Grow Up

830 123 15
                                    

Notes :
Chap by : BucinSamaIchi

Malam telah melebarkan sayap-sayap hitamnya ketika Samatoki mengendarai mobilnya pulang. Matanya mencuri lihat ke jam tangan silvernya, jarum menunjukkan pukul setengah dua dini hari.

Ia menggumam.

"Ichiro pasti akan sangat marah."

Samatoki mengusak rambutnya sendiri, kesal karena ia menuruti permintaan rekannya membantu menyelesaikan pekerjaan. Ia bisa saja menolak jika tak diiming-imingi dengan cuan tambahan.

Sekarang hybrid putih itu harus memikirkan alasan-alasan untuk segala pertanyaan Ichiro nanti. Ponsel di sakunya kembali bergetar, Samatoki sudah menerima spam chat dan panggilan dari jam dua belas tadi.

Bukannya tak mau menjawab, toh sebentar lagi ia sampai di kediamannya.
Lebih baik daripada harus mengecek ponsel saat berkendara.

Sekitar sepuluh menit  pemuda itu akhirnya sampai ke rumahnya dan parkir mobil asal di halaman.
Ia akan memikirkan penjelasannya nanti.

"Tadaima.."

Ucapnya pelan hampir berbisik sambil membuka pintu depan.

"Untung tidak dikunci."

Baru selangkah ia jejakkan ke dalam, Ichiro muncul dari balik pintu dengan memasang wajah garang dan tatapan tajam.

"Darimana saja kau, hah?!"

"Ichi-.."

Tanpa menunggu Samatoki menyelesaikan kalimatnya, Ichiro mendahului argumen.

"Jam berapa ini, Kau tidak tahu aku khawatir?! Dan... apa ini?"

Kedua manik matanya membola tatkala melihat beberapa ukiran luka di wajah Samatoki.

"Kau.. Dibully?"

Tangannya menyentuh salah satu lebam di rahang Samatoki, ia mengusapnya pelan.

Sementara Samatoki sedikit berjengit kaget. Bukan karena sentuhan di lukanya, namun pertanyaan Ichiro.

Apa-apaan dibully? Ia bukan anak kecil lagi. Dua tahun ia lalui bersama Ichiro, dan sekarang Samatoki lebih tinggi beberapa cm daripada lelaki berhelai hitam itu.

"Ichiro, dengar,"

"Siapa yang memukulimu?"

Putusnya lagi.

Samatoki mengusak wajah kasar, apa Ichiro masih menganggapnya sebagai anak-anak?

Pemuda serigala itu hendak membuka mulutnya ketika Ichiro menarik tangannya untuk masuk.

"Kita obati luka-lukamu dulu."

Samatoki hanya diam ketika Ichiro memaksanya duduk di sofa dan memperhatikannya mengambil kotak P3K.

"Hei, Ichiro. Aku-"

"Diamlah, bodoh."

Kata-katanya kembali diinterupsi Ichiro yang sibuk menutulkan kapas beralkohol ke luka gores di dahinya.

Samatoki berdecak, memilih menunggu hingga Ichiro membiarkannya berbicara.

Sekitar lima belas menit Samatoki menunggu lelaki itu selesai dengan kegiatannya.

"Nah sudah, sekarang jelaskan kenapa kau bisa begini."

Ucap Ichiro, memberi Samatoki kesempatan berbicara sambil membereskan isi kotak P3K.

Pemuda dengan helaian perak itu diam-diam menghembuskan napas lega,  akhirnya Ichiro memberinya kesempatan berbicara.

"Tadi aku berkelahi, bukan dibully. Kau pikir aku masih anak-anak?"

Ichiro menelengkan kepalanya, terkekeh kemudian.

"Kau masih anak-anak bagiku, Samatoki."

Lelaki heterochromia itu lantas duduk di samping Samatoki setelah mengembalikan kotak P3K ke tempat asalnya.
Ia menarik bahu Samatoki, membawanya untuk merebahkan diri dengan paha Ichiro sebagai bantal.

Hybrid itu hanya diam menurut ketika merasakan jemari lentik Ichiro mengelus surai dan telinganya.

"Hei."

Samatoki mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang tamu.

"Hm? Kau pusing?"

Samatoki menjawab dengan gelengan singkat.

"Kalau aku bilang aku bergabung dengan organisasi Yakuza, kau mau apa?"

"Memukulimu."

Jawab Ichiro ringan.

"Bagus, kalau begitu ayo pukuli aku."

Kedua manik Ichiro membola.

"Tunggu, apa? Kau tidak benar-benar masuk Yakuza kan?"

"Itu benar, Sudah beberapa bulan ini aku menjabat sebagai second command."

Netra ruby Samatoki memandang wajah Ichiro yang terlihat sangat terkejut.

"Hah?! Kau. Itu berbahaya, Samatoki. Pantas saja kau sering pulang larut seperti ini! Membawa banyak luka pula!"

Lidah Samatoki kelu, ia sudah menduga pertanyaan dan omelan macam ini akan menyambutnya. Pikirannya membuncah, otaknya gagal memproses alasan dan argumen yang akan ia keluarkan.

"Maaf."

Satu kata lolos dari bibirnya, membuat ekspresi datar sukses bertengger di wajah Ichiro. Ichiro akan sulit marah kepada Samatoki jika seperti ini, memorinya akan memutar kembali dimana Samatoki masih kecil menggemaskan.
Helaan nafas terlepas dari mulutnya.

"Oke, kita bahas ini besok. Sekarang kita tidur."

Ichiro menepuk bahu Samatoki, mengisyaratkannya untuk bangkit dari acara rebahannya.

Samatoki terduduk kemudian memeluk pinggang Ichiro yang hendak beranjak. Dihirupnya aroma manis stroberi dan mawar dari tengkuknya, aroma feromon kesukaan Samatoki.

"Marah?"

Sementara yang dipeluk berjengit kaget, sontak reflek mendorong kepala Samatoki dari tengkuknya.

"H-hentikan itu Samatoki, aku tidak marah. Ayo tidur, cepat!"

Sebelum Samatoki melakukan hal-hal yang membuat hatinya makin  melemah, Ichiro segera menarik tangan Samatoki untuk tidur di kamarnya.

Cahaya matahari menembus tirai putih di balik jendela membuat Samatoki mengernyit silau, kemudian perlahan membuka matanya. Ia melirik jam, pukul tujuh pagi.

Ia membawa kakinya melangkah malas ke dapur, hendak mencari Ichiro yang biasanya sedang memasak.

"SAMATOKI KAU MENCURI MOBIL?!"

Sebuah teriakan mengejutkannya, suara Ichiro, dari luar. Membuat bulu-bulu ekornya menegak sesaat sebelum akhirnya otaknya kembali berjalan.

Ah, mobil semalam. Ia lupa memberitahu Ichiro soal mobil itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai:v Baru apdet hehe. Gapapa ya? Sebagai gantinya ini chap agak lebih panjang dari biasanya.
-BucinSamaIchi
-𝓜

From Now Till The End [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang