang di loker barunya.

Loker itu berada dibelakang kelas yang Yaya tempati. Ketika telah sampai, Yaya tidak sengaja melihat sepucuk surat yang tertempel pada pintu lokernya.

Yaya mengambil surat itu, dan membalikkan kertasnya.

ƇƠԼƊ ԼƠƔЄƦ (R)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang