Sebelum hari itu tiba, hari dimana Jennie dan sahabatnya yang lain diasingkan pada sebuah perkemahan. Tentunya, Lisa mengajak Jennie berjalan-jalan terlebih dahulu. Lebay emang, tapi ya bagaimana, untuk menghapus kesal juga, karena dirinya tak diajak.
Mungkin untuk dua hari Lisa akan menabung rindu. Seperti akan ditinggal ke paris, rasanya Lisa tak siap. Tak siap membayangkan bagaimana keseruan mereka semua di sana, dan membayangkan banyaknya pria berusaha mendekati kekasihnya. Begitu saja membuat lagi seruak panas ke dasar hatinya.
Hal baru yang kini ia rasakan. Lisa tak pernah siap melepas genggamnya pada Jennie. Gadis itu seolah bersungguh untuk selalu berada di sampingnya, namun kali ini, yasudahlah ..
"Cemberut terus ih!" Jennie mengerucutkan mulutnya. "Aku mau ldks bukan mau liburan, ih!"
Lisa menoleh, dengan tawanya yang hambar mampu menyihir hati Jennie seolah sesak. Merasa bersalah lagi, haruskah Jennie batalkan jua agar Lisa tak memasang tampang menyedihkan itu?
"Pasti kangen," celetuk Lisa. "Pake jaket anget di sana, deket-deket sama mereka, jangan sama yang lain!"
Jennie terkekeh lebih dulu, sebelum ia mengucap sesuatu yang membuat Lisa pun tertegun sendiri, seolah terpukul.
"Apa aku harus mundur aja dari osis, li? Biar kamu gak khawatir gini, biar kamu gak sendiri,"
Tentu saja Lisa bergeleng. Dengan secepat kilat Lisa merubah raut wajahnya se-terang mungkin. Ia merutuk dalam hati, bukankah ia yang mendukung Jennie terus aktif dalam masanya, mengapa menjadi alasan gadis itu khawatir sekarang?
"Engga heh engga!" Sungut Lisa. "Lakuin apa yang kamu suka, aku gapapa di sini. Jaga kesehatan, jaga diri juga, inget aku punya kamu!"
Jennie berhambur memeluk Lisa. Menyandarkan pundaknya dengan nyaman. Jennie tahu Lisa sedang mati-matian menahan khawatirnya. Namun Jennie sendiri pun ingin Lisa mengerti, bahwa dirinya takkan mudah berpaling begitu saja. Terlampau amat besar cintanya sampai-sampai ia sendiri pun tak tahu harus mencurahkan lewat manalagi pada Lisa. Bagaimana bisa ia berpaling pada manusia asing? Tidak.
"Aku harus apa li biar kamu gak khawatir terus ..."
Dengan pandangan menerobos pada lembayung. Jennie berfikir keras, haruskah ia menyerahkan diri? Atau mengucap beribu janji? Rasanya percuma, meski Lisa diam sekarang, wajah gadis itu terlampau murung.
Si terong sih, anjing! Umpat Jennie di dalam hati. Mengingat perkenalan kembali, ia menyesal harus menyalami lengan pria itu. Efeknya jadi begini, Lisa menjadi murung, meski gadis itu telah meredakan emosinya.
Jennie pun menyadari, Lisa sedikit tak percaya diri jadinya. Padahal, Lisa itu jauh melampau ke atas daripada lelaki yang berusaha mendekati dirinya.
"Maaf aku khawatir berlebihan J, maaf kalau jatuhnya ngeraguin cinta kamu, aku gak maksud gitu," Lisa menyerongkan tubuhnya tepat menghadap Jennie.
Jennie menoleh dengan senyum penuh pengertian, ia mengangguk pelan. Dalam lautan mata Lisa, ia tak bosan tenggelam dan berusaha terus jatuh. Dalam kegilaan cintanya, Jennie bersumpah akan melakukan apapun demi Lisa.
Di bangku panjang alun-alun. Mereka lagi-lagi menghatur cinta pada senja. Berpamit untuk terbang bebas. Dengan semesta yang melindungi, Jennie mencinta dengan seluruh nafas. Tanpa jeda detak, Lisa akan selalu mengejarnya, tak membiarkan langkah Jennie termakan bayangan hitam yang jahat.
"Aku ngerti Lili, tapi tolong udah ya, aku gak pergi kemana-mana, aku punya kamu, sayang."
Lisa mengangguk lirih. Perlahan sebelah lengan saling mengisi jemari. Setelah manis mulut mencicipi Ice cream beberapa menit yang lalu, mungkin penutup segumpal risau adalah berpamit pada senja. Sampai seterusnya, sampai senja enggan hadir, janji cintanya masih terus menggelora.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Self [Jk.Lm] -COMPLETED
Jugendliteratur"Jennie, aku tak pernah menuntutmu untuk menjadi sang puteri agar pantas di sampingku. Seperti yang kau ucap, kau tertekan saat berusaha terlihat tinggi untukku. Jika begitu adanya, jauhi aku agar kau terbang dengan bebas. Terlepas rasaku dan rasamu...