***
"BIAY BANGSAT, BALIKIN GAK?!"
"GAK, CIUM DULU TAPI!"
"IH NAJIS!"
"EMM MASA AH?"
"BIAYYYYYYYYYYY!"
Biay? Kamu manggil hanbin kaya gitu, je? Lirih Lisa di dalam hati. Matanya tak bisa berpaling dari jendela bening yang masuk ke dalam kelas ipa satu.
"KACA GUE-----EH APANIH MAIN PELUK PELUK ANJING?!"
"Hehehe, kali kali ya?"
"APASIH BIN, CENTIL LO AKI-AKI!"
"CIEEEEE JENNIE SAMA HANBIN!"
"GAK ANJIR WOY!"
"DOAIN KITA YA!"
Lisa hanya bisa tersenyum miris di luar. Niatnya yang akan mengajak Jennie dan Wendy ke kantin terpaksa luntur. Matanya tak kuasa melihat Hanbin yang dengan gantle memeluk Jennie.
Percis saat Lisa menjahili Jennie, mengangkat sepatunya ke atas dan berakhir mendekap Jennie. Lagi-lagi, kenangan itu meninju keras relung hatinya.
Hari ini, padahal semangatnya sedang membara, teringat balasan pesan di tempo hari. Meski singkat namun mengguncang hati Lisa.
"Eh, gak ke kantin?"
Yuri menahan pergelangan tangan Lisa saat gadis itu membalik wajahnya, tepat saat Yuri keluar dari kelas.
"Gajadi deh, hehehe," Lisa tersenyum tipis, lalu berlalu masuk kembali.
Yuri pun praktis melangkah kembali, menghampiri teman sebangkunya itu. Merasa khawatir dengan keadaan Lisa yang belakangan ini terlihat lemah, letih, dan lesu.
"Kenapa?" Yuri menangkup pipinya.
Lisa mendongak, lalu menggeleng kecil. Ia menurunkan tangan Yuri. Selalu teringat, bahwa Jennie tak menyukai siapapun yang mendekatinya, gadis itu cemburu. Dan Lisa merindukan wajah gemasnya.
"Aku gapapa, gih ke kantin,"
"Kamu nganggep aku apa, sih? Kenapa nyembunyiin sesuatu sendiri terus!" Yuri bersungut.
Lisa terkekeh kecil. "Aku beneran gapapa yuri, kamu mau ke kantin? Titip bakpau coklat dong,"
Lisa merogoh saku dan mengeluarkan selembar uang berwarna hijau. Ia tersenyum saat menyerahkan nya, namun Yuri berdecak sebal, ia tahu Lisa sedang mengalihkan pembicaraan.
"Pulang dari kantin, aku tagih cerita sama kamu!" Yuri mengambil kasar uang yang Lisa serahkan.
Ia mengerucutkan mulutnya sembari berjalan mundur. Tak lupa telunjuknya yang menunjuk kasar pada Lisa, namun si gadis berponi malah tertawa.
Barulah setelah menghilang, senyum Lisa kembali turun. Pundaknya meluruh, bahkan lengkingan suara Jennie masih menggema dari pinggir. Ribut dan terus bertengkar bersama Hanbin.
Aku lebih suka kamu hening sama aku je, daripada bawel sama dia. Lisa menundukan kepalanya dalam.
***
Setelah menghembus nafas dengan kasar, kakinya tiba-tiba terdiam di ambang pintu kantin. Matanya membulat. Degup jantungnya berirama naik.
Melihat Jennie dan Hanbin di sebuah meja sedang bercanda ria, dengan makanan yang mereka pesan. Sebelum Lisa terdetak pilu hati, ia bertanya-tanya, apakah Jennie tak pergi ke masjid?
Lalu matanya pergi ke lain arah, yaitu pada Seulgi yang sedang melambai padanya, ada Rosé di depan warung yang sedang membeli makanan. Oknum bernama Seulgi itu mengajak ke masjid bersama, namun janjian di kantin seperti ini, atau tunggu, memberitahu Lisa tentang Jennie di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Self [Jk.Lm] -COMPLETED
Teen Fiction"Jennie, aku tak pernah menuntutmu untuk menjadi sang puteri agar pantas di sampingku. Seperti yang kau ucap, kau tertekan saat berusaha terlihat tinggi untukku. Jika begitu adanya, jauhi aku agar kau terbang dengan bebas. Terlepas rasaku dan rasamu...