"Kenapa, kecewa gak ada bunga, ya?"
Jennie masih menekuk mulutnya. Matanya tiba-tiba menyeruak panas, terharu mendengar penuturan manusia podoh seperti Lisa. Jennie menggeleng pelan, dan lolos tetes airnya jatuh, tanpa aba-aba ia menubruk tubuh Lisa.
Lisa mematung seketika. Entah mengapa detak jantungnya berdebar kencang. Akankah, Jennie menolaknya? Mengapa gadis itu menangis?
"Of course, I'm yours, Lili. Love you more than anything!"
Rasanya Lisa akan meluruh saja di sini. Merasa lega sekaligus lemah mendengar suara Jennie yang lembut. Meski tangan nya kaku sekarang, ia angkat sekuat tenaga untuk memeluk gadis yang sudah menjadi miliknya ini.
Tak perduli jika di jalanan ini ia diperhatikan. Masabodo jika dunia mengejeknya. Yang terpenting, Jennie miliknya sekarang.
"Untuk wanita yang sedang dalam pelukanku, aku mencintaimu lebih dari apa yang kau kira," gumam Lisa.
***
Beberapa kali Wendy menoleh pada sahabatnya itu yang sedang menunduk mengerjakan soal. Ia melirik Jennie bukan untuk meminta jawaban di ujian ini, melainkan merasa ganjal karena senyum gadis itu begitu cerah sedari pagi datang. Dan dengan tingkahnya yang kembali seperti jamet, Wendy yakin ada bahagia yang disebabkan oleh Lisa, namun apa itu?
Ini hari Jumat. Hari terakhir untuk mereka menyelesaikan test. Ini Jumat, apakah dari berkahnya membuat Jennie nyaris seperti orang gila? Lihatlah, sembari menulis pun senyum Jennie masih terlihat.
"Bener-bener kudu gue bawa ke psikiater!" Wendy bergeleng-geleng kepala. Namun semburat senyum hadir, menandakan ia pun bersyukur bisa melihat Jennie bahagia konsisten seperti ini.
Tak seperti hari-hari kemarin, yang amat sangat mendung wajah sahabatnya itu. Manalagi matanya bengkak, hidungnya merah, sudah seperti badut. Berjalan saja seperti tak ada nyawa. Cintanya membuat Jennie hilang arah. Wendy bergidik sesaat membayangkan kembali, asing yang Lisa dan Jennie rasakan berdampak pula pada sahabatnya yang menjadi sepi.
"Jangan lagi dah!" Gerutu Wendy.
Di samping kelasnya pun tak beda jauh dengan si gadis berponi. Matanya bergerak gencar membaca setiap permintaan soal dan menjawab dengan mulus. Semburat senyum dan semangatnya membara. Apalagi mengingat chatingan semalam, yang mana keduanya sudah resmi menjadi sepasang kekasih, menggelikan namun membuatnya mabuk.
Setelah menyelesaikan soal yang notaben mudah jika di akhir hari seperti ini, Lisa mencorat-coret di belakang kartu ujian dengan inisial J.
Mencintai Jennie ternyata mengubah total dirinya menjadi alay. Serangan cintanya membuat Lisa enggan untuk memberi jarak, ingin terus menatap dan mendekap tubuh gadis itu. Ingin sekali ia teriakan pada dunia bahwa keduanya bahagia, dan memohon pada semesta agar tak memisahkan keduanya sampai hembus nafas terakhir.
Keduanya tengah dimabuk asmara. Tersenyam-senyum rese, membuat yang melihat itu terheran-heran sekaligus ingin melemparkan barang agar tersadar.
**
Brak!
Joy selaku ketua perlontean menggebrak meja dengan keras, membuat semuanya terperanjat."BANGSAT!" Jennie langsung berdiri dan menjitak kepala sahabatnya itu.
Sisanya mengusap-ngusap dada, umpatan nya itu telah tersalurkan oleh wakil ketua lonte ini. Irene apalagi, ia benar-benar kesal, bagaimana jika jantungnya lepas?
"Diem lo!" Joy menepisnya, lalu menyipitkan mata. "Gue curiga sama lo, jen!"
Jennie mendengus sebal dan kembali terduduk. Beruntung dimsumnya tak terjatuh saat meja digebrak, jika saja itu terjadi, Joy pasti habis dibotaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Self [Jk.Lm] -COMPLETED
Dla nastolatków"Jennie, aku tak pernah menuntutmu untuk menjadi sang puteri agar pantas di sampingku. Seperti yang kau ucap, kau tertekan saat berusaha terlihat tinggi untukku. Jika begitu adanya, jauhi aku agar kau terbang dengan bebas. Terlepas rasaku dan rasamu...